JSMR: 5 Proyek Tol Andalan & Rekomendasi Saham Terbaru!

Shoesmart.co.id – JAKARTA. PT Jasa Marga Tbk (JSMR) menghadapi tantangan kinerja pada semester I – 2025 dengan mencatat penurunan signifikan. Namun, operator jalan tol terbesar di Indonesia ini telah menyiapkan serangkaian strategi agresif, mulai dari pemanfaatan teknologi mutakhir hingga fokus investasi pada proyek-proyek yang telah ada, demi mendongkrak performa perusahaan hingga akhir tahun.

Pada semester pertama 2025, Jasa Marga membukukan pendapatan sebesar Rp 12,9 triliun, menurun 1% secara tahunan (year on year/yoy). Laba bersih JSMR juga mengalami tekanan, anjlok 20,3% yoy menjadi Rp 1,87 triliun. Penurunan ini menjadi motivasi utama bagi perseroan untuk berinovasi dan mempercepat implementasi strategi yang telah dicanangkan.

Secara rinci, kontribusi pendapatan Jasa Marga berasal dari segmen tol sebesar Rp 8,78 triliun, disusul oleh pendapatan konstruksi Rp 3,46 triliun, dan pendapatan usaha lainnya yang mencapai Rp 695,52 miliar. Komposisi ini menunjukkan dominasi pendapatan dari operasional tol, yang menjadi inti bisnis JSMR.

Arief Machrus, seorang Analis dari Ina Sekuritas, menyoroti peran vital Jasa Marga sebagai operator 1.286 km jalan tol, yang merepresentasikan 43% dari total jalan tol di Indonesia. Ia mencatat bahwa lalu lintas harian rata-rata di tol Jasa Marga mencapai 3,5 juta kendaraan, dengan total akumulasi 637,3 juta kendaraan selama semester I – 2025. Arief menyatakan optimisme terhadap paruh kedua 2025, yang diproyeksikan akan didukung oleh peningkatan volume lalu lintas, penyesuaian tarif tol, serta pertumbuhan pendapatan non-tol, sebagaimana disampaikan dalam risetnya pada 8 Agustus 2025.

Jasa Marga Tutup Empat Pintu Tol untuk Perbaikan Jalan, Ini Daftarnya

Pemanfaatan teknologi menjadi pilar utama dalam upaya peningkatan kinerja Jasa Marga. Etta Rusdiana Putra, Analis Maybank Sekuritas, belum lama ini mengunjungi Pusat Komando Jalan Tol Jasa Marga di Bekasi. Ia mengamati bagaimana Jasa Marga secara aktif memanfaatkan teknologi canggih seperti CCTV/Lidar, internet, dan kecerdasan buatan (AI). Teknologi ini berperan penting dalam mengatur lalu lintas, melakukan pemantauan lalu lintas dan kecepatan secara real-time, serta mengenali jenis kendaraan dan plat nomor, yang secara signifikan meningkatkan efisiensi dan keamanan operasional jalan tol.

Jasa Marga juga mengidentifikasi truk ODOL (over dimension over loading) sebagai masalah utama yang mengakibatkan biaya pemeliharaan jalan yang lebih tinggi, bahaya keselamatan, serta kemacetan dan kecepatan rata-rata yang lebih rendah, yang pada akhirnya mengurangi potensi pertumbuhan volume lalu lintas. Untuk mengatasi ini, Jasa Marga memantau truk ODOL menggunakan teknologi WIM. Namun, penegakan hukum yang efektif membutuhkan integrasi data dengan pemerintah daerah (registrasi kendaraan) dan kepolisian. Etta menegaskan keyakinan bahwa kecepatan lalu lintas memiliki korelasi positif dengan pertumbuhan volume lalu lintas, seperti yang diungkapkan dalam risetnya pada 23 September 2025.

Dalam hal investasi, Jasa Marga saat ini lebih memilih untuk fokus pada lima proyek jalan tol yang sudah ada, antara lain Tol Solo – Yogyakarta – NYIA Kulonprogo, Tol Probolinggo – Banyuwangi, Tol Jakarta – Cikampek II Selatan, Tol Yogyakarta – Bawen, dan Tol Akses Patimban. Jasa Marga tidak memperkirakan adanya divestasi jalan tol oleh perusahaan konstruksi dalam waktu dekat, meskipun perseroan terbuka untuk menjadi operator jalan tol. Belanja modal (capital expenditure/capex) Jasa Marga tercatat mencapai Rp 5 triliun pada semester I – 2025, menunjukkan komitmen kuat pada pengembangan infrastruktur.

“Ke depannya, Jasa Marga lebih memilih proyek jalan tol brownfield daripada proyek greenfield, yang memiliki risiko proyek yang lebih rendah,” terang Etta. Strategi ini disambut positif oleh Head of Equity Research Kiwoom Sekuritas, Liza Camelia Suryanata. Menurut Liza, mengincar proyek brownfield, atau ruas yang sudah beroperasi, dinilai lebih menguntungkan karena risikonya lebih rendah dan arus kasnya dapat terealisasi lebih cepat.

Selain fokus pada proyek yang sudah ada dan preferensi brownfield, JSMR juga aktif menyiapkan program asset recycling. Program ini akan difokuskan pada ruas-ruas Tol Trans Jawa yang sudah mature, seperti Tol Jakarta–Cikampek II Elevated (MBZ). Langkah ini strategis untuk memperkuat neraca keuangan, menciptakan ruang untuk investasi baru, serta menjaga rasio utang agar tetap sehat. “Secara historis, strategi seperti ini terbukti lebih cepat memberi hasil dan memperkuat profitabilitas dibanding proyek baru (greenfield) yang butuh waktu lama sebelum menghasilkan pendapatan,” ujar Liza kepada Kontan, Selasa (7/10).

Liza menggarisbawahi beberapa sentimen penting yang perlu diperhatikan untuk mencermati kinerja JSMR ke depan. Ini mencakup realisasi stimulus fiskal akhir tahun (termasuk diskon transportasi), pembaruan jadwal dan keputusan tarif tol (pricing power), progres monetisasi aset atau asset recycling, serta potensi masuknya investor finansial atau Indonesia Investment Authority (INA). Selain itu, data trafik periode Natal dan Tahun Baru (Nataru) serta faktor cuaca dan operasional juga akan menjadi penentu. Liza juga mengingatkan bahwa basis laba semester I – 2025 yang lebih lemah (laba bersih turun 20,4% yoy) menuntut upaya “catch-up” yang signifikan di semester II – 2025.

Jasa Marga (JSMR) Buka Opsi Investasi di Ruas Tol Milik BUMN Karya

Tantangan lain yang perlu diperhatikan Jasa Marga, menurut Liza, adalah sensitivitas terhadap daya beli masyarakat, fluktuasi nilai tukar rupiah, dan pergerakan suku bunga. Risiko kebijakan pemerintah, ketepatan waktu penyesuaian tarif, serta potensi diskon sektoral juga bisa menekan yield jangka pendek. Meskipun demikian, prospek jangka panjang Jasa Marga tetap menjanjikan dengan strategi yang terukur.

Melihat potensi dan strategi ini, Etta memproyeksikan pendapatan usaha Jasa Marga tahun 2025 dapat mencapai Rp 19,94 triliun dan laba bersih sebesar Rp 3,81 triliun. Angka ini sedikit lebih rendah dibandingkan proyeksi laba bersih tahun 2024 yang membukukan pendapatan usaha Rp 18,72 triliun dan laba bersih Rp 4,53 triliun. Optimisme ini tercermin dalam rekomendasi para analis.

Etta dan Arief merekomendasikan Buy saham JSMR, dengan target harga masing-masing Rp 6.000 per saham dan Rp 5.850 per saham. Sementara itu, Liza merekomendasikan Accumulate Buy saham JSMR dengan target harga yang sedikit lebih konservatif, yakni di kisaran Rp 4.500 – Rp 4.600 per saham.

Ringkasan

PT Jasa Marga (JSMR) menghadapi penurunan kinerja pada semester I-2025 dengan penurunan pendapatan dan laba bersih. Perusahaan berupaya mendongkrak performa dengan memanfaatkan teknologi seperti CCTV/Lidar dan AI untuk meningkatkan efisiensi operasional dan memantau truk ODOL. Fokus investasi dialihkan ke lima proyek jalan tol yang sudah ada (brownfield) dan menerapkan program asset recycling pada ruas Tol Trans Jawa yang sudah mapan.

Analis merekomendasikan saham JSMR dengan rating “Buy” atau “Accumulate Buy,” menyoroti potensi pertumbuhan volume lalu lintas, penyesuaian tarif tol, dan pendapatan non-tol. Proyeksi pendapatan usaha JSMR tahun 2025 mencapai Rp 19,94 triliun dan laba bersih Rp 3,81 triliun, dengan target harga saham berkisar antara Rp 4.500 hingga Rp 6.000 per saham. Sentimen positif meliputi realisasi stimulus fiskal, progres monetisasi aset, dan potensi masuknya investor.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *