JAKARTA – Minat investor terhadap instrumen investasi Surat Berharga Negara (SBN) ritel diperkirakan akan terus menunjukkan tren peningkatan yang signifikan di masa mendatang. Proyeksi positif ini disampaikan oleh Myrdal Gunarto, Global Markets Economist di Maybank Indonesia.
Pernyataan Myrdal tersebut didukung oleh data historis dari Direktorat Jenderal Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan. Tercatat, jumlah total investor SBN ritel telah menunjukkan pertumbuhan yang konsisten dan impresif dari tahun ke tahun. Pada tahun 2020, tercatat sebanyak 543.220 investor, yang kemudian melonjak menjadi 604.456 investor di tahun 2021. Peningkatan berlanjut ke 699.201 investor pada 2022, 814.338 investor pada 2023, dan mencapai 916.574 investor di tahun 2024. Bahkan, per tahun 2025, jumlah investor SBN ritel telah mencapai angka mendekati satu juta, yakni 991.825 investor.
Myrdal menjelaskan, kenaikan minat investor ini tak lepas dari perkembangan inklusi keuangan di Indonesia yang semakin membaik. Selain itu, kecanggihan teknologi turut berperan penting dalam mempermudah akses masyarakat untuk berinvestasi. “Kombinasi ini didukung oleh iklim investasi di Indonesia yang terus menunjukkan potensi menjanjikan ke depan,” terang Myrdal kepada Kontan, Kamis (11/9/2025).
Ia menambahkan, stabilitas dan prospek ekonomi Indonesia yang positif menciptakan landasan kuat bagi pertumbuhan iklim investasi yang sehat dan atraktif, khususnya untuk investasi SBN ritel. Dengan kondisi ekonomi yang baik, Myrdal meyakini daya tarik masyarakat untuk menempatkan dananya pada SBN ritel akan semakin meningkat.
Daya tarik SBN ritel juga diperkuat oleh penawaran imbal hasil atau kupon yang lebih kompetitif dibandingkan instrumen investasi konvensional. Di samping itu, persepsi masyarakat bahwa investasi ini relatif bebas risiko atau memiliki risiko sangat rendah, semakin mendorong keyakinan terhadap prospek positifnya di masa depan.
Menariknya, Myrdal juga memproyeksikan kecenderungan penurunan suku bunga global di masa mendatang. Meskipun kondisi ini dapat mempengaruhi penyesuaian imbal hasil instrumen investasi lain, SBN ritel diperkirakan akan tetap mempertahankan daya tariknya dan bahkan menjadi pilihan yang lebih menonjol. “Faktor-faktor inilah yang secara kolektif akan menopang peningkatan permintaan terhadap SBN ritel di kemudian hari,” pungkasnya.
Tren positif ini tidak hanya tercermin dari jumlah investor, tetapi juga dari realisasi penerbitan SBN ritel. Sepanjang tahun 2020, penerbitan mencapai Rp77 triliun, dengan rincian Surat Utang Negara (SUN) sebesar Rp34 triliun dan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) sebesar Rp43 triliun. Angka ini melonjak menjadi Rp98 triliun pada tahun 2021 (SUN Rp49 triliun, SBSN Rp49 triliun), lalu terus meningkat ke Rp107 triliun di tahun 2022 (SUN Rp52 triliun, SBSN Rp55 triliun). Pada tahun 2023, realisasi penerbitan SBN ritel kembali menunjukkan kenaikan signifikan, mencapai Rp148 triliun, terdiri dari SUN Rp66 triliun dan SBSN Rp82 triliun.
Peningkatan ini berlanjut pada tahun 2024, di mana penerbitan SBN ritel mencapai Rp149 triliun, dengan SUN menyumbang Rp63 triliun dan SBSN Rp86 triliun. Untuk periode Januari hingga Agustus 2025, realisasi penerbitan SBN ritel telah mencapai Rp103 triliun, yang terdiri dari SUN senilai Rp52 triliun dan SBSN sebesar Rp51 triliun, menandakan permintaan yang konsisten dan kuat.
Ringkasan
Minat investor terhadap Surat Berharga Negara (SBN) ritel diprediksi akan terus meningkat, didukung oleh pertumbuhan inklusi keuangan, kemajuan teknologi, dan stabilitas ekonomi Indonesia. Jumlah investor SBN ritel telah tumbuh signifikan dari tahun 2020 hingga 2025, mendekati satu juta investor, menunjukkan daya tarik yang kuat terhadap instrumen investasi ini.
Daya tarik SBN ritel juga didorong oleh imbal hasil yang kompetitif dan persepsi risiko yang rendah. Realisasi penerbitan SBN ritel juga terus meningkat dari tahun ke tahun, mencapai Rp149 triliun pada tahun 2024, menunjukkan permintaan yang konsisten dan kuat dari investor.