
Shoesmart.co.id , JAKARTA – Laju reli saham di Wall Street mendadak terhenti, mengisyaratkan kekhawatiran baru di pasar global. Pemicunya adalah laporan laba dari perusahaan kecerdasan buatan (AI) Palantir Technologies Inc. yang gagal memenuhi ekspektasi investor. Situasi ini diperparah dengan peringatan dari sejumlah pimpinan bank investasi terkemuka Wall Street mengenai potensi koreksi harga saham akibat valuasi yang dinilai sudah terlalu tinggi.
Dikutip dari Bloomberg, Selasa (4/11/2025), sentimen negatif ini langsung terasa di pasar keuangan. Kontrak berjangka indeks S&P 500 anjlok sekitar 1% setelah indeks acuan tersebut hanya menguat tipis pada perdagangan sebelumnya, padahal lebih dari 300 komponennya justru melemah. Senada, futures Nasdaq 100 terperosok 1,3%, sementara saham Palantir sendiri melemah lebih dari 4% pada perdagangan setelah jam bursa. Penurunan ini mencerminkan kekhawatiran atas tingginya valuasi saham Palantir pasca reli yang memecahkan rekor. Dampaknya meluas, dengan pasar Eropa juga diperkirakan akan dibuka di zona merah.
Guncangan pasar juga terasa di Asia, di mana bursa regional mencatat koreksi sekitar 1%. Sektor teknologi memimpin penurunan terbesar sejak September, menandai kerentanan di tengah gejolak global. Bahkan, regulator pasar Korea Selatan terpaksa mengeluarkan peringatan investasi terhadap saham SK Hynix Inc. setelah mencatat reli fantastis mencapai 240%.
: Harga Emas Hari Ini Selasa, 4 November 2025 di Pasar Spot
Sementara itu, indeks dolar bergerak datar setelah penguatan empat hari beruntun, tetap bertahan di level tertinggi sejak Agustus. Stabilitas dolar ini muncul di tengah sinyal kebijakan yang beragam dari pejabat Federal Reserve (The Fed). Ketua The Fed, Jerome Powell, pekan lalu menegaskan bahwa penurunan suku bunga pada Desember “bukanlah sesuatu yang pasti”, menambah ketidakpastian di kalangan investor.
Di forum keuangan bergengsi di Hong Kong, kekhawatiran serupa disuarakan oleh para eksekutif papan atas. CEO Morgan Stanley, Ted Pick, dan CEO Goldman Sachs, David Solomon, termasuk di antara mereka yang memperingatkan potensi aksi jual besar di pasar. Mereka menyoroti penguatan lebih dari 40% pada indeks S&P 500 sejak titik terendah April, yang didorong oleh reli saham teknologi berbasis AI. Reli signifikan ini memicu kecemasan serius atas valuasi yang dinilai semakin mahal dan tidak berkelanjutan.
: : Investor Asing Kembali Masuk Pasar Saham Indonesia
“Pendapatan korporasi dinilai masih kuat, namun yang menantang adalah valuasi,” ujar Mike Gitlin, Presiden dan CEO Capital Group, menegaskan kembali kekhawatiran utama pasar saat ini.
Meskipun demikian, Palantir mencatat tekanan signifikan meskipun perusahaan telah meningkatkan proyeksi pendapatan tahunan menjadi US$4,4 miliar dan melampaui ekspektasi pasar pada kuartal III. Saham perusahaan telah melonjak lebih dari 150% sepanjang tahun hingga menyentuh rekor US$207,18 pada perdagangan Senin, dengan rasio harga terhadap penjualan (P/S) mencapai 85 – nilai tertinggi di indeks S&P 500. Angka-angka impresif ini justru menjadi pedang bermata dua, memicu ekspektasi yang sangat tinggi di pasar.
: : Emiten Sandiaga Uno (SRTG) Berbalik Rugi Rp2,43 Triliun per Kuartal III/2025
Mandeep Singh, analis dari Bloomberg Intelligence, menyebut investor kini menanti panduan lebih luas untuk tahun 2026. Sementara itu, Charu Chanana, kepala strategi investasi Saxo Markets, menilai reaksi pasar pasca-laporan Palantir menunjukkan betapa tingginya ekspektasi di sektor AI. “Penurunan kecil pasca-pencetakan lebih mencerminkan ekspektasi yang tinggi daripada fundamental,” jelasnya, menyoroti sentimen pasar yang sensitif.
Mark Cranfield, ahli strategi Bloomberg, menambahkan bahwa investor memerlukan sinyal baru untuk menghidupkan kembali kepercayaan pada tren bullish pasar, mengingat konsentrasi kepemimpinan pasar yang semakin sempit, terutama di sektor teknologi.
Di Amerika Serikat, ketidakpastian kebijakan moneter semakin meningkat menyusul pernyataan berbeda dari pejabat Federal Reserve. Presiden The Fed Chicago, Austan Goolsbee, menekankan kekhawatiran terhadap inflasi. Sebaliknya, Gubernur Lisa Cook melihat risiko pelemahan pasar tenaga kerja lebih besar daripada ancaman inflasi yang meningkat. Sementara itu, Presiden The Fed San Francisco, Mary Daly, menyatakan pejabat harus “berpikiran terbuka” terkait kemungkinan pemotongan suku bunga pada Desember.
Sebagai penegas kondisi moneter, Gubernur Stephen Miran menambahkan bahwa kebijakan moneter masih bersifat ketat. Data ekonomi AS juga tidak mendukung, dengan aktivitas manufaktur tercatat berkontraksi delapan bulan beruntun pada Oktober, menunjukkan perlambatan ekonomi yang persisten.
“Dengan melemahnya data AS dan pejabat Fed yang tetap mempertahankan opsi kebijakan, investor menilai kembali posisi mereka alih-alih mengejar risiko,” ujar Billy Leung, ahli strategi Global X Management, menyimpulkan suasana kehati-hatian yang mendominasi pasar saat ini.
—
Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.
Ringkasan
Wall Street mengalami koreksi harga saham akibat kekhawatiran valuasi yang dinilai terlalu tinggi, dipicu oleh laporan laba Palantir Technologies Inc. yang mengecewakan. Sentimen negatif ini diperparah dengan peringatan dari sejumlah pimpinan bank investasi terkemuka terkait potensi aksi jual di pasar, mengingat penguatan signifikan pada indeks S&P 500 yang didorong oleh reli saham teknologi berbasis AI.
Koreksi pasar juga terasa di Asia dan Eropa, dengan sektor teknologi memimpin penurunan. Sementara itu, indeks dolar bergerak datar di tengah ketidakpastian kebijakan moneter dari Federal Reserve. Investor kini bersikap hati-hati dan menunggu sinyal baru untuk memulihkan kepercayaan pada tren bullish pasar.