JAKARTA — Menteri Keuangan (Menkeu), Purbaya Yudhi Sadewa, menyoroti belum adanya koordinasi dengan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) terkait keputusan Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) menaikkan bunga deposito valuta asing (valas). Pernyataan ini disampaikan Purbaya pada Sabtu (27/9/2025), memicu pertanyaan mengenai sinkronisasi kebijakan di tengah upaya pemerintah.
Purbaya mengakui, penaikan bunga deposito valas oleh bank-bank Himbara ini terjadi di saat yang krusial, ketika pemerintah tengah merancang berbagai insentif untuk mendorong repatriasi dolar milik Warga Negara Indonesia (WNI) dari luar negeri. Kondisi ini menciptakan dinamika tersendiri dalam strategi ekonomi nasional.
Namun demikian, rencana insentif repatriasi tersebut masih dalam tahap pembahasan mendalam oleh tim khusus yang ditunjuk oleh Presiden Prabowo Subianto. Tim ini dibentuk setelah rapat terbatas (ratas) yang digelar di Istana Kepresidenan pada Jumat (19/9/2025). Purbaya, yang turut hadir dalam ratas tersebut, mengungkapkan bahwa tim masih diberi waktu hingga Jumat pekan depan untuk mengkaji secara komprehensif instruksi Presiden.
Sejalan dengan belum adanya pembahasan di tingkat KSSK dan tim insentif repatriasi, Purbaya menegaskan bahwa ia tidak mengetahui secara pasti keputusan kolektif Himbara untuk menaikkan bunga deposito valas hingga 4 persen. Ketidaktahuan ini diperkuat oleh fakta bahwa Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Bank Indonesia (BI), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), serta Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) —semua anggota KSSK— belum dilibatkan dalam proses koordinasi tersebut.
“Bahkan, dari yang saya tahu kan harus disuruh pelajari dulu dua minggu, Jumat minggu depan. Jadi saya tunggu saja. Jadi belum ada [koordinasi dengan KSSK],” ujar Purbaya, menegaskan bahwa diskusi dengan KSSK seharusnya baru dilakukan setelah kajian tim selesai, sebagaimana dikutip pada Sabtu (27/9/2025). “Harusnya nanti kalau sudah [selesai dipelajari] baru didiskusikan dengan KSSK,” tambahnya.
Dalam kesempatan terpisah, Purbaya mengungkapkan bahwa Gubernur BI, Perry Warjiyo, juga belum diajak berdiskusi mengenai kenaikan bunga deposito valas oleh Himbara. Informasi ini didapatkannya langsung dari Perry saat mereka makan siang bersama sehari sebelumnya, menandakan bahwa keputusan ini mungkin bukan hasil koordinasi tingkat tinggi.
Sebagai mantan Ketua LPS, Purbaya juga menyatakan keyakinannya bahwa Danantara, entitas yang saat ini menaungi seluruh Badan Usaha Milik Negara (BUMN), tidak akan secara langsung mengintervensi bank-bank plat merah untuk mengambil keputusan yang tidak sejalan dengan mekanisme pasar. Hal ini menegaskan prinsip independensi operasional bank-bank tersebut.
“Jadi, mungkin itu inisiatif beberapa pemimpin bank. Tapi kita lihat. Mungkin mereka merasa butuh atau tidak,” jelas Purbaya. Ia menambahkan bahwa tidak ada instruksi dari Kemenkeu maupun BI terkait hal ini. “Dan Danantara juga biasanya mereka menekankan market based. Artinya, bisnis seperti business entity tanpa intervensi berlebihan dari pemilik,” pungkasnya, menggarisbawahi bahwa keputusan tersebut kemungkinan besar didasarkan pada pertimbangan bisnis bank secara mandiri, termasuk Bank Mandiri dan BNI yang merupakan bagian dari Himbara.
Ringkasan
Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menyoroti kurangnya koordinasi dengan KSSK terkait keputusan Himbara menaikkan bunga deposito valas, yang dilakukan saat pemerintah sedang merancang insentif repatriasi dolar WNI. Purbaya menyatakan bahwa Kemenkeu, BI, OJK, dan LPS sebagai anggota KSSK belum dilibatkan dalam keputusan tersebut.
Purbaya juga mengungkapkan bahwa Gubernur BI Perry Warjiyo tidak diajak berdiskusi mengenai kenaikan bunga deposito valas ini. Ia meyakini bahwa Danantara tidak akan mengintervensi bank-bank BUMN untuk membuat keputusan yang tidak sesuai mekanisme pasar, sehingga keputusan ini kemungkinan merupakan inisiatif pemimpin bank berdasarkan pertimbangan bisnis mandiri.