Pasar keuangan global kembali diwarnai oleh nada peringatan keras dari investor kawakan sekaligus penulis buku laris Rich Dad Poor Dad, Robert Kiyosaki. Dalam pernyataan terbarunya di platform X, Kiyosaki secara tegas mengumumkan bahwa indikator kehancuran pasar saham Amerika Serikat kini “berkedip merah terang,” menandakan potensi gejolak besar di depan.
Di tengah ancaman krisis keuangan yang ia prediksi, Kiyosaki justru menggandakan investasinya di Bitcoin. Ia meyakini bahwa aset kripto tersebut, bersama dengan emas dan perak, akan menjadi penyelamat utama di tengah badai ekonomi yang akan datang. “Indikator crash pasar saham sedang memperingatkan keruntuhan besar. Kabar baik bagi pemilik emas, perak, dan Bitcoin. Kabar buruk bagi baby boomer dengan 401(k),” tulisnya, dikutip Senin (18/8).
Kiyosaki secara spesifik memperingatkan para pensiunan yang menggantungkan masa depan finansial pada instrumen tradisional seperti saham atau reksa dana. Menurutnya, mereka akan menghadapi risiko besar jika koreksi pasar benar-benar terjadi. Sebaliknya, ia memandang emas, perak, dan Bitcoin sebagai bentuk “uang nyata” yang memiliki ketahanan luar biasa terhadap dampak inflasi dan potensi kejatuhan mata uang fiat. Baginya, ketiga aset ini adalah benteng pertahanan di masa ketidakpastian.
Tak hanya itu, prediksi Bitcoin Kiyosaki mencapai angka fantastis: USD 1 juta, atau setara Rp 16,3 miliar per koin. Lonjakan harga ini diyakininya akan terjadi seiring dengan semakin melemahnya kepercayaan publik terhadap sistem keuangan tradisional dan meningkatnya ketergantungan pemerintah Amerika Serikat pada utang serta pencetakan uang yang tak terkendali. Ia pun menjuluki Bitcoin sebagai “uang milik rakyat” karena sifatnya yang desentralistik dan tidak dikendalikan oleh bank sentral maupun pemerintah, menjadikannya strategi lindung nilai yang vital di tengah ketidakstabilan global.
Di sisi lain, sentimen positif terhadap Bitcoin kian menguat menjelang kuartal keempat (Q4) 2025. Data historis menunjukkan bahwa Q4 adalah “musim panen” bagi Bitcoin, dengan rata-rata kenaikan mencapai 85% dalam 12 tahun terakhir. Bahkan, pada tahun-tahun tertentu seperti 2017, 2020, dan 2013, harga Bitcoin melonjak drastis masing-masing sebesar 215%, 168%, dan 479% di kuartal akhir.
Untuk kinerja tahun ini, Bitcoin mencatat pergerakan yang bervariasi: naik 9,29% di Januari, kemudian turun 17,39% di Februari. Namun, aset kripto ini berhasil bangkit secara bertahap hingga Juli dengan kenaikan 8,13%. Per 17 Agustus, Bitcoin telah membukukan kenaikan 1,83%, menambah potensi penutupan kuartal ketiga dengan hasil yang positif.
Jika pola historis ini berlanjut, November dan Desember berpotensi menjadi bulan-bulan paling menguntungkan bagi Bitcoin, dengan rata-rata pertumbuhan bulanan masing-masing 46% dan 4,7%. Dengan ancaman krisis ekonomi yang disuarakan Kiyosaki dan prospek kuartal akhir yang secara historis menjanjikan, kombinasi kedua faktor ini berpotensi menjadi bahan bakar tambahan yang signifikan untuk reli Bitcoin ke depan. Dengan demikian, baik dari sudut pandang investor konservatif seperti Kiyosaki maupun dari analisis pola pergerakan pasar, Bitcoin semakin dipandang bukan sekadar spekulasi, melainkan bagian integral dari strategi lindung nilai dalam menghadapi potensi badai ekonomi global.
Ringkasan
Robert Kiyosaki memperingatkan bahwa pasar saham Amerika Serikat menunjukkan indikasi “berkedip merah terang,” menandakan potensi crash. Menghadapi prediksi krisis keuangan, Kiyosaki justru meningkatkan investasinya pada Bitcoin, emas, dan perak. Ia meyakini aset-aset tersebut akan menjadi penyelamat di tengah badai ekonomi dan ketidakstabilan nilai mata uang fiat.
Kiyosaki memprediksi harga Bitcoin akan mencapai USD 1 juta, seiring dengan melemahnya kepercayaan terhadap sistem keuangan tradisional. Data historis menunjukkan bahwa kuartal keempat (Q4) cenderung menjadi periode yang menguntungkan bagi Bitcoin. Kiyosaki memandang Bitcoin sebagai “uang milik rakyat” dan bagian integral dari strategi lindung nilai dalam menghadapi potensi badai ekonomi global.