Shoesmart.co.id JAKARTA. PT Integra Indocabinet Tbk (WOOD) berhasil menjaga momentum pertumbuhan kinerjanya pada paruh pertama tahun 2025. Penjualan bersih WOOD tercatat tumbuh tipis 0,69% secara tahunan (YoY), meningkat dari Rp 1,44 triliun menjadi Rp 1,45 triliun hingga akhir Juni 2025.
Namun, di balik pertumbuhan penjualan, WOOD menghadapi tantangan kenaikan beban pokok penjualan yang lebih signifikan, yakni sebesar 2,75%, mencapai Rp 1,12 triliun di periode yang sama. Akibatnya, perolehan laba bruto WOOD sedikit tertekan, menurun 6,35% YoY dari Rp 347,22 miliar menjadi Rp 325,14 miliar hingga Juni 2025.
Meskipun demikian, perseroan menunjukkan disiplin dalam pengelolaan biaya dengan berhasil memangkas beban usaha sebesar 5,03% YoY menjadi Rp 152,37 miliar. Meski demikian, upaya ini belum mampu sepenuhnya mengangkat laba usaha WOOD yang tetap mengalami penurunan 7,50% YoY, dari Rp 186,77 miliar menjadi Rp 172,76 miliar.
Di sisi lain, penurunan beban keuangan dan beban pajak penghasilan, diimbangi dengan kenaikan penghasilan bunga serta peningkatan dari pos lain-lain bersih, menjadi kunci pendorong laba. Alhasil, laba tahun berjalan WOOD justru mampu terkerek naik 5,16% YoY, dari Rp 79,03 miliar menjadi Rp 83,11 miliar.
Integra (WOOD) Tetap Kejar Pertumbuhan Kinerja Dobel Digit Meski Ada Tarif Trump
Secara bottom line, PT Integra Indocabinet Tbk (WOOD) membukukan laba bersih sebesar Rp 86,59 miliar pada semester I-2025. Angka ini menunjukkan peningkatan 3,29% dibandingkan laba tahun berjalan yang dapat diatribusikan kepada pemilik perusahaan, yang pada semester I-2024 sebesar Rp 83,83 miliar.
Investor Relations Integra Indocabinet, Ravenal Arvense, menjelaskan bahwa WOOD berhasil mencetak kenaikan marjin bersih dari 5,5% pada semester I-2024 menjadi 5,7%. Perolehan laba operasional WOOD sebesar Rp 172,8 miliar ini menunjukkan pengelolaan biaya yang disiplin di tengah perubahan komposisi produk dan tekanan makro ekonomi global. Sementara itu, marjin kotor WOOD mengalami penurunan secara tahunan dari 24,1% menjadi 22,4%, seiring dengan meningkatnya kontribusi dari produk building component yang lebih berorientasi pada volume namun memiliki marjin yang lebih rendah.
Ravenal memaparkan, segmen manufaktur ekspor tetap menjadi pendorong utama pertumbuhan kinerja WOOD. Pendapatan ekspor perseroan tercatat naik 1,3% YoY menjadi Rp 1,44 triliun. Ekspor building components, yang mendapatkan pengecualian tarif Amerika Serikat (AS) berdasarkan Annex II, mengalami pertumbuhan signifikan sebesar 23,2% YoY menjadi Rp 1,26 triliun di semester I-2025. Segmen ini kini menyumbang lebih dari 87% dari total pendapatan manufaktur ekspor, mencerminkan ketahanan berkelanjutan dari lini produk inti WOOD di tengah volatilitas global.
Integra (WOOD) Tunggu Kejelasan Tarif Trump, Sambil Terus Memacu Diversifikasi Ekspor
Di sisi lain, pendapatan ekspor furnitur justru menurun tajam 55,1% YoY. Hal ini terutama disebabkan oleh tekanan tarif di pasar AS karena produk furnitur tidak termasuk dalam pengecualian tarif di Annex II. Meskipun demikian, Ravenal menyampaikan bahwa penjualan terbaru menunjukkan tanda-tanda pemulihan yang menjanjikan, didukung oleh strategi penjualan langsung ke konsumen.
“Terlepas dari tekanan makro ekonomi dan tarif untuk produk tertentu, Perseroan terus membangun momentum melalui bisnis ekspor inti dan upaya diversifikasi, sehingga memposisikan diri untuk kinerja yang lebih kuat di semester kedua,” ungkap Ravenal dalam rilis yang diterima Kontan.co.id, Senin (4/8/2025).
Sejalan dengan pertumbuhan signifikan penjualan furnitur melalui platform e-commerce di AS tahun lalu, PT Integra Indocabinet Tbk (WOOD) telah meluncurkan dua dari empat merek furnitur yang direncanakan untuk platform e-commerce. WOOD memperkirakan momentum penjualan akan terus meningkat seiring meningkatnya kesadaran pasar dan mulai tercapainya efisiensi dari strategi direct-to-market. Ravenal menambahkan, strategi diversifikasi WOOD yang dimulai akhir 2024 juga mulai menunjukkan hasil nyata. Pada Juni 2025, WOOD berhasil menyelesaikan pengiriman pertama produk flooring ke Eropa senilai sekitar US$ 1 juta melalui kemitraan strategis, menargetkan pasar impor Eropa yang bernilai US$ 8,1 miliar per tahun.
Ravenal berharap pengiriman tambahan akan terus meningkat dalam beberapa bulan mendatang. Produksi outdoor furniture berbahan aluminium dijadwalkan akan dimulai pada bulan Agustus 2025, dengan pengiriman perdana direncanakan pada awal September. “Sementara itu, WOOD juga tengah mempersiapkan ekspor ke Timur Tengah, di mana pasar impor tahunannya diperkirakan mencapai US$ 6,8 miliar, yang akan semakin memperluas pasar Perseroan,” ungkap Ravenal.
Pada periode paruh kedua tahun 2025, Ravenal mengklaim bahwa WOOD memiliki momentum kuat dari bisnis ekspor inti serta kontribusi yang kian meningkat dari lini produk dan pasar baru. Tarif resiprokal yang diberlakukan oleh AS terhadap produk Indonesia kini ditetapkan sebesar 19%, memberikan keunggulan dibandingkan negara pesaing utama. Sebagai perbandingan, Vietnam, eksportir furnitur kayu terbesar ke AS, dikenakan tarif 20%, sementara barang yang dikirim ulang (transshipment) melalui Vietnam dikenakan tarif lebih tinggi sebesar 40%. Hal ini diproyeksikan dapat semakin memperkuat daya saing Indonesia dan PT Integra Indocabinet Tbk (WOOD).
Dengan upaya diversifikasi yang mulai membuahkan hasil, WOOD mengharapkan kontribusi yang lebih besar dari lini produk baru. Persiapan ekspor ke Timur Tengah juga terus berlangsung untuk memperluas jangkauan pasar WOOD. “Perseroan tetap fokus pada eksekusi, pengembangan inisiatif baru, serta adaptasi terhadap dinamika makro ekonomi dan perdagangan global guna memastikan kinerja yang berkelanjutan,” tandas Ravenal.
Ringkasan
PT Integra Indocabinet Tbk (WOOD) mencatatkan pertumbuhan penjualan tipis sebesar 0,69% pada semester I-2025, mencapai Rp 1,45 triliun. Laba bersih perusahaan juga mengalami peningkatan sebesar 3,29% menjadi Rp 86,59 miliar. Kenaikan ini didorong oleh peningkatan pendapatan ekspor, terutama dari segmen building components yang mengalami pertumbuhan signifikan sebesar 23,2%.
Meskipun demikian, WOOD menghadapi tantangan berupa kenaikan beban pokok penjualan dan penurunan pendapatan ekspor furnitur akibat tarif di pasar AS. Perusahaan merespons dengan strategi diversifikasi, termasuk peluncuran merek furnitur e-commerce dan ekspansi ke pasar Eropa dan Timur Tengah. WOOD juga diuntungkan dengan tarif resiprokal AS terhadap Indonesia yang lebih rendah dibandingkan Vietnam, sehingga meningkatkan daya saingnya.