Pasar finansial Jepang menyambut Sanae Takaichi sebagai Perdana Menteri baru dengan proyeksi kenaikan tajam pada saham-saham Jepang. Politikus berpengalaman ini dikenal sebagai pendukung setia kebijakan ekonomi ekspansif, serupa dengan Abenomics—program peningkatan belanja dan stimulus yang dulu diimplementasikan oleh mantan PM Shinzo Abe. Meskipun demikian, nilai yen dan harga obligasi pemerintah Jepang justru menunjukkan pelemahan.
Para investor, seperti yang dikutip Reuters, segera merespons dengan melakukan pembelian saham secara agresif, menaruh harapan besar pada potensi stimulus ekonomi yang akan digulirkan. Sebaliknya, kekhawatiran akan membengkaknya utang negara akibat belanja besar membuat mereka serentak menjual obligasi. Fenomena ini menciptakan dinamika pasar yang kontras, dengan satu sektor melonjak dan yang lain tertekan.
Dampak langsungnya terlihat jelas pada indeks saham utama Jepang, Nikkei 225, yang pada Jumat (3/10) berhasil mencetak rekor penutupan tertinggi di level 45.769,50. Para analis memperkirakan bahwa tren bullish ini dapat terus berlanjut, bahkan memproyeksikan indeks ini berpotensi mencapai 47.000 jika gelombang pembelian saham terus berlanjut. Hiroki Takei, seorang ahli strategi dari Resona Holdings, pada Minggu (5/10), optimis menyatakan, “Ini bisa menjadi kejutan positif bagi harga saham.”
Namun, euphoria di pasar saham tidak berlaku universal. Pada saat yang sama, pasar obligasi pemerintah Jepang (JGB) dan mata uang yen justru menghadapi tekanan signifikan. Investor mengkhawatirkan bahwa kebijakan fiskal Takaichi yang cenderung longgar akan memicu pembengkakan utang negara, sekaligus mempersulit langkah Bank of Japan (BOJ) dalam menaikkan suku bunga. Kekhawatiran ini mencerminkan dilema antara dorongan pertumbuhan ekonomi dan stabilitas fiskal.
Sebagai konsekuensinya, imbal hasil JGB jangka panjang melonjak drastis, mencapai rekor 3,285 persen pada awal September. Angka ini menandai level tertinggi sejak krisis keuangan global tahun 2008, menunjukkan tingkat ketidakpastian yang tinggi di pasar obligasi.
Dalam beberapa minggu terakhir menjelang pengumuman kemenangan definitif Takaichi, dinamika pasar sempat menunjukkan pergeseran. Momentum kenaikan Nikkei melambat, sementara JGB jangka panjang justru menguat (menandakan penurunan imbal hasil) karena pasar memberikan keunggulan pada pesaing LDP lainnya, menteri pertanian Shinjiro Koizumi. Selain itu, Takaichi juga tampak memoderasi beberapa pendiriannya—misalnya, dengan tidak lagi memasukkan pemotongan pajak penjualan dalam platformnya dan memilih bungkam mengenai rencana terkait Bank Jepang. Perubahan sentimen ini mengindikasikan sensitivitas pasar terhadap sinyal politik dan kebijakan.
Kondisi pasar yang bergejolak ini tercermin pada pergerakan mata uang Jepang. Yen, yang sebelumnya tertekan, mengakhiri perdagangan Jumat lalu pada posisi 147,44 per dolar. Angka ini menunjukkan kenaikan 1,4 persen selama seminggu, menjadikannya kenaikan paling tajam yang tercatat sejak pertengahan Mei. Pergerakan ini bisa jadi merupakan cerminan dari koreksi atau penyesuaian pasar terhadap fluktuasi dalam perlombaan kepemimpinan sebelum akhirnya Takaichi dinyatakan sebagai pemenang, di mana proyeksi awal pascakemenangan mengindikasikan pelemahan.
Terlepas dari berbagai gejolak pasar, dalam konferensi pers pertamanya setelah kemenangannya, Takaichi menyampaikan pesan penegasan. Ia menekankan komitmen pemerintah dan bank sentral untuk terus bekerja sama demi menjaga stabilitas ekonomi. Takaichi menyatakan keinginannya untuk mendorong inflasi yang sehat, yang didukung oleh kenaikan upah dan keuntungan perusahaan, bukan semata-mata karena tingginya harga impor. Pesan ini bertujuan untuk menenangkan pasar dan mengarahkan fokus pada pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
Ringkasan
Sanae Takaichi terpilih sebagai Perdana Menteri Jepang, memicu ekspektasi kenaikan saham Jepang karena kebijakan ekonominya yang ekspansif, mirip Abenomics. Investor merespons dengan agresif membeli saham, berharap pada stimulus ekonomi, yang mendorong indeks Nikkei 225 mencapai rekor tertinggi. Namun, yen dan obligasi pemerintah Jepang melemah karena kekhawatiran akan peningkatan utang negara.
Pasar obligasi pemerintah Jepang dan mata uang yen mengalami tekanan akibat kekhawatiran kebijakan fiskal Takaichi yang longgar dapat memicu pembengkakan utang dan mempersulit Bank of Japan menaikkan suku bunga. Takaichi menegaskan komitmen untuk menjaga stabilitas ekonomi dan mendorong inflasi yang didukung kenaikan upah dan keuntungan perusahaan.