Shoesmart.co.id JAKARTA – Kinerja saham PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) menunjukkan penguatan signifikan pada perdagangan Kamis, 11 September 2025. Emiten perbankan raksasa milik Grup Djarum ini berhasil menutup sesi dengan kenaikan 0,64%, menempatkan harga sahamnya di level Rp 7.850 per saham. Meskipun dibuka pada posisi Rp 7.900, saham BBCA sempat menyentuh level tertinggi harian di Rp 7.950 per saham, menandakan adanya minat beli yang cukup solid.
Namun, di balik penguatan harian tersebut, tekanan terhadap pergerakan harga saham BBCA secara keseluruhan masih terasa. Data dari Stockbit mengungkapkan bahwa dalam satu pekan terakhir, saham Bank Central Asia terkoreksi 1,88%. Kondisi ini diperparah oleh aksi jual bersih investor asing yang masif, mencapai angka Rp 3,90 triliun. Lebih jauh, sejak awal tahun, penurunan harga saham BBCA telah mencapai 20,71%, menggambarkan tantangan yang dihadapi oleh salah satu bank terbesar di Indonesia ini.
Menyikapi kondisi ini, M. Nafan Aji Gusta, seorang Senior Market Analyst dari Mirae Asset Sekuritas, memberikan pandangannya. Menurutnya, posisi saham BBCA saat ini terbilang undervalued atau di bawah nilai intrinsiknya. Meskipun demikian, Nafan mencatat adanya sinyal positif di mana harga BBCA mulai menunjukkan apresiasi, meskipun masih terpaut jauh dari estimasi nilai wajarnya. Secara fundamental, ia menegaskan bahwa Bank Central Asia tetap merupakan entitas yang sangat solid.
Lebih lanjut, Nafan mengidentifikasi adanya katalis positif yang berpotensi mendorong kinerja BBCA. Katalis tersebut berasal dari kebijakan inovatif yang digulirkan oleh Menteri Keuangan, Purbaya Yudhi Sadewa. “Menurut pandangan saya, BBCA setidaknya memperoleh dukungan signifikan dari dinamika liquidity injection yang dilakukan oleh Menkeu Purbaya Yudhi Sadewa,” ungkapnya pada Kamis, 11 September 2025, menyoroti dampak positif dari suntikan likuiditas tersebut.
Dalam upaya memperkuat sentimen pasar dan mengembalikan kepercayaan investor, Nafan menyarankan agar BBCA mempertimbangkan langkah strategis berupa buyback saham. Rekomendasi ini didasarkan pada fakta bahwa harga saham BBCA saat ini masih berada di bawah Rp 8.000 per saham, sebuah level yang dinilai menarik untuk aksi korporasi tersebut. Ia meyakini bahwa dengan fundamental perseroan yang kuat dan pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) yang konsisten, buyback saham akan menjadi instrumen efektif untuk mendorong harga saham BBCA agar kembali merefleksikan nilai fundamentalnya yang sebenarnya.
Secara teknikal, Nafan juga optimistis terhadap prospek jangka panjang saham BBCA. “Kalau secara teknikal, target harga BBCA dalam jangka panjang seharusnya bisa mencapai angka lima digit dari pergerakan sahamnya saat ini,” ujar Nafan, memberikan proyeksi pertumbuhan yang menjanjikan.
Selain faktor-faktor tersebut, Nafan menyoroti konsistensi BBCA dalam menerapkan prinsip Good Corporate Governance (GCG) sebagai modal kuat. Dengan tata kelola perusahaan yang baik, ia meyakini peluang pemulihan harga saham akan semakin terbuka lebar, terutama jika perseroan berani mengambil langkah-langkah strategis yang diusulkan. Implementasi kebijakan ini, menurutnya, juga berpotensi signifikan untuk menekan tekanan jual bersih investor asing (net foreign sell) terhadap saham BCA di masa mendatang, sehingga stabilitas harga saham dapat lebih terjaga.