JAKARTA – Indikator penting risiko investasi, Credit Default Swap (CDS) Indonesia, mencatatkan kenaikan pada Jumat (29/8/2025). Berdasarkan data Bloomberg, risiko investasi yang tercermin dari CDS 5 tahun Indonesia melonjak ke level 67,73, sebuah peningkatan sebesar 0,38% secara harian.
Kenaikan ini secara langsung mengindikasikan bahwa persepsi risiko pasar terhadap kondisi Indonesia sedang berada dalam tren peningkatan. Dampaknya tidak hanya terbatas pada CDS.
Kondisi ini juga tercermin pada pergerakan imbal hasil obligasi pemerintah. Merujuk data Trading Economics, imbal hasil (yield) Surat Utang Negara (SUN) tenor 10 tahun terlihat sedikit terkerek, mencapai level 6,32% atau naik tipis 0,02 poin dibandingkan sesi perdagangan sebelumnya. Peningkatan yield obligasi ini seringkali menjadi indikasi bahwa investor menuntut kompensasi lebih tinggi atas risiko yang mereka hadapi.
Menanggapi fenomena ini, Kepala Pusat Makroekonomi dan Keuangan Institute for Development of Economics and Finance (Indef), M. Rizal Taufikurahman, menjelaskan bahwa lonjakan Credit Default Swap Indonesia ini merupakan refleksi dari penyesuaian risiko yang dipicu oleh sentimen politik dan gelombang aksi demonstrasi. “Pasar sedang melakukan re-pricing risiko karena volatilitas rupiah yang meningkat, sehingga para investor menuntut premi tambahan atas investasi mereka,” ungkap Rizal kepada Kontan, Jumat (29/8/2025).
Risiko Investasi (CDS) Indonesia Naik Seiring Pelemahan Rupiah dan IHSG
Kendati demikian, Rizal juga memberikan perspektif yang lebih menenangkan. Menurutnya, level CDS Indonesia saat ini masih tergolong relatif rendah jika dibandingkan dengan rata-rata emerging market yang memiliki peringkat BBB. Oleh karena itu, Rizal berpendapat bahwa indikasi kenaikan risiko investasi ini cenderung bersifat sentimen jangka pendek. “Situasi ini berpotensi mereda dengan cepat apabila stabilitas politik dan komunikasi kebijakan dapat dipulihkan secara sigap,” tambahnya.
Sejalan dengan peningkatan risiko investasi yang ditunjukkan oleh CDS, pasar saham dan nilai tukar rupiah turut mengalami koreksi pada hari yang sama. Melansir data Bloomberg, nilai tukar rupiah ditutup melemah di level Rp 16.500 per dolar AS, mencatatkan kenaikan 0,90% pada perdagangan Jumat (29/8/2025).
Pengamat mata uang dan komoditas, Ibrahim Assuaibi, memperkuat pandangan ini dengan menyatakan bahwa pelemahan rupiah dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) salah satunya dipicu oleh aksi demonstrasi yang terjadi pada Kamis (28/8/2025). “Pelemahan rupiah dan IHSG secara jelas mengindikasikan bahwa kejadian tadi malam memiliki dampak signifikan terhadap pergerakan pasar dalam negeri,” tegasnya, Jumat (29/8/2025).
Dana Asing Terus Keluar, Ekonom Proyeksikan Risiko Investasi (CDS) RI Tetap Terjaga
Ringkasan
Credit Default Swap (CDS) Indonesia mengalami kenaikan menjadi 67,73 pada 29 Agustus 2025, mengindikasikan peningkatan risiko investasi. Kenaikan ini dipicu oleh sentimen politik dan aksi demonstrasi, yang menyebabkan pasar melakukan re-pricing risiko. Imbal hasil obligasi pemerintah tenor 10 tahun juga mengalami kenaikan tipis, mencapai 6,32%.
Meskipun demikian, level CDS Indonesia masih dianggap relatif rendah dibandingkan rata-rata emerging market. Pelemahan Rupiah hingga Rp 16.500 per dolar AS dan koreksi IHSG juga dipicu oleh aksi demonstrasi. Ekonom berpendapat bahwa kenaikan risiko investasi ini bersifat jangka pendek dan berpotensi mereda jika stabilitas politik dan komunikasi kebijakan dapat dipulihkan.