Shoesmart.co.id JAKARTA. Harga aset kripto Bitcoin kembali meroket seiring besarnya aliran dana yang masuk ke ETF Bitcoin spot Amerika Serikat (AS).
Berdasarkan data Coinmarketcap, pada Selasa (7/10/2025) dini hari, harga Bitcoin menyentuh all-time high di level US$ 126.198.
Adapun pada Selasa (7/10/2025) pukul 08.30 WIB, harga Bitcoin tercatat naik 0,67% secara harian ke level US$ 124.745,52. Dalam sepekan, harganya telah melonjak 8,77%.
Fahmi Almuttaqin, Analyst Kripto Reku megatakan lonjakan harga tersebut tak lepas dari suntikan dana yang deras ke ETF Bitcoin spot AS.
Utang Dunia Melonjak Tajam, Investor Serbu Bitcoin, Emas, dan Perak
Ia mencermati, dalam periode perdagangan 1-3 Oktober, tercatat aliran dana masuk ke instrumen ETF Bitcoin spot mencapai lebih dari US$ 2,28 miliar, mengacu data Coinglass.
“Artinya secara rata-rata, terdapat total lebih dari US$ 762 juta net buy Bitcoin dari para investor tradisional AS setiap harinya dalam tiga hari perdagangan,” jelas Fahmi dalam keterangannya, Senin (6/10/2025).
Yang menarik, lanjutnya, reli ini justru muncul di tengah kondisi shutdown pemerintah AS yang kini memasuki minggu kedua.
“Dengan lembaga pemerintah dan rilis data ekonomi tertunda, sebagian investor memandang keadaan ini sebagai pemicu impuls likuiditas positif,” terang Fahmi.
Ia memandang, pasar tampak menilai bahwa shutdown tidak akan berlangsung lama atau menimbulkan risiko ekonomi sistemik.
Namun, di sisi lain, kekuatan pasar di tengah penundaan rilis data ekonomi resmi menciptakan risiko mispricing. Dalam arti, pasar bisa terlalu optimistis tanpa dasar data aktual.
“Bila laporan lapangan kerja yang tertunda nanti menunjukkan pelemahan tajam, atau inflasi meningkat signifikan, aksi profit taking bisa meningkat,” imbuh Fahmi.
Bitcoin Bertahan Dekat Rekor Tertinggi, Didorong Minat Investor dan Sentimen AS
Dus, Fahmi menilai bagi pasar kripto, tren ini bisa tetap positif dalam jangka pendek. Mengingat, penurunan yield dan likuiditas dolar AS cenderung memperkuat aset berisiko seperti Bitcoin dan altcoin dengan likuiditas dan kapitalisasi pasar yang besar.
“Namun, jika shutdown berkepanjangan memicu PHK sektor publik besar-besaran, risiko arus kas keluar dari pasar mungkin juga dapat meningkat,” tambahnya.
Terlepas dari itu, optimisme terhadap potensi berlanjutnya reli yang ada saat ini masih cukup tinggi. Analisis JPMorgan terhadap Bitcoin yang dirilis baru-baru ini, berbasiskan metode perbandingan volatilitas terhadap emas, juga cukup menyita perhatian pasar.
Dalam analisis tersebut, Bitcoin diprediksi masih memiliki ruang kenaikan lanjutan sekitar 40% menuju US$ 165.000.
Bagaimanapun, menurut Fahmi, reli agresif tanpa dukungan fundamental yang kuat berpotensi memicu koreksi tajam. Jika dorongan aliran dana melemah, shutdown AS berkepanjangan hingga memicu tekanan fiskal dan sosial, dan inflasi naik lebih tinggi dari ekspektasi, pasar bisa bergeser ke mode risk-off.
“Dalam skenario seperti itu, level support psikologis di US$ 100.000 akan menjadi area harga yang krusial,” pungkasnya.