Keputusan Bank Indonesia (BI) untuk memangkas suku bunga acuannya pekan lalu telah memicu dinamika di pasar saham. Menurut pandangan BNI Sekuritas, kondisi pasar bersifat dinamis dan dapat mengalami fluktuasi sewaktu-waktu.
Saat Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menunjukkan pelemahan, kekhawatiran seringkali menyelimuti para investor. Namun, alih-alih panik, momen ini justru menjadi kesempatan emas untuk mengevaluasi kembali strategi investasi dan memperkuat portofolio melalui diversifikasi yang cermat.
Diversifikasi investasi adalah kunci, demikian ditegaskan oleh Teddy Wishadi, Direktur Retail Markets & Technology BNI Sekuritas. Ia menjelaskan, dengan menyebar alokasi dana ke berbagai instrumen, investor dapat secara efektif mengelola risiko investasi, sekaligus menjaga stabilitas dan kinerja portofolio mereka dalam jangka panjang.
Pemangkasan Suku Bunga Berpotensi Dorong Kinerja Obligasi Korporasi
Teddy menyebutkan beberapa instrumen investasi yang patut dipertimbangkan ketika IHSG melemah atau pasar sedang tidak bersahabat.
Pertama, Obligasi Pemerintah. Obligasi pemerintah adalah surat utang yang diterbitkan oleh negara untuk memperoleh dana pembiayaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Produk seperti Obligasi Negara Ritel (ORI) dan Sukuk Ritel menjadi pilihan yang sangat menarik karena dijamin sepenuhnya oleh pemerintah, menawarkan tingkat keamanan yang optimal bagi investor. “Investasi di obligasi pemerintah memungkinkan investor memperoleh penghasilan tetap dari imbal hasil dalam bentuk kupon sambil menunggu kondisi pasar saham kembali stabil,” ujar Teddy, Rabu (24/9/2025).
Bank Jatim Terbitkan Obligasi Senilai Rp 2 Triliun, Tawarkan Bunga Hingga 6,7%
Kedua, Obligasi Korporasi. Teddy melanjutkan, obligasi korporasi merupakan surat utang yang diterbitkan oleh perusahaan untuk menghimpun dana. Meskipun memiliki tingkat risiko yang sedikit lebih tinggi dibandingkan obligasi pemerintah, obligasi korporasi umumnya menawarkan imbal hasil berupa kupon yang lebih besar. Instrumen ini cocok bagi investor yang ingin memperoleh pendapatan tetap dengan potensi keuntungan lebih tinggi, namun tetap berada dalam koridor risiko yang terkendali.
Ketiga, Reksadana Pasar Uang dan Reksadana Pendapatan Tetap. Kedua jenis reksadana ini dikelola oleh manajer investasi profesional dan terdiri dari instrumen seperti deposito, surat utang jangka pendek, dan obligasi. Keduanya sangat ideal bagi investor yang mengutamakan kestabilan nilai investasi dan kemudahan likuiditas.
Selain tiga instrumen utama di atas, Teddy juga merekomendasikan untuk mempertimbangkan diversifikasi ke aset lain seperti emas, deposito berjangka, mata uang asing (valas), serta properti. Masing-masing instrumen ini memiliki karakteristik dan potensi imbal hasil yang berbeda, sehingga dapat melengkapi portofolio sesuai dengan profil risiko setiap investor.
Bunga Sedang Turun, Bagaimana Jurus Investasi di Obligasi?
Teddy menyebutkan, ketika pasar sedang tidak bersahabat, pilihan instrumen yang tepat dan strategi diversifikasi yang matang bisa menjadi kunci menjaga ketahanan portofolio. “Jangan melihat penurunan sebagai ancaman semata, tetapi juga sebagai peluang untuk membangun fondasi investasi yang lebih kuat,” terang Teddy.
Sementara itu, menurut Danica Adhitama, Direktur PT Bahana TCW Investment Management (Bahana TCW), banyak investor kerap berpikir investasi adalah tentang menemukan “senjata rahasia” untuk keuntungan instan. Padahal, rahasia sesungguhnya terletak pada investasi yang dilakukan secara rutin dan berkala, sebuah strategi yang dikenal sebagai Dollar Cost Averaging (DCA).
Dipengaruhi Sentimen Pemangkasan Suku Bunga, Begini Proyeksi Imbal Hasil SBN
Dengan menyisihkan sejumlah dana tetap untuk berinvestasi setiap bulan, misalnya melalui produk reksadana, investor tidak perlu khawatir tentang waktu yang tepat untuk masuk pasar. Saat harga produk investasi turun, investor secara otomatis membeli lebih banyak unit, dan saat harga naik, jumlah unit yang dibeli akan lebih sedikit. Danica menjelaskan, “Seiring berjalannya waktu, rata-rata harga beli Anda akan menjadi lebih optimal, sekaligus efektif menekan risiko pasar.”
Danica juga menyampaikan tiga pilar utama diversifikasi investasi yang dapat diterapkan secara efektif. Pertama, diversifikasi kelas aset. Ini berarti menyebarkan dana ke berbagai kelas aset yang berbeda. Misalnya, selain saham yang berisiko tinggi namun berpotensi memberikan imbal hasil besar, alokasikan juga dana ke obligasi (surat utang) yang cenderung lebih stabil, atau instrumen pasar uang untuk menjaga likuiditas.
Pegadaian Bersiap Lunasi Sukuk Rp 752 Miliar yang Akan Jatuh Tempo Januari 2026
Kedua, diversifikasi sektor. Jika fokus pada investasi saham, hindari hanya terpusat pada satu sektor, seperti teknologi. Sebarkan dana ke berbagai sektor lain seperti perbankan, konsumsi, atau energi. Dengan demikian, jika satu sektor sedang lesu, sektor lain dapat berfungsi sebagai penyeimbang.
Ketiga, diversifikasi geografis. Dalam konteks investasi global, investor dapat mempertimbangkan berinvestasi pada aset di negara lain untuk mengurangi risiko spesifik yang terkait dengan satu negara. “Dalam hal ini, reksadana seringkali menjadi solusi praktis untuk melakukan diversifikasi secara efektif,” pungkas Danica.
Ringkasan
Menurut BNI Sekuritas, fluktuasi IHSG merupakan kesempatan untuk mengevaluasi strategi investasi dan memperkuat portofolio melalui diversifikasi. Teddy Wishadi menekankan bahwa diversifikasi adalah kunci mengelola risiko investasi dan menjaga stabilitas portofolio jangka panjang. Beberapa instrumen yang direkomendasikan saat IHSG melemah adalah obligasi pemerintah, obligasi korporasi, reksadana pasar uang, dan reksadana pendapatan tetap, serta mempertimbangkan aset lain seperti emas dan properti.
Danica Adhitama dari Bahana TCW menyarankan strategi Dollar Cost Averaging (DCA) dengan investasi rutin dan berkala, misalnya melalui reksadana, untuk mengoptimalkan harga beli dan menekan risiko pasar. Tiga pilar diversifikasi investasi yang efektif meliputi diversifikasi kelas aset (saham, obligasi, pasar uang), diversifikasi sektor (perbankan, konsumsi, energi), dan diversifikasi geografis dengan mempertimbangkan investasi global.