High Dividen: 20 Saham Pilihan Saat Pasar Saham Volatil

Di tengah ketidakpastian dan fluktuasi yang mewarnai pasar saham saat ini, strategi mengincar pembagian dividen dari emiten kian dilirik para investor. Pendekatan yang dikenal sebagai dividend hunter ini dinilai ampuh untuk menjaga stabilitas portofolio saham, menawarkan arus pendapatan yang lebih pasti di tengah gejolak pasar.

Pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada Rabu (24/9/2025) memang menunjukkan sedikit penguatan, naik 0,02% ke level 8.126 di penutupan perdagangan. Kinerja IHSG sejak awal tahun bahkan tercatat positif, melesat 14,78% year to date (YTD). Namun, euforia kenaikan ini sedikit teredam oleh fakta masih tingginya arus keluar dana asing. Pada hari yang sama, dana asing tercatat keluar sebesar Rp 524,98 miliar dari seluruh pasar, dengan Rp 714,89 miliar di antaranya berasal dari pasar reguler. Secara kumulatif sejak awal tahun, total arus keluar dana asing di pasar reguler telah mencapai Rp 44,30 triliun, dan Rp 52,68 triliun di seluruh pasar.

Di sisi lain, pergerakan nilai tukar rupiah menunjukkan tren yang beragam. Meskipun di pasar spot rupiah sempat menguat tipis 0,02% mencapai Rp 16.680 per dolar Amerika Serikat (AS), namun data dari Jisdor justru mencatat pelemahan 0,26% ke angka yang sama. Kontradiksi ini menambah kompleksitas dinamika pasar saham yang perlu dicermati investor.

Menyikapi kondisi ini, Analis Panin Sekuritas, Cliff Nathaniel, menjelaskan bahwa di tengah penguatan pasar belakangan ini, potensi imbal hasil dari capital gain mungkin terlihat lebih menggiurkan dibandingkan fokus semata pada strategi dividend hunter. Meski demikian, pilihan antara keduanya sangat bergantung pada preferensi masing-masing investor. Menurutnya, strategi dividend hunter mampu menawarkan aliran imbal hasil yang lebih stabil dan bersifat defensif, namun investor harus cermat. “Perlu kehati-hatian terhadap saham-saham yang terlihat menarik dari sisi yield dividen namun berisiko menjadi dividend trap,” tegas Cliff. Ia menambahkan, di sisi lain, strategi capital gain berpotensi memberikan keuntungan yang lebih besar saat momentum pasar sedang positif, namun diiringi volatilitas yang juga lebih tinggi.

Senada, Analis Phillip Sekuritas, Helen Vincentia, turut menyoroti bahwa strategi dividend hunter tetap merupakan langkah bijak yang patut dipertimbangkan untuk menjaga porsi portofolio di tengah fluktuasi pasar. Namun, ia menekankan bahwa ada beberapa faktor krusial yang harus diperhatikan investor. Helen menyarankan untuk memilih saham dengan yield dividen yang tinggi serta dividend payout ratio (DPR) yang besar. Selain itu, konsistensi emiten dalam membagikan dividen setiap tahun juga menjadi indikator penting. “Pilihlah emiten yang ramai diperdagangkan untuk mencegah dividen trap,” sarannya kepada Kontan, Rabu (24/9/2025).

Melengkapi pandangan tersebut, Maximilianus Nico Demus, Associate Director of Research and Investment Pilarmas Investindo Sekuritas, memberikan perspektif lebih detail. Menurut Nico, jika sebuah perusahaan menawarkan dividend yield yang tinggi (di atas 5%) dan didukung fundamental yang kuat, mengoleksi saham emiten tersebut secara rutin adalah pilihan yang sangat disarankan. Sebaliknya, apabila yield dividen tinggi namun tanpa fundamental yang solid, strategi “menunggangi momentum” menjadi langkah yang lebih tepat. Ia menegaskan, “Semua akan kembali kepada seberapa menarik dividen yang diberikan oleh perusahaan, sehingga hal ini yang akan membuat pelaku pasar dan investor dapat memutuskan.” Ia juga menambahkan, bagi investor yang menghindari dividend trap, mengejar volatilitas kenaikan pasar saham seperti yang terjadi belakangan ini seringkali menjadi preferensi.

Astra Agro Lestari (AALI) Akan Bagi Dividen Interim Rp 236 Miliar, Cek Jadwalnya

Prospek dan Rekomendasi

Meskipun strategi dividend hunter menjanjikan, kinerja Indeks High Dividend20 (IDXHIDIV20) justru masih terlihat lesu, terkoreksi 5,11% secara year to date (YTD). Cliff Nathaniel menganalisis bahwa koreksi ini utamanya dipicu oleh penurunan harga saham emiten perbankan. Kondisi likuiditas yang cenderung lemah saat ini telah meningkatkan cost of fund (CoF) perbankan dan pada akhirnya menekan net interest margin (NIM). Namun demikian, Cliff melihat situasi ini sebagai peluang. Emiten perbankan yang kini tergolong undervalued dapat menjadi investasi menarik untuk jangka panjang. “Dari segi dividen, bank-bank Himbara juga masih memiliki potensi payout ratio yang relatif tinggi tahun ini pasca pembentukan Danantara,” jelasnya. Data dari RTI menunjukkan bahwa dividend payout ratio BBRI mencapai 99,03%, BMRI 88,69%, dan BBNI 69,11%.

Dividen Interim ASII Ditunggu Investor, Berapa Besarannya di 2025?

Senada dengan Cliff, Helen Vincentia juga mengamini bahwa koreksi pada saham perbankan menjadi biang keladi tertekannya IDXHIDIV20. Namun, ia justru memandang kondisi ini sebagai peluang emas bagi investor untuk mengakumulasi saham-saham tersebut. “Untuk investasi jangka panjang, koreksi saham bisa dijadikan momentum untuk akumulasi,” ungkap Helen. Lebih lanjut, ia merekomendasikan sejumlah saham yang menarik untuk dikoleksi berkat konsistensi mereka dalam membagikan dividen dalam jumlah menarik. Daftar pilihannya meliputi: ACES, AKRA, ANTM, ASII, BBRI, BBNI, BMRI, BNGA, ITMG, SIDO, TLKM, dan UNTR. Secara spesifik, Helen memberikan rekomendasi beli untuk TLKM dengan target harga Rp 3.550 per saham, AKRA di Rp 1.870 per saham, dan ITMG di Rp 24.500 per saham.

HEXA Siap Menebar Dividen Tunai Senilai US$ 21,74 Juta

Sementara itu, Nico Demus menegaskan bahwa investor tidak perlu terpaku pada konstituen IDXHIDIV20 saja untuk menemukan emiten dengan dividen menarik, meskipun menyisir indeks tersebut adalah cara termudah. Secara umum, sektor perbankan seperti BBCA, BBRI, BMRI, dan BBNI, dikenal rutin dan konsisten memberikan dividen yang atraktif. Selain itu, ASII juga merupakan emiten yang kerap menebar dividen secara rutin. Sektor komoditas pun tidak ketinggalan, dinilai memiliki potensi dividen yang rutin dan menggiurkan. Untuk saham di luar kategori tersebut, investor disarankan untuk lebih cermat memperhatikan besaran dividend yield serta fundamental perusahaan. “Apabila dividend yield emiten itu menarik dan fundamentalnya baik, tak ada salahnya untuk dikoleksi,” tuturnya. Ia juga mengingatkan, “Jangan menutup kemungkinan bahwa saham yang tidak masuk ke dalam HDIV20 berarti dividennya tidak menarik.”

Dalam daftar rekomendasinya, Nico merekomendasikan beli untuk BBCA dengan target harga Rp 10.750 per saham, BBRI di Rp 4.600 per saham, BBNI di Rp 5.000 per saham, dan BMRI di Rp 5.530 per saham. Selain itu, rekomendasi beli juga diberikan untuk ASII dengan target Rp 5.800 per saham, INDF di Rp 9.940 per saham, ACES di Rp 590 per saham, dan ADRO di Rp 2.270 per saham.

Ringkasan

Di tengah volatilitas pasar saham, strategi dividend hunter semakin diminati investor untuk menjaga stabilitas portofolio dan mendapatkan arus pendapatan yang pasti. Analis menyarankan kehati-hatian dalam memilih saham dividen, menghindari dividend trap, dan mempertimbangkan faktor seperti yield dividen yang tinggi, dividend payout ratio yang besar, serta konsistensi emiten dalam membagikan dividen.

Meskipun IDXHIDIV20 terkoreksi karena penurunan saham perbankan, kondisi ini justru dipandang sebagai peluang akumulasi saham perbankan yang undervalued untuk investasi jangka panjang. Beberapa saham yang direkomendasikan meliputi saham perbankan seperti BBCA, BBRI, BMRI, dan BBNI, serta saham sektor lain seperti ASII, ACES, AKRA, ANTM, ITMG, SIDO, TLKM, dan UNTR.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *