Shoesmart.co.id JAKARTA. Di tengah tren penguatan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dalam beberapa waktu terakhir, sejumlah saham-saham tertinggal atau laggard kini menunjukkan tanda-tanda pemulihan kinerja yang signifikan. Fenomena ini menarik perhatian investor di pasar modal.
Berdasarkan data dari Bursa Efek Indonesia (BEI), saham PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) berhasil mencatatkan kenaikan harga 2,32% dalam sebulan terakhir, mencapai level Rp 4.850 per saham pada Jumat (15/8). Sebelumnya, BMRI menduduki peringkat teratas saham laggard karena kinerjanya menyusut 14,91% year to date (ytd) atau sejak awal tahun, sekaligus berkontribusi sebesar 75,61 poin terhadap bobot IHSG.
Tak hanya BMRI, saham big caps lainnya seperti PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) juga melonjak 3,26% dalam sebulan terakhir, ditutup pada level Rp 8.700 per saham pada akhir pekan lalu. Saham laggard lain yang turut mengalami penguatan adalah PT Sumber Alfaria Trijaya Tbk (AMRT) dengan kenaikan tipis 0,44% ke level Rp 2.260 per saham dalam sebulan terakhir. Selain itu, saham PT Barito Renewables Energy Tbk (BREN) terkerek 9,38% menjadi Rp 8.750 per saham, dan saham PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk (GOTO) naik 6,90% ke level Rp 62 per saham dalam periode yang sama.
Namun, tidak semua saham laggard mengikuti tren positif ini. Saham PT Bayan Resources Tbk (BYAN) masih mengalami koreksi atau melemah 3,68% dalam sebulan terakhir, berada di level Rp 18.300 per saham.
Analis sekaligus VP Equity Retail Kiwoom Sekuritas Indonesia, Oktavinus Audi, berpandangan bahwa penguatan saham-saham berkapitalisasi besar yang berstatus laggard ini didorong oleh beberapa faktor kunci. Salah satunya adalah efek rebalancing indeks Morgan Stanley Capital International (MSCI) yang berlangsung pada Agustus 2025 dan FTSE Russel pada September mendatang, yang secara signifikan mendorong likuiditas serta eksposur investor global. Di samping itu, kesepakatan penundaan kebijakan tarif antara Amerika Serikat (AS) dan China selama 90 hari juga memicu optimisme pertumbuhan ekonomi global, termasuk bagi emerging market. Arus dana asing yang mencapai Rp 6,68 triliun di seluruh perdagangan dalam sepekan terakhir juga memberikan dampak positif, terutama karena investor asing banyak mengakumulasi saham-saham bank besar. “Kami menilai penguatan saham laggard tersebut mencerminkan faktor outlook pasar, mengingat kinerja fundamental beberapa emiten masih cenderung tertekan,” kata Audi, Senin (18/8).
Senada dengan itu, Investment Analis Infovesta Utama, Ekky Topan, menambahkan bahwa kenaikan saham big caps yang berstatus laggard dalam sebulan terakhir sejalan dengan tren positif kinerja IHSG yang tumbuh 8,02% pada periode yang sama. Menurutnya, hal ini sangat dipengaruhi oleh arus masuk dana asing pasca rebalancing MSCI, stabilnya nilai tukar rupiah, dan ekspektasi penurunan suku bunga acuan. “Selain itu, valuasi sejumlah saham papan atas laggard sudah berada di level yang relatif murah, sehingga cukup menarik bagi investor untuk mulai melakukan akumulasi,” imbuh Ekky, Senin (18/8).
Ekky berpendapat bahwa kenaikan harga saham-saham laggard yang terjadi saat ini baru berada di fase awal, sehingga masih ada potensi penguatan lanjutan hingga sisa paruh kedua 2025. Prospek ini tentu akan dipengaruhi oleh sejumlah faktor seperti kinerja keuangan kuartal III dan IV emiten, konsistensi arus dana asing, serta dukungan aksi korporasi dan kebijakan pemerintah di sektor-sektor strategis. Walau begitu, risiko eksternal seperti ketidakpastian geopolitik global tetap menjadi hal yang patut diwaspadai karena dapat berdampak pada aliran dana ke emerging market seperti Indonesia, sehingga turut memengaruhi kinerja saham laggard.
Audi juga meyakini bahwa kinerja positif harga saham laggard masih bisa berlanjut seiring relaksasi kebijakan moneter, dampak faktor eksternal seperti kebijakan tarif dan geopolitik yang relatif terbatas, stabilnya ekonomi makro nasional, hingga pemulihan harga komoditas. “Kami berpandangan potensi kembali terjadinya inflow dapat terjadi hingga akhir 2025,” tutur dia.
Dari sekian saham laggard, Audi merekomendasikan beli saham PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI), BMRI, dan AMRT dengan target harga masing-masing di level Rp 4.360 per saham, Rp 6.300 per saham, dan Rp 2.640 per saham. Dalam sebulan terakhir, saham BBRI sendiri telah naik 6,74% ke level Rp 4.120 per saham.
Di lain pihak, Ekky menyebut BBRI menjadi salah satu saham laggard yang prospektif dan berpotensi kembali menguat ke kisaran Rp 4.450 hingga Rp 5.000 per saham. Begitu juga dengan GOTO yang berpeluang melanjutkan tren kenaikan harga menuju level Rp 80 per saham. Saham BREN juga masih memiliki momentum kuat untuk melaju ke target lanjutan di area Rp 10.000 hingga Rp 10.600 per saham, meskipun volatilitasnya tergolong tinggi.
Secara umum, Ekky menegaskan bahwa penguatan saham laggard dapat menjadi momentum bagi investor untuk melakukan akumulasi, terutama pada emiten big caps yang memiliki fundamental kuat. Namun, investor disarankan untuk tetap menyiapkan strategi investasi yang hati-hati. Sebab, saham-saham yang naik karena euforia semata, seperti BREN, berpotensi terkoreksi kembali setelah hype-nya mereda. “Oleh karena itu, strategi buy on weakness jauh lebih bijak diterapkan, sehingga investor bisa masuk di harga lebih menarik tanpa mengejar reli yang terlalu cepat,” pungkas Ekky.
Ringkasan
Sejumlah saham laggard di IHSG menunjukkan tanda pemulihan, seperti BMRI dan BBCA yang mencatatkan kenaikan signifikan dalam sebulan terakhir. Penguatan ini didorong oleh faktor seperti rebalancing indeks MSCI dan FTSE Russel, kesepakatan penundaan tarif AS-China, serta arus dana asing ke saham-saham bank besar.
Analis merekomendasikan pembelian saham BBRI, BMRI, dan AMRT, dengan target harga tertentu. Investor disarankan untuk berhati-hati dan menerapkan strategi buy on weakness, mengingat beberapa saham mungkin naik karena euforia semata dan berpotensi terkoreksi kembali.