IHSG Anjlok! The Fed Tunda Suku Bunga, Pasar Panik?

JAKARTA – Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia (BEI) harus mengakhiri perdagangan Selasa (4/11/2025) sore dengan tekanan, ditutup melemah signifikan seiring ekspektasi pasar yang menguat mengenai penundaan pemangkasan lanjutan suku bunga acuan oleh The Fed. IHSG tergelincir 33,17 poin atau 0,40 persen, mendarat di level 8.241,91. Senada, indeks kelompok 45 saham unggulan, LQ45, juga terkoreksi 2,14 poin atau 0,25 persen menuju posisi 841,84.

Penurunan IHSG ini tak lepas dari bayang-bayang inflasi yang persisten atau dikenal sebagai ‘stick inflation’ di Amerika Serikat. Menurut Senior Investment Information Mirae Asset Sekuritas, Nafan Aji Gusta, kondisi ini mendorong The Fed untuk berpotensi menunda pelonggaran kebijakan moneter melalui pemangkasan suku bunga Fed Funds Rate (FFR). Rencana awal yang diproyeksikan pada Desember tahun ini, kini diperkirakan akan dimundurkan hingga Januari tahun depan, demikian disampaikan Nafan di Jakarta.

Sebelumnya, dalam rapat Federal Open Market Committee (FOMC) pada 29 Oktober 2025, The Fed memang telah memangkas suku bunga acuan sebesar 25 basis poin (bps), menurunkannya ke kisaran 3,75-4 persen. Namun, pernyataan Ketua The Fed Jerome Powell yang menegaskan belum adanya kepastian untuk pemangkasan lanjutan, menambah keraguan di pasar. Pertemuan FOMC berikutnya yang dijadwalkan pada 9-10 Desember 2025 akan menjadi sorotan utama bagi pelaku pasar untuk mencari petunjuk lebih lanjut.

Selain faktor kebijakan moneter AS, Nafan juga menyoroti sentimen negatif dari arena internasional lainnya, yaitu dinamika government shutdown atau penutupan pemerintahan di Amerika Serikat. Situasi yang berlarut-larut ini tidak hanya menciptakan ketidakpastian, tetapi juga berpotensi tercatat sebagai government shutdown terlama dalam sejarah AS, memberikan tekanan tambahan pada pasar saham global, termasuk IHSG.

Dari dalam negeri, sentimen pasar turut terpukul oleh minimnya katalis positif dari data makroekonomi domestik yang mampu memberikan dorongan signifikan bagi IHSG. Di sisi lain, eskalasi geopolitik yang terus berlangsung di berbagai belahan dunia turut memengaruhi psikologi pelaku pasar, mendorong mereka untuk bersikap lebih hati-hati atau prudent dalam mengambil keputusan investasi.

Meskipun sempat dibuka menguat dan bertahan di zona positif hingga penutupan sesi pertama perdagangan, IHSG tak mampu mempertahankan momentum. Pada sesi kedua, tekanan jual kian mendominasi, menyeret indeks ke zona merah dan betah di sana hingga bel perdagangan ditutup.

Melihat pergerakan sektoral, berdasarkan Indeks Sektoral IDX-IC, hanya satu sektor yang berhasil menguat di tengah sentimen negatif pasar. Sebaliknya, sepuluh sektor lainnya kompak mengalami pelemahan. Sektor properti menjadi yang paling tertekan, anjlok dalam sebesar 2,43 persen, diikuti oleh sektor barang baku yang terkoreksi 1,96 persen, dan sektor kesehatan yang turun 1,17 persen.

Di tengah gejolak pasar, beberapa saham mampu mencetak kenaikan signifikan, dengan CINT, FPNI, PTSP, ATIC, dan UVCR menjadi daftar teratas penguatan. Sebaliknya, KBLV, RISE, KDTN, ASLI, dan AEGS terdaftar sebagai saham-saham yang mengalami pelemahan paling tajam. Aktivitas perdagangan saham tercatat semarak dengan 2.344.670 kali transaksi, melibatkan 28,53 miliar lembar saham, senilai total Rp19,43 triliun. Dari keseluruhan saham yang diperdagangkan, 207 saham menguat, 439 saham melemah, dan 165 saham stagnan.

Sentimen negatif tak hanya melanda pasar saham domestik, namun juga merambat ke bursa regional Asia sore itu. Indeks Nikkei Jepang anjlok 840,34 poin atau 1,60 persen ke 51.571,00, sementara indeks Hang Seng Hong Kong terkoreksi 205,96 poin atau 0,79 persen ke 25.952,40. Di daratan Tiongkok, indeks Shanghai melemah 16,33 poin atau 0,41 persen ke 3.960,19, dan indeks Strait Times Singapura juga tidak luput dari tekanan, ditutup turun 26,32 poin atau 0,59 persen ke 4.418,01.

Ringkasan

IHSG mengalami penurunan signifikan sebesar 0,40% ke level 8.241,91, dipicu oleh ekspektasi penundaan pemangkasan suku bunga oleh The Fed akibat inflasi yang persisten di AS. Penundaan ini diperkirakan memundurkan proyeksi pemangkasan Fed Funds Rate (FFR) dari Desember menjadi Januari. Selain itu, sentimen negatif juga datang dari potensi government shutdown terlama di AS dan minimnya katalis positif dari data makroekonomi domestik.

Hanya satu sektor yang menguat, sementara sepuluh sektor lainnya melemah, dengan sektor properti mengalami penurunan terbesar. Pasar saham regional Asia juga mengalami penurunan, termasuk Nikkei Jepang, Hang Seng Hong Kong, Shanghai, dan Strait Times Singapura. Aktivitas perdagangan saham di BEI tercatat ramai dengan nilai transaksi mencapai Rp19,43 triliun.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *