Filianingsih Diperiksa KPK: Kebijakan CSR BI Jadi Sorotan?

Seorang pejabat tinggi Bank Indonesia, Deputi Gubernur Filianingsih Hendarta, baru-baru ini menjalani pemeriksaan maraton selama enam jam di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Pemeriksaan ini terkait posisinya sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi penyaluran dana tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) yang melibatkan Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Filianingsih tiba di Gedung Merah Putih KPK pada pukul 13.42 WIB dan baru meninggalkan kompleks antirasuah itu menjelang pukul 20.00 WIB. Selama rentang waktu tersebut, penyidik KPK mengorek keterangannya seputar fungsi dan tugas Deputi Gubernur BI, serta regulasi terkait program CSR. “Ya tugas-tugas kami. Tugas-tugas Bank Indonesia, tugas-tugas BI, tugas-tugas DG,” ungkapnya singkat kepada awak media usai pemeriksaan saksi di Jakarta, Kamis (11/9).

Mengenai substansi pertanyaan, Filianingsih Hendarta menjelaskan bahwa program penyaluran dana tanggung jawab sosial dan lingkungan perusahaan (CSR) merupakan kebijakan yang telah lama diterapkan oleh Bank Indonesia. “Itu kebijakan sudah ada ya dari dulu,” tegasnya. Menjawab keraguan mengapa lembaga sekelas BI yang bukan berorientasi profit memiliki program CSR, ia memaparkan fungsi utamanya. “Itu kan bagaimana kami berbagi, membantu, misalnya kepedulian sosial, lalu juga beasiswa, lalu juga pemberdayaan masyarakat,” ujarnya. Ia menambahkan, program berbagi semacam ini tidak hanya eksklusif bagi entitas bisnis yang mencari keuntungan semata, melainkan merupakan wujud kepedulian sosial.

Sebelum pemeriksaan saksi ini, Filianingsih Hendarta diketahui pernah dijadwalkan untuk hadir di KPK pada 19 Juni 2025. Namun, saat itu ia berhalangan karena sedang menjalankan tugas di luar negeri. Kasus ini sendiri merupakan bagian dari penyidikan Komisi Pemberantasan Korupsi yang masih bergulir, berfokus pada dugaan korupsi penyaluran dana program CSR Bank Indonesia atau lebih spesifik, penggunaan dana Program Sosial Bank Indonesia (PSBI) dan Penyuluh Jasa Keuangan (PJK) selama periode 2020–2023.

Perkara serius ini berawal dari Laporan Hasil Analisis (LHA) Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) yang dikombinasikan dengan pengaduan masyarakat. Menanggapi hal tersebut, KPK secara resmi memulai penyidikan umum sejak Desember 2024. Dalam rangkaian penyelidikan, penyidik KPK telah melakukan penggeledahan di dua lokasi krusial yang diduga kuat menyimpan alat bukti. Lokasi pertama adalah Gedung Bank Indonesia di Jalan Thamrin, Jakarta Pusat, yang digeledah pada 16 Desember 2024, diikuti oleh Kantor Otoritas Jasa Keuangan pada 19 Desember 2024.

Puncak dari penyidikan korupsi dana CSR ini terjadi pada 7 Agustus 2025, ketika KPK secara resmi menetapkan dua nama sebagai tersangka. Mereka adalah Satori (ST) dan Heri Gunawan (HG), keduanya merupakan anggota Komisi XI DPR RI periode 2019–2024. Penetapan ini menandai babak baru dalam upaya pemberantasan korupsi yang merugikan keuangan negara.

Ringkasan

Deputi Gubernur Bank Indonesia, Filianingsih Hendarta, diperiksa KPK selama enam jam terkait dugaan korupsi penyaluran dana CSR BI dan OJK. Pemeriksaan ini berfokus pada tugas-tugas Deputi Gubernur BI dan regulasi terkait program CSR yang telah lama diterapkan BI sebagai wujud kepedulian sosial, termasuk beasiswa dan pemberdayaan masyarakat.

Kasus ini bermula dari LHA PPATK dan pengaduan masyarakat, dengan penyidikan umum dimulai sejak Desember 2024. KPK telah menggeledah Gedung Bank Indonesia dan Kantor OJK, serta menetapkan dua anggota Komisi XI DPR RI periode 2019-2024, Satori (ST) dan Heri Gunawan (HG), sebagai tersangka pada 7 Agustus 2025 dalam kasus dugaan korupsi dana CSR ini.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *