LQ45 Loyo? Cek Prospek & Rekomendasi Saham Pilihan!

Shoesmart.co.id – JAKARTA. Indeks LQ45, yang dikenal sebagai kumpulan saham paling likuid di pasar modal Indonesia, saat ini tengah menghadapi tantangan serius. Kinerjanya secara konsisten tertinggal jauh di belakang indeks lainnya, termasuk Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), menimbulkan pertanyaan di kalangan investor.

Sejak awal tahun hingga Rabu (9/10/2025), Indeks LQ45 mencatat penurunan sebesar 5,05% year to date (YtD). Angka ini menunjukkan ketertinggalan signifikan jika dibandingkan dengan indeks lain seperti IDX SMC Composite yang melonjak 27,73% YtD, serta IDX SMC Liquid yang menguat 11,25% YtD. Bahkan, dibandingkan dengan Indeks Gabungan, LQ45 masih jauh dari posisi unggul karena IHSG sendiri telah menguat 15,34% YtD pada periode yang sama.

Saham LQ45 Ini Bakal Bagi Dividen Interim Hingga Rp 2 Triliun, Cek Jadwal Lengkapnya

Menurut Muhammad Wafi, Kepala Riset Korea Investment and Sekuritas Indonesia (KISI), penyebab utama kemerosotan kinerja Indeks LQ45 adalah tekanan yang terus-menerus pada sektor keuangan. Ia menjelaskan bahwa aksi jual yang dilakukan investor asing, khususnya pada saham-saham bank besar seperti PT Bank Central Asia Tbk (BBCA), PT Bank Mandiri Tbk (BMRI), PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI), dan PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI), menjadi faktor dominan.

“Pelemahan LQ45 ini terjadi akibat koreksi pada saham-saham big caps dari sektor perbankan dan komoditas, yang memiliki bobot signifikan dalam indeks, karena adanya net sell dari investor asing,” ungkap Wafi kepada Kontan pada Kamis (9/10/2025).

Hingga kemarin, data menunjukkan bahwa investor asing telah melego saham BBCA senilai Rp 30,97 triliun YtD, BMRI Rp 17,02 triliun, BBNI Rp 4,46 triliun, dan BBRI Rp 1,43 triliun. Tidak hanya bank-bank besar, saham PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) juga menjadi sasaran aksi jual asing, tercatat Rp 117,95 miliar dalam tiga bulan terakhir.

Di luar sektor keuangan dan komoditas, Wafi juga menyoroti saham PT Telkom Indonesia Tbk (TLKM) dan PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR) yang turut menahan laju Indeks LQ45. Kedua saham ini menunjukkan pergerakan yang cenderung stagnan akibat melambatnya pertumbuhan bisnis dan tekanan persaingan yang ketat. “Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa sektor keuangan dan konsumer, yang biasanya menjadi motor penggerak LQ45, kini kehilangan momentum di tengah rotasi investor menuju saham-saham siklikal dan mid-cap,” tegasnya.

Harga Melemah, Analis Rekomendasi Saham Blue Chip LQ45 Layak Beli Mulai Hari Ini 26/9

Pandangan senada disampaikan oleh Harry Su, Managing Director Research & Digital Production Samuel Sekuritas Indonesia. Ia mengamati bahwa investor domestik kini lebih tertarik pada saham-saham konglomerasi, seperti PT DCI Indonesia Tbk (DCII), PT Dian Swastatika Sentosa Tbk (DSSA), PT Barito Pacific Tbk (BRPT), PT Chandra Daya Investasi Tbk (CDIA), dan PT Multipolar Technology Tbk (MLPT). Menurut Harry, kelima saham ini adalah pilar utama yang menopang laju IHSG, sehingga indeks gabungan ini mampu melesat lebih dulu dari Indeks LQ45.

“Berdasarkan perhitungan kami, tanpa kontribusi kelima saham tersebut, IHSG diperkirakan akan berada di level sekitar 7.270, sebuah penurunan sekitar 11% dari posisi saat ini,” jelas Harry kepada Kontan, Kamis (9/10/2025).

Melihat ke depan, Harry memprediksi bahwa aksi jual oleh investor asing di sektor perbankan kemungkinan masih akan berlanjut. Hal ini didorong oleh pelemahan nilai tukar rupiah dan kinerja perbankan selama delapan bulan pertama tahun ini yang belum menunjukkan perbaikan signifikan. “Hasil kinerja perbankan untuk periode 8M25 belum mencerminkan perbaikan pada margin bunga bersih (net interest margin/NIM) mereka,” ujarnya.

Selain sektor perbankan, Wafi juga memperingatkan bahwa tekanan asing dapat meluas ke sektor lain jika penguatan dolar Amerika Serikat terus berlanjut dan rotasi investor ke saham lapis kedua semakin intens.

Rekomendasi saham

Meskipun demikian, para investor masih memiliki harapan. Wafi melihat potensi positif dari fenomena window dressing menjelang akhir tahun dan kemungkinan melorotnya yield obligasi. Sentimen positif lainnya dapat datang dari adanya pelonggaran kebijakan moneter domestik serta laporan kinerja keuangan emiten pada kuartal III yang diperkirakan mulai menunjukkan stabilitas.

Harry menambahkan, saham di sektor komoditas emas juga masih menjanjikan, seiring dengan terus pecahnya rekor harga emas global. “Kami memprediksi saham-saham yang terkait dengan emas, seperti BRMS (PT Bumi Resources Minerals Tbk) dan ARCI (PT Archi Indonesia Tbk), masih akan melanjutkan penguatan,” imbuh Harry.

IHSG Menguat 1,04% ke 8.250 pada Kamis (8/10/2025), AMMN, BBTN, ISAT Top Gainers LQ45

Di tengah berbagai sentimen pasar ini, Harry menempatkan BBCA, TLKM, PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (ICBP), PT Sumber Alfaria Trijaya Tbk (AMRT), dan PT Japfa Comfeed Indonesia Tbk (JPFA) sebagai pilihan utama. Saham-saham ini dianggap defensif, memiliki fundamental kuat, dan berpotensi memberikan kontribusi positif pada pergerakan IHSG di tengah volatilitas saham-saham laggard. Harry memasang target harga masing-masing sebesar Rp 9.600 untuk BBCA, Rp 3.900 untuk TLKM, Rp 12.800 untuk ICBP, Rp 3.000 untuk AMRT, dan Rp 2.000 per saham untuk JPFA.

Pilihan rekomendasi dari Wafi juga tak jauh berbeda. Ia merekomendasikan untuk membeli saham BBCA, BMRI, TLKM, dan PT Astra International Tbk (ASII), mengingat valuasi saham-saham ini telah berada di bawah rata-rata harga historisnya. Target harga yang ia tetapkan masing-masing adalah Rp 9.000 untuk BBCA, Rp 6.000 untuk BMRI, Rp 3.600 untuk TLKM, dan Rp 6.200 untuk ASII.

“Strategi terbaik adalah melakukan akumulasi bertahap saat terjadi koreksi, dengan fokus pada saham-saham berfundamental solid dan memiliki potensi dividen yang tinggi,” pungkas Wafi, memberikan panduan bagi investor yang ingin mengambil keuntungan dari kondisi pasar saat ini.

Ringkasan

Indeks LQ45 menunjukkan kinerja yang kurang memuaskan dibandingkan IHSG dan indeks lainnya, dengan penurunan 5,05% YtD. Hal ini disebabkan oleh tekanan pada sektor keuangan, khususnya aksi jual saham perbankan besar oleh investor asing, serta stagnasi pada saham-saham seperti TLKM dan UNVR. Investor domestik kini cenderung beralih ke saham-saham konglomerasi, yang turut menopang IHSG.

Meskipun demikian, terdapat harapan dari potensi window dressing akhir tahun, melorotnya yield obligasi, dan stabilisasi kinerja keuangan emiten kuartal III. Rekomendasi saham mencakup BBCA, TLKM, ICBP, AMRT, dan JPFA sebagai pilihan defensif, serta BRMS dan ARCI di sektor komoditas emas. Strategi akumulasi bertahap pada saham berfundamental solid dan potensi dividen tinggi disarankan untuk investor.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *