JAKARTA – Kinerja PT Waskita Karya Tbk (WSKT) masih dihantui awan kelabu, menyisakan ketidakpastian bagi kesehatan perusahaan dan nasib para investor ritelnya. Per September 2025, perusahaan konstruksi pelat merah ini membukukan rugi bersih WSKT sebesar Rp 3,17 triliun, meningkat 5,74% dari kerugian Rp 3 triliun yang diatribusikan kepada pemilik perusahaan pada periode yang sama tahun 2024.
Tak hanya kerugian yang membengkak, pendapatan usaha WSKT juga mengalami penurunan signifikan. Tercatat Rp 5,28 triliun per kuartal III 2025, angka ini merosot 22,08% dibandingkan Rp 6,78 triliun pada kuartal yang sama tahun sebelumnya.
Dalam hal perolehan proyek, WSKT mencatatkan nilai kontrak baru sebesar Rp 5,6 triliun sepanjang Januari hingga Oktober 2025. Jumlah ini menurun dari Rp 6,8 triliun pada Oktober 2024, dengan dominasi proyek Sumber Daya Air (SDA) dalam portofolio kontrak barunya.
Di tengah tantangan tersebut, Waskita Karya masih berhasil mengamankan beberapa proyek strategis. Terbaru, perusahaan mendapatkan proyek Paket Pekerjaan Konstruksi Karian Dam-Serpong Conveyance System (KSCS) Project Package 1 senilai Rp484,3 miliar. Sebelumnya, WSKT juga menggarap Daerah Irigasi (DI) Komering Sub DI Lempuing Fase 3 Paket I di Sumatera Selatan dengan nilai Rp318,54 miliar.
Hingga September 2025, total kontrak baru WSKT mencapai Rp 3,9 triliun, mengelola 65 proyek yang tengah berjalan. Proyek-proyek ini meliputi pembangunan infrastruktur konektivitas vital, seperti Jalan Tol Probolinggo-Banyuwangi, Jalan Tol Ibu Kota Nusantara (IKN) Seksi 3B, dan Light Rail Transit (LRT) Jakarta Fase 1B. Selain itu, WSKT juga terlibat dalam proyek infrastruktur air seperti Bendungan Mbay dan Jragung. Untuk LRT Jakarta Fase 1B senilai Rp 4,1 triliun, perseroan menargetkan penyelesaian pada Juni 2026.
Direktur Utama Waskita Karya, Muhammad Hanugroho atau akrab disapa Oho, mengungkapkan bahwa perseroan kini tidak lagi memiliki fasilitas kredit perbankan. Kondisi ini secara langsung membatasi ruang gerak dan upaya perusahaan dalam proses pemulihan keuangan WSKT.
Sebagai respons, WSKT akan terus memfokuskan diri pada divestasi aset, terutama jalan tol. Bahkan, ditegaskan bahwa di masa mendatang, perseroan tidak akan lagi memiliki aset jalan tol.
“Kami juga tidak melakukan investasi baru. Proyek jalan tol yang dikerjakan saat ini adalah proyek strategis nasional (PSN) yang tengah berjalan dan akan segera selesai,” ujar Oho dalam Public Expose WSKT, Selasa (4/11/2025).
Waskita berencana menuntaskan divestasi dua aset tol pada Desember 2025, salah satunya adalah Tol Cimanggis-Cibitung senilai Rp 3,3 triliun. Lebih lanjut, perusahaan juga menargetkan penjualan beberapa ruas tol lainnya secara bertahap hingga tahun 2027. Langkah ini bertujuan krusial untuk memperbaiki arus kas WSKT dan menjaga nilai asetnya.
Beberapa aset yang diincar untuk dilepas tahun depan mencakup ruas Tol Pemalang-Batang dan Tol Pasuruan-Probolinggo, serta empat ruas minoritas lainnya, termasuk Tol Depok-Antasari. Di samping itu, sejumlah ruas tol lain yang masih dalam tahap konstruksi, seperti Tol Bogor-Ciawi Sukabumi (Bocimi) dan Tol Kawiagung-Betung, terus dikebut untuk meningkatkan konektivitas.
“Ada beberapa ruas yang sedang dalam proses untuk mencapai konektivitas dan secara valuasi asetnya bisa tercapai,” tambahnya.
Selain jalan tol, Waskita juga telah melakukan divestasi aset lain, termasuk Pembangkit Listrik Tenaga Minihidro (PLTM) berkapasitas 10 megawatt dan aset properti di Bekasi. Namun, fokus utama WSKT tetap pada menjaga valuasi aset-aset tol, sesuai dengan kewajiban restrukturisasi WSKT.
Direktur Keuangan Waskita Karya, Wiwi Suprihatno, menjelaskan bahwa perseroan telah mengimplementasikan empat langkah utama dalam upaya penyehatan keuangan WSKT. Pertama, restrukturisasi perbankan MRA senilai Rp 26,3 triliun yang efektif sejak 17 Oktober 2024. Skema ini mencakup penurunan suku bunga, perpanjangan tenor, dan perubahan cash waterfall.
Kedua, restrukturisasi perbankan KMKP senilai Rp 5,2 triliun, juga efektif sejak 17 Oktober 2024, dengan perpanjangan tenor selama dua tahun hingga Oktober 2026. Ketiga, restrukturisasi obligasi dan sukuk penjaminan pemerintah senilai Rp 5 triliun, di mana WSKT memperoleh persetujuan perubahan financial covenant dan klausul PWA obligasi/sukuk penjaminan pada kuartal I 2025.
Terakhir, langkah keempat adalah restrukturisasi obligasi non-penjamin pemerintah senilai Rp 4,7 triliun. WSKT telah berhasil merestrukturisasi 3 seri obligasi yang efektif sejak 21 Maret 2024. Saat ini, masih tersisa 1 seri obligasi yang akan direstrukturisasi, yaitu PUB III Tahap IV 2019, yang rencananya akan digelar Rapat Umum Pemegang Obligasi (RUPO) pada akhir 2025.
Menurut Wiwi, upaya dari kondisi kesehatan keuangan hingga proses restrukturisasi ini merupakan langkah kolektif untuk memperkuat struktur permodalan WSKT dan likuiditas jangka panjang perusahaan. “Hingga saat ini, perjanjian restrukturisasi masih menyisakan serangkaian kewajiban non-jaminan yang tentunya menjadi krusial untuk memastikan seluruh kewajiban restrukturisasi dapat dikelola secara komprehensif dan berkelanjutan,” ujarnya.
Nasib dan Prospek WSKT
Mengenai proses integrasi BUMN Karya, WSKT tidak menutup kemungkinan untuk go private jika dilebur dengan Hutama Karya (HK). Oho menginformasikan bahwa wacana terakhir adalah mengintegrasikan WSKT dengan HK. Namun, konsolidasi bersama telah menghasilkan keputusan untuk melakukan kajian ulang terkait proses integrasi ini.
“Proses studinya membutuhkan waktu untuk dikonsultasikan. Dan mungkin ini akan terlaksana tahun depan. Finalnya akan dilakukan tahun depan,” jelas Oho.
Proses integrasi ini juga akan menggunakan nilai wajar aset WSKT. Oho menyebutkan potensi penurunan nilai aset WSKT, sehingga perseroan perlu melakukan proses penyesuaian untuk mendapatkan nilai wajar atau nilai pasar yang akurat. Penyesuaian nilai ini penting agar setelah integrasi, tidak muncul angka-angka yang tidak dapat dipertanggungjawabkan.
“Intinya, hingga akhir tahun atau tahun depan, kami akan menjalankan bisnis sesuai janji dalam perjanjian restrukturisasi,” tegasnya.
Di sisi lain, suspensi saham WSKT oleh Bursa Efek Indonesia (BEI) akibat gagal bayar obligasi telah berlangsung lebih dari dua tahun. Situasi ini menimbulkan kekhawatiran karena ada potensi Bursa dapat melakukan delisting emiten yang telah disuspensi lebih dari dua tahun.
Budi Frensidy, Pengamat Pasar Modal dari Universitas Indonesia, berpendapat bahwa divestasi aset WSKT merupakan satu-satunya solusi yang bisa dilakukan perusahaan. “Artinya, WSKT cukup menjadi kontraktor saja tanpa perlu memiliki proyek-proyek yang dibangunnya,” ujarnya kepada Kontan, Selasa (4/11/2025).
Terkait potensi delisting WSKT, Budi melihat kemungkinan itu kecil karena status BUMN WSKT sebagai perusahaan pelat merah. “WSKT itu BUMN, maka keputusan delisting tidak semudah seperti emiten swasta. Jika bukan BUMN, mungkin WSKT sudah di-delisting dari dulu,” ungkapnya.
Reydi Octa, Pengamat Pasar Modal lainnya, menyoroti kerugian WSKT yang terus menerus setiap kuartal dan suspensi lebih dari dua tahun sebagai cerminan masalah tata kelola, arus kas, dan kepercayaan investor. Menurutnya, pemulihan WSKT mungkin harus mencakup pemilihan proyek dengan risiko rendah dan sistem pembayaran termin yang lancar guna menjaga arus kas.
Transparansi dan penguatan audit internal juga dinilai krusial untuk meminimalisasi proyek mangkrak di masa depan. Reydi juga berpandangan bahwa wacana merger BUMN Karya belum tentu memperbaiki kinerja perusahaan. “Sebab, fundamental masing-masing entitas juga harus diperbaiki terlebih dahulu, karena merger dalam kondisi belum baik akan berpotensi menulari masalah antar entitas,” jelas Reydi kepada Kontan, Selasa (4/11/2025).
Reydi menyatakan bahwa potensi delisting WSKT akan muncul jika tidak ada progres dalam restrukturisasi, tidak memenuhi perintah otoritas, dan melewati masa 24 bulan suspensi. “Namun, potensi pencabutan suspensi WSKT akan tetap terbuka bila restrukturisasi utang sudah berjalan dan transparan, ada potensi arus kas ke depan, dan perbaikan tata kelola perusahaan,” tambahnya.
Dalam konteks perlindungan investor ritel WSKT, Reydi berharap emiten dan pemerintah dapat memberikan keterbukaan informasi yang penuh mengenai kondisi keuangan dan progres pemulihan. “Yang terpenting, emiten memberikan kesempatan bagi ritel untuk exit melalui mekanisme khusus jika memungkinkan, serta memberikan road map pencabutan suspensi yang jelas,” tutupnya.
Ringkasan
Kinerja PT Waskita Karya Tbk (WSKT) masih mengalami kerugian dan penurunan pendapatan usaha. Perusahaan mencatatkan rugi bersih sebesar Rp 3,17 triliun per September 2025 dan pendapatan usaha merosot 22,08%. WSKT berfokus pada divestasi aset, khususnya jalan tol, dan tidak lagi memiliki fasilitas kredit perbankan yang membatasi pemulihan keuangan.
Untuk penyehatan keuangan, WSKT melakukan restrukturisasi perbankan, obligasi, dan sukuk. Meskipun saham WSKT masih disuspensi oleh BEI, potensi delisting dianggap kecil karena status BUMN-nya. Analis menyarankan divestasi aset dan perbaikan tata kelola untuk menjaga arus kas dan kepercayaan investor, serta keterbukaan informasi untuk perlindungan investor ritel.