Dalam beberapa pekan terakhir, gejolak di pasar modal tak hanya diwarnai dinamika harga saham, namun juga serangkaian aksi korporasi berupa pembelian kembali saham atau yang lebih dikenal dengan istilah buyback saham. Fenomena ini menarik perhatian, salah satunya dari emiten teknologi raksasa, PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk. (GOTO). Dilaporkan, GoTo telah merealisasikan buyback saham sebesar Rp2,09 triliun dalam periode 12 Juni 2024 hingga 11 Juni 2025.
Keputusan perusahaan untuk melaksanakan buyback tentu didasari oleh berbagai pertimbangan strategis. Tujuannya beragam, mulai dari upaya memperbaiki rasio keuangan, mengurangi likuiditas saham yang beredar, hingga mempersiapkan cadangan modal untuk kebutuhan mendatang, bahkan sebagai bonus bagi karyawan. Lalu, apa sebenarnya motivasi di balik langkah korporasi ini dan bagaimana cara perusahaan melakukannya? Simak ulasan lengkapnya berikut ini.
Tujuan Perusahaan Melakukan Buyback
Seperti telah disebutkan, buyback pada dasarnya adalah pembelian kembali saham yang sebelumnya telah beredar di publik. Aksi korporasi ini digerakkan oleh berbagai motivasi utama dari sebuah perusahaan, yang kesemuanya bertujuan untuk mengoptimalkan nilai bagi perusahaan dan pemegang saham.
1. Meningkatkan Rasio Keuangan
Salah satu alasan paling umum di balik aksi buyback saham adalah untuk memperbaiki dan meningkatkan rasio keuangan perusahaan agar terlihat lebih atraktif di mata investor. Dengan berkurangnya jumlah saham yang beredar di pasar, rasio earning per share (EPS) perusahaan secara otomatis akan meningkat. Peningkatan EPS ini seringkali diinterpretasikan sebagai indikator kinerja yang lebih baik.
Namun, penting bagi investor untuk cermat. Jika buyback hanya bertujuan semata-mata untuk memoles rasio tanpa disertai peningkatan keuntungan riil bagi pemegang saham, hal ini bisa menjadi sinyal adanya potensi kelemahan dalam manajemen perusahaan. Mengingat EPS merupakan salah satu indikator fundamental kesehatan finansial, keputusan buyback hanya demi memperbaiki angka tanpa fondasi yang kuat perlu diwaspadai.
2. Mengurangi Likuiditas Saham
Tujuan lain dari pembelian kembali saham adalah untuk mengelola dan mengurangi likuiditas saham perusahaan di pasar. Saham yang terlalu banyak beredar seringkali cenderung sulit mengalami peningkatan harga yang signifikan. Oleh karena itu, dengan mengurangi jumlah saham beredar, perusahaan berharap dapat menjaga kestabilan dan mendorong apresiasi harga saham.
Proses ini umumnya dilakukan dengan membeli kembali saham dari pasar dan kemudian menghapusnya (amortisasi) atau menyimpannya. Dengan berkurangnya kepemilikan saham oleh publik, likuiditas pasar dapat lebih terjaga, sehingga harga saham berpotensi lebih mudah bergerak ke atas.
3. Mempersiapkan Cadangan Modal
Tidak jarang, aksi buyback saham juga dilakukan sebagai strategi untuk mempersiapkan cadangan modal perusahaan di masa depan. Saham yang dibeli kembali dari publik ini akan disimpan sebagai saham treasury. Saham ini tidak dihitung sebagai saham beredar dan tidak memiliki hak suara atau dividen.
Saham treasury ini dapat menjadi aset strategis. Perusahaan memiliki opsi untuk menjual kembali saham tersebut saat harga pasar sedang dalam tren kenaikan, sehingga berpotensi memperoleh capital gain yang signifikan di kemudian hari. Ini juga bisa menjadi sumber modal tambahan tanpa perlu menerbitkan saham baru.
Cara Perusahaan Menjalankan Aksi Buyback
Untuk merealisasikan pembelian kembali saham dari publik, perusahaan memiliki dua metode utama yang umum digunakan, yaitu melalui tender offer atau dengan membeli di open market. Kedua cara ini memiliki karakteristik dan implikasi yang berbeda bagi perusahaan maupun pemegang saham.
Mengutip sumber terpercaya seperti ocbcnisp.com, berikut adalah penjelasan lebih rinci mengenai perbedaan antara dua cara buyback tersebut:
1. Tender Offer
Melalui metode tender offer, perusahaan secara resmi mengajukan penawaran kepada pemegang saham untuk membeli kembali saham mereka. Dalam penawaran ini, pemegang saham diberikan opsi untuk menjual seluruh atau sebagian saham yang mereka miliki dalam jangka waktu tertentu, seringkali dengan harga yang lebih tinggi dari harga pasar saat ini.
Harga pembelian akan ditetapkan oleh perusahaan, yang umumnya lebih premium dari harga pasar reguler. Bagi pemegang saham yang tertarik, mereka dapat mendaftarkan diri dan menentukan berapa jumlah saham yang ingin mereka jual. Apabila jumlah saham yang ditawarkan oleh pemegang saham melebihi kebutuhan perusahaan, maka prioritas pembelian biasanya akan diberikan kepada penawaran dengan harga yang paling menarik atau sesuai kriteria yang ditetapkan perusahaan.
2. Open Market
Metode open market melibatkan pembelian kembali saham langsung dari pasar terbuka, di mana harga yang berlaku disesuaikan dengan fluktuasi harga di pasar reguler. Dengan melakukan buyback di open market, perusahaan cenderung menghadapi risiko kerugian yang lebih kecil dibandingkan tender offer karena pembelian dilakukan pada harga pasar yang berlaku.
Pengumuman aksi buyback di open market seringkali memicu kenaikan harga saham. Hal ini disebabkan oleh meningkatnya permintaan secara signifikan di pasar reguler setelah adanya informasi buyback. Perusahaan yang memilih cara ini biasanya telah memiliki rencana jangka panjang dan bahkan program buyback yang terjadwal. Sumber pendanaan untuk buyback melalui open market dapat berasal dari kas internal perusahaan, arus kas operasional, atau bahkan melalui pengambilan utang.
Pengaruh Buyback bagi Pemegang Saham
Bagi sebuah perusahaan yang berstatus terbuka (Tbk), setiap pemegang saham memiliki hak untuk berpartisipasi dalam keuntungan perusahaan. Dalam konteks ini, aksi buyback yang dilakukan perusahaan menjadi elemen penting dalam pertimbangan pemegang saham untuk mengoptimalkan investasinya.
Mengutip finansialku.com, ketika sebuah perusahaan membeli kembali saham yang beredar di publik, jumlah saham yang beredar akan berkurang, dan secara otomatis, laba per saham (EPS) akan meningkat. Bagi pemegang saham yang memutuskan untuk tidak menjual sahamnya, langkah ini berarti persentase kepemilikan mereka di perusahaan akan meningkat, yang pada gilirannya dapat menghasilkan EPS yang lebih tinggi di masa depan.
Sementara itu, bagi pemegang saham yang memilih untuk menjual sahamnya, mereka memiliki kesempatan untuk merealisasikan keuntungan sesuai dengan harga yang diinginkan atau harga yang ditawarkan oleh perusahaan. Dari sudut pandang investor di pasar modal, aksi buyback juga dapat diartikan sebagai sinyal positif bahwa perusahaan tidak memiliki masalah dengan arus kas. Ini menunjukkan perusahaan memiliki akses terhadap kelebihan dana tunai yang dapat dialokasikan secara strategis.
Investor cenderung merasa lebih aman dan yakin ketika mengetahui bahwa perusahaan menggunakan kelebihan kas tersebut untuk memberikan nilai kembali kepada pemegang saham, daripada menginvestasikannya pada aset lain yang mungkin memiliki risiko atau imbal hasil yang belum pasti. Dengan demikian, buyback saham seringkali menjadi indikator kesehatan finansial dan kepercayaan diri manajemen terhadap prospek perusahaan di masa mendatang.