Membaca Arah IHSG saat Situasi Sosial-Politik RI Gonjang-ganjing

Shoesmart.co.id, JAKARTA – Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) hari ini, Jumat (28/8/2025), harus rela menutup perdagangan dengan koreksi signifikan sebesar 1,53% menuju level 7.830,49. Penurunan ini secara langsung mematahkan laju positif IHSG yang sempat menembus level psikologis 8.000 setelah menguat beruntun selama dua hari sebelumnya.

Data historis pasar modal mengindikasikan bahwa dalam lima tahun terakhir, IHSG cenderung menunjukkan tren bearish pada periode September. Namun, memasuki kuartal IV, indeks umumnya kembali menunjukkan tren bullish yang menarik bagi investor.

Namun, menurut penggiat pasar modal Indonesia, Reydi Octa, tren repetitif tersebut berpotensi terhambat tahun ini. Pemicunya adalah memanasnya situasi sosial-politik di dalam negeri, yang terlihat dari gejolak demonstrasi yang semakin memuncak sejak awal pekan ini, Senin, 25 Agustus 2025.

: Media Asing Soroti IHSG dan Rupiah Ambles Gegara Demo DPR Ricuh

“Tren musiman bullish IHSG di kuartal IV bisa terganggu apabila gejolak sosial-politik berlarut. Sebab, investor tidak hanya melihat data fundamental dan ekonomi, tetapi juga membaca stabilitas keamanan dan politik,” ungkap Reydi, Jumat (28/8/2025).

Meninjau perkembangan IHSG sepanjang pekan ini, indeks sebenarnya membuka hari pertama dengan penguatan 0,87% ke 7.926,91. Pada hari berikutnya, IHSG sempat terkoreksi 0,27% kembali ke level 7.905,76.

: : Kinerja Harga Saham Emiten Jumbo Saat IHSG Hari Ini (29/8) Ditutup Ambrol 1,53% ke 7.830

Sinyal kuat IHSG untuk mencapai level psikologis 8.000 sempat kembali muncul di tengah pekan. Pada hari ketiga, pasar ditutup menguat 0,38% ke 7.936, dan berlanjut di hari keempat dengan penguatan 0,20% ke 7.952. Ironisnya, di tengah penguatan indeks tersebut, dana asing justru keluar dari pasar. Pada penutupan Rabu, 27/8/2025, net sell asing tercatat mencapai Rp212,58 miliar, dan semakin membesar menjadi Rp278,76 miliar pada penutupan hari Kamis, 28/8/2025.

: : Indeks Bisnis-27 Ikut Arah IHSG, ANTM Melawan Arus ke Zona Hijau

“Jika gelombang demonstrasi semakin liar tanpa respons konkret dari pemerintah, capital inflow akan tertahan dan indeks masih akan sangat rawan koreksi,” tegas Reydi, menyoroti risiko lanjutan bagi pasar saham.

Situasi semakin tak kondusif ketika sejumlah respons pejabat di Indonesia justru memperkeruh suasana, alih-alih menenangkan pasar. Puncaknya, pengemudi ojek online (ojol) Affan Kurniawan (21) dilaporkan meninggal dunia setelah dilindas kendaraan taktis (rantis) Brimob dalam kerusuhan demo di Jakarta Pusat pada Kamis (28/8/2025) malam. Insiden tragis ini menyulut ribuan pengemudi ojol untuk melakukan demonstrasi besar-besaran di berbagai kota di Indonesia hari ini, menambah tekanan pada stabilitas sosial-politik.

Reydi menilai pemerintah perlu segera mengambil langkah konkret untuk meredam aksi demo, disertai komunikasi politik yang tegas dan kepastian arah kebijakan. “Ini penting agar menjelang akhir tahun, bursa saham kita dapat kembali rebound,” harapnya.

Kendati demikian, Reydi optimistis bahwa koreksi IHSG yang dipicu oleh situasi sosial-politik saat ini hanyalah bersifat jangka pendek. Ia menambahkan, kondisi pasar saat ini justru sangat mendukung untuk mendorong laju IHSG ke depannya. Ada beberapa faktor pendorong utama:

Pertama, Bank Indonesia (BI) telah memberi sinyal pelonggaran BI Rate lebih lanjut, setelah sebelumnya memangkas suku bunga acuan menjadi 5% pada Agustus ini. Kedua, Federal Reserve (The Fed) di Amerika Serikat juga diperkirakan akan memangkas suku bunga pada September mendatang.

Di sisi lain, penurunan yield Surat Berharga Negara (SBN) 10 tahun di kisaran 6,3% serta yield Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) sekitar 5,05% menjadikan pasar saham relatif lebih atraktif bagi investor. Momentum ini secara signifikan dapat mendukung valuasi IHSG, terutama saham-saham bank jumbo yang sensitif terhadap kebijakan moneter dan memiliki bobot besar dalam perhitungan indeks.

“Momentum suku bunga turun akan lebih dominan pengaruhnya ke depannya. Saya melihat koreksi yang terjadi, apabila indeks bisa turun lebih dalam, justru akan menjadi peluang yang lebih baik untuk potensi rebound di masa mendatang,” pungkas Reydi dengan keyakinan.

Pandangan serupa juga disampaikan oleh Head of Equity Research Mandiri Sekuritas, Adrian Joezer. Ia menilai bahwa pasar saham saat ini berada dalam posisi yang diuntungkan ketika suku bunga rendah. Situasi ini secara alami akan mendorong investor untuk lebih melirik saham dibandingkan instrumen investasi lainnya.

“Jika kita melihat beberapa instrumen imbal hasilnya menurun, seperti yield SBN 10 tahun yang kini di sekitar 6,3%, dan level SRBI di sekitar 5,05%, ini menyebabkan instrumen saham menjadi sangat menarik. Terlebih lagi, imbal hasil dari sisi yield dividen-nya berada di level hampir 6%,” ungkap Adrian, memperkuat daya tarik investasi saham.

Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *