Target Ambisius Kemenkeu: Ekonomi Tumbuh 8%, Industri Baja Siap Mendukung!

Shoesmart.co.id – Industri baja nasional memegang potensi besar untuk menjadi tulang punggung pembangunan dan penggerak utama peningkatan ekonomi nasional. Dengan permintaan baja yang terus meroket seiring masifnya pembangunan infrastruktur, program hilirisasi industri, dan ekspansi sektor manufaktur, pasar domestik diperkirakan akan tumbuh pesat. Optimisme ini selaras dengan target pemerintah melalui Kementerian Keuangan untuk mencapai pertumbuhan ekonomi nasional hingga 6-8 persen, sebuah ambisi yang membutuhkan dukungan kuat dari seluruh sektor industri tanah air.

Namun, di balik potensi gemilang tersebut, industri baja nasional masih menghadapi sejumlah tantangan serius yang perlu segera diatasi. Untuk mengoptimalkan peluang dan mengatasi hambatan ini, strategi perlindungan menyeluruh dinilai krusial. Tujuannya adalah agar industri dalam negeri dapat berdiri kokoh dan menjadi pilar kemandirian ekonomi. Narasi penting ini kembali digaungkan dalam acara Forum Komunikasi Ketahanan Industri Baja Nasional, yang mendeklarasikan dukungannya dalam penguatan industri baja domestik di Hotel Gran Melia Jakarta, Jumat (12/9).

5 Shio yang Akan Kebanjiran Rezeki Menjelang Akhir September: Dari Kerbau hingga Babi, Inilah Rahasia Keberuntungan yang Membuat Hidup Lebih Ringan

Forum strategis tersebut dihadiri oleh para pemimpin asosiasi baja terkemuka, di antaranya Direktur Eksekutif IISIA (The Indonesian Iron and Steel Association) Harry Warganegara, Ketua Umum IZASI (Indonesia Zinc-Aluminium Steel Industries) Stephanus Koeswandi, Ketua Umum ARFI (Asosiasi Roll Former Indonesia) sekaligus Ketua Umum ARMI (Asosiasi Rumah Modular Indonesia) Nicolas Kesuma, serta Ketua Umum ISSC (Indonesian Society of Steel Construction) Budi Harta Winata beserta jajaran pengurus ISSC. Seluruh anggota forum, yang mewakili berbagai segmen industri baja dari hulu ke hilir, bersepakat bahwa diperlukan tindakan nyata dan segera untuk membangkitkan industri baja dalam negeri dari keterpurukan akibat maraknya impor baja yang terjadi selama beberapa tahun terakhir.

Harry Warganegara, Direktur Eksekutif IISIA, menjelaskan bahwa industri baja adalah pilar fundamental pembangunan nasional yang menghasilkan produk-produk vital, mulai dari HRC, CRC, HRP, BjLS, BjLAS, Baja Profil, hingga Baja Konstruksi. Komitmen seluruh anggota forum untuk terus memperkuat industri dalam negeri sangat kuat. Akan tetapi, forum ini juga memperingatkan bahwa tanpa perlindungan dan keberpihakan kebijakan pemerintah serta legislatif yang kuat, industri baja nasional terancam gulung tikar. “Hal ini bukan hanya mengancam keberlangsungan perusahaan baja, tetapi juga mengancam multiplier effect yang dihasilkan industri baja terhadap perekonomian nasional, mulai dari penyerapan tenaga kerja langsung dan tidak langsung, kontribusi pada sektor hilir seperti konstruksi dan manufaktur, hingga pajak dan devisa negara. Sebab itu kami sangat berharap agar impor baja yang mengganggu industri baja nasional agar segera dihentikan,” tegas Harry.

Gila Kerja dan Kuat Lembur, Sosok 3 Zodiak yang Memiliki Etos Kerja Paling Tinggi

Sementara itu, Ketua Umum IZASI, Stephanus Koeswandi, menyoroti permasalahan impor baja yang semakin mengkhawatirkan dalam beberapa tahun terakhir. Berdasarkan data SEAISI (South East Asia Iron and Steel Institute), konsumsi baja nasional pada tahun 2024 diproyeksikan mencapai 18,58 juta ton, dengan kontribusi produksi domestik sebesar 15,82 juta ton. Mirisnya, neraca perdagangan baja masih menunjukkan ketimpangan signifikan. Volume impor baja – yang didominasi produk hot-rolled, cold-rolled, dan coated products – mampu menembus angka 8,72 juta ton, jauh melampaui volume ekspor Indonesia yang hanya 5,96 juta ton.

Derasnya arus impor ini menjadi ancaman serius bagi industri baja nasional, yang secara langsung tercermin dari anjloknya utilisasi kapasitas produksi domestik hingga kurang dari 40% dari total kapasitas terpasang—angka terendah dalam beberapa tahun terakhir. Situasi serupa juga melanda industri hilir dengan lonjakan impor baja konstruksi yang sudah terfabrikasi atau Prefabricated Engineered Building (PEB), yang tercatat menembus 712 ribu ton di tahun 2024. “Kondisi ini tidak hanya mengganggu stabilitas rantai pasok nasional, tetapi juga melemahkan daya saing industri baja dalam negeri yang merupakan tulang punggung di beberapa sektor strategis seperti konstruksi, otomotif, dan manufaktur,” jelas Stephanus.

Guna mengatasi kondisi kritis ini, Stephanus mengaku kini tengah mempelajari bagaimana negara lain melindungi industri baja mereka. Sebagai contoh, Kanada menerapkan sistem kuota terbuka yang transparan. “Jadi kuota yang tidak berdasarkan kebijaksanaan tapi kuota yang transparan. Jadi pejabat-pejabat ini, pemangku kepentingan di negara tersebut bisa melihat langsung perlu atau tidaknya impor dilakukan,” urainya lagi, menunjukkan harapan terhadap mekanisme yang lebih akuntabel.

Sering Tenggelam dalam Lamunan, 3 Zodiak Ini Kerap Terputus dari Realita Dunia Nyata

Menyikapi urgensi tersebut, dalam deklarasi yang sama, Ketua Umum ISSC Budi Harta memaparkan enam sasaran utama dukungan kebijakan pemerintah yang diharapkan dapat tercapai dalam waktu dekat. Sasaran-sasaran tersebut meliputi:

  1. Pengetatan kuota impor dan pengawasan ketat terhadap produk baja yang telah mampu diproduksi di dalam negeri.
  2. Pemberlakuan moratorium investasi asing pada produk baja sejenis untuk menjaga keseimbangan pasokan dan permintaan domestik.
  3. Implementasi instrumen perlindungan perdagangan (BMAD & BMTP) yang efektif dan berkelanjutan.
  4. Penguatan instrumen non-tarif seperti Standar Nasional Indonesia (SNI) dan Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN).
  5. Harmonisasi tarif produk baja dari hulu hingga hilir untuk menciptakan iklim usaha yang adil.
  6. Penghentian impor konstruksi baja terfabrikasi (Prefabricated Engineered Building/PEB).

Budi Harta sangat berharap agar keenam sasaran tersebut dapat segera direalisasikan. Ia bahkan memberikan batas waktu tegas bagi pemerintah, baik eksekutif maupun legislatif, untuk segera menindaklanjuti keinginan forum ini hingga peringatan Hari Sumpah Pemuda yang jatuh pada tanggal 28 Oktober mendatang, menandakan betapa krusialnya momentum ini bagi keberlangsungan industri baja nasional.

Ringkasan

Industri baja nasional memiliki potensi besar untuk mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia, seiring dengan pembangunan infrastruktur dan hilirisasi industri. Kementerian Keuangan menargetkan pertumbuhan ekonomi 6-8%, yang membutuhkan dukungan kuat dari sektor industri, termasuk baja. Forum Komunikasi Ketahanan Industri Baja Nasional mendeklarasikan dukungan untuk penguatan industri baja domestik, namun industri ini menghadapi tantangan serius, terutama terkait impor.

Impor baja yang tinggi menyebabkan utilisasi kapasitas produksi domestik anjlok. Forum industri baja mengusulkan beberapa solusi, termasuk pengetatan kuota impor, moratorium investasi asing, implementasi perlindungan perdagangan yang efektif, penguatan SNI dan TKDN, harmonisasi tarif, dan penghentian impor konstruksi baja terfabrikasi. Mereka berharap pemerintah segera menindaklanjuti usulan ini demi keberlangsungan industri baja nasional.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *