BI Dituding “Berdosa”: Ekonomi Lambat? Purbaya Ungkap Biang Kerok!

Shoesmart.co.id, JAKARTA — Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa kembali menyoroti kebijakan fiskal Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dan moneter Bank Indonesia (BI) yang dinilainya berkontribusi pada perlambatan pertumbuhan ekonomi. Kritik tajam ini dilontarkan di tengah upaya pemerintah untuk mendongkrak pertumbuhan ekonomi nasional.

Menurut Purbaya, akar masalah perlambatan ini terletak pada dana pemerintah yang bersumber dari penerimaan negara, namun justru mengendap dalam jumlah besar di bank sentral. Ia mengungkapkan, nilai dana yang parkir ini pernah mencapai angka fantastis, yaitu Rp800 triliun.

Kondisi minimnya perputaran uang di sistem keuangan, menurutnya, menjadi “dosa” bagi otoritas fiskal dan moneter. Hal ini secara signifikan menghambat laju pertumbuhan ekonomi, terutama di era pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi).

: Purbaya Optimistis Ekonomi Melesat di Atas 6% dalam 2 Tahun, Ini Syaratnya

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan ekonomi kuartal II/2025 sebesar 5,12% *year-on-year* (yoy) dibandingkan kuartal II/2024. Meskipun terjadi peningkatan, angka ini masih lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan kuartal sebelumnya, kuartal I/2025, yang hanya mencapai 4,87% yoy.

“Karena suplai uang di sistemnya berbeda rezimnya. Dosanya bukan pemerintah saja, bank sentral juga ikut,” tegas Purbaya saat menyampaikan *keynote speech* pada acara Great Lecture Transformasi Ekonomi Nasional: Pertumbuhan yang Inklusif Menuju 8% di Hotel Bidakara, Jakarta, Kamis (11/9/2025).

: Purbaya Soal Beda Jadi Menkeu dan Kepala LPS: Gengsi Tinggi, Gajinya Lebih Kecil

Lebih lanjut, Purbaya mengkritik langkah BI yang menerbitkan instrumen utang seperti Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI). Menurutnya, instrumen ini justru mendorong perbankan untuk memarkirkan dananya di SRBI, alih-alih menyalurkannya dalam bentuk kredit ke sektor riil yang lebih produktif.

Dampak dari kebijakan ini, menurut Purbaya, adalah terhambatnya pertumbuhan ekonomi. “Itu karena dua otoritas kita mengeringkan sistem finansial, baik BI maupun [Kementerian] Keuangan. Akibatnya tadi ekonomi melambat dan kita susah,” jelasnya.

: Daftar 6 Bank yang Akan Terima Dana Rp200 Triliun dari Menkeu Purbaya

Dari sisi fiskal, mantan Ketua Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) ini menyoroti lambatnya belanja pemerintah sebagai faktor lain yang menyebabkan minimnya uang yang beredar di sistem perekonomian. Dana yang dikumpulkan dari utang dan pajak, disebutnya hanya “parkir” di BI.

“Pemerintah kan ngeluarin utang, tarik pajak, uangnya turun di mana? Taruh di BI. Mereka pikir, oh aman, uangnya aman di sana. Bagus.”

“Tapi yang mereka lupa, ini kan ada sistem. Tarik ke sini, di sana kering,” kata Purbaya, yang juga pernah menjabat di Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves).

Purbaya menjelaskan bahwa jumlah dana pemerintah yang disimpan di BI maupun perbankan mengalami fluktuasi. Ia mencontohkan, dana pemerintah di bank sentral pernah mencapai hampir Rp800 triliun. “Ini saya tunjukin, uang pemerintah di Bank Sentral naik-turun gede sekali, kadang-kadang sampai hampir 800 triliun. Tanpa mereka sadar, karena mereka enggak monitor,” ujarnya.

Per Juni 2025, lanjutnya, uang pemerintah yang tersimpan di BI sekitar Rp488 triliun, sedangkan di bank Rp394 triliun. Saat ini, dana yang disimpan di bank sentral sekitar Rp425 triliun.

Pada Desember 2024, Purbaya menyebut pemerintah pernah memiliki dana sebesar Rp495 triliun di BI dan Rp319 triliun di bank umum.

“Di akhir tahun, mereka punya *cash* sebesar ini, nganggur. *Cash* itu bukan *cash* gratis, itu dikeluarkan, didapatkan dari utang lah boleh kita bilang. Jadi kalau bunganya 7%, persen, 8 kali 7%, Rp56 triliun bunga yang kita bayar untuk uang yang nggak dipakai. Itu efisien apa enggak? Saya enggak tahu, tapi dari situ aja pemborosan ditambah dari tadi dengan uang yang di sistem, jadi kita punya dosa yang cukup besar juga,” bebernya.

Sebagai solusi, Purbaya memutuskan untuk menarik sebagian dana pemerintah yang tersimpan di BI sebesar Rp200 triliun untuk disalurkan ke enam bank Himbara: Mandiri, BNI, BRI, BTN, BSI, dan BSN. Diharapkan, dana ini akan efektif berada di Himbara dan disalurkan untuk kredit kepada sektor riil mulai besok, Jumat (12/9/2025).

Ringkasan

Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa mengkritik kebijakan fiskal Kemenkeu dan moneter BI yang dinilai memperlambat pertumbuhan ekonomi. Menurutnya, masalah utama terletak pada dana pemerintah yang mengendap dalam jumlah besar di bank sentral, bahkan pernah mencapai Rp800 triliun. Kurangnya perputaran uang ini dianggap sebagai “dosa” bagi otoritas fiskal dan moneter.

Purbaya juga mengkritik penerbitan SRBI oleh BI yang mendorong perbankan memarkir dana di instrumen tersebut, alih-alih menyalurkannya ke sektor riil. Sebagai solusi, pemerintah menarik Rp200 triliun dana yang tersimpan di BI untuk disalurkan ke enam bank Himbara, dengan harapan dapat meningkatkan kredit ke sektor riil.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *