Trump Ancam Rusia, Harga Minyak Mentah Dunia Langsung Stagnan!

JAKARTA. Harga minyak mentah acuan menunjukkan pelemahan di awal pekan ini, sebuah koreksi yang signifikan menyusul keputusan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump yang menarik kembali ancamannya untuk memperketat pembatasan pada ekspor minyak Rusia. Keputusan ini sontak meredakan ketegangan pasar akan potensi gangguan pasokan global.

Berdasarkan data Trading Economics pada Senin (18/8/2025) pukul 15.45 WIB, harga minyak West Texas Intermediate (WTI) terpantau berada di level US$ 62.838 per barel, bergerak tipis 0,06% secara harian. Meskipun demikian, secara mingguan, harga minyak WTI ini telah terkoreksi sebesar 1,78%. Sementara itu, harga minyak Brent untuk kontrak pengiriman Oktober 2025 terpantau stagnan di level US$ 65,81 per barel, mencerminkan kehati-hatian pasar.

Penurunan harga minyak mentah WTI ini, menurut Sutopo Widodo, Presiden Komisioner HFX International Berjangka, masih didorong oleh dinamika politik dan kekhawatiran ekonomi global. Salah satu faktor utamanya adalah pernyataan Presiden Trump mengenai sanksi terhadap Rusia dan negara-negara pembeli minyaknya. “Trump mengisyaratkan tidak akan terburu-buru menjatuhkan sanksi. Sikap yang lebih lunak ini meredam kekhawatiran pasar akan potensi gangguan pasokan dari Rusia, sehingga menekan harga,” jelas Sutopo kepada Kontan, Senin (18/8/2025).

Lebih lanjut, Sutopo mencermati bahwa fokus pasar kini tertuju pada pertemuan antara Presiden AS dan Presiden Ukraina, yang bertujuan untuk memajukan kesepakatan damai. Harapan akan stabilitas geopolitik yang muncul dari pertemuan ini turut berkontribusi pada tren penurunan harga. “Resolusi konflik mengurangi risiko pasokan yang terkait dengan perang, yang selama ini menjadi salah satu pendorong harga minyak global,” imbuhnya.

Untuk jangka pendek, Sutopo memperkirakan prospek harga minyak WTI cenderung stabil dengan potensi penurunan yang terbatas. Pasar akan terus memantau perkembangan negosiasi damai antara Ukraina dan Rusia. Jika terdapat indikasi kemajuan yang signifikan, harga minyak berpotensi kembali tertekan seiring berkurangnya premi risiko geopolitik. Namun, jika perundingan menemui jalan buntu, harga dapat kembali menguji level resistansi. Selain itu, rilis data ekonomi mingguan dari AS, seperti inventaris minyak, akan memberikan arah pergerakan yang lebih jelas. Secara keseluruhan, Sutopo menaksir pergerakan harga sepekan ke depan kemungkinan akan berada di bawah level psikologis US$ 63 per barel.

Adapun untuk separuh kedua tahun 2025, harga minyak mentah WTI diperkirakan akan tetap volatil, sangat dipengaruhi oleh kondisi ekonomi global, dinamika geopolitik, serta kebijakan OPEC+. “Pertumbuhan ekonomi yang melambat, terutama di Tiongkok dan Eropa, dapat membatasi permintaan minyak,” kata Sutopo. Di sisi lain, potensi peningkatan pasokan dari produsen non-OPEC dapat menciptakan tekanan jual. Sutopo menyimpulkan bahwa hingga akhir tahun 2025, harga minyak WTI kemungkinan besar tidak akan kembali ke level tertinggi sebelumnya, kecuali terjadi guncangan pasokan yang tidak terduga.

Ringkasan

Harga minyak mentah dunia menunjukkan stagnasi setelah Presiden AS, Donald Trump, menarik kembali ancamannya memperketat pembatasan ekspor minyak Rusia. Keputusan ini meredakan kekhawatiran pasar terhadap gangguan pasokan global, menyebabkan harga minyak WTI dan Brent cenderung stabil.

Pasar saat ini fokus pada pertemuan antara Presiden AS dan Ukraina dengan harapan tercapainya kesepakatan damai, yang dapat menstabilkan harga minyak. Prospek jangka pendek menunjukkan harga minyak WTI cenderung stabil dengan potensi penurunan terbatas, sementara untuk separuh kedua tahun 2025, harga diperkirakan tetap volatil dipengaruhi oleh ekonomi global, geopolitik, dan kebijakan OPEC+.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *