Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dengan tegas mengklarifikasi bahwa proyek strategis Kereta Cepat Jakarta Bandung, yang kini dikenal sebagai Whoosh, sepenuhnya bebas dari jeratan utang pemerintah. Pembiayaan megaproyek ini, yang merupakan hasil kolaborasi konsorsium entitas bisnis Indonesia dan Tiongkok, ditekankan sebagai skema business to business (B2B) murni.
Pernyataan tersebut disampaikan oleh Direktur Jenderal (Dirjen) Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kemenkeu, Suminto, dalam sebuah Media Gathering APBN 2026 di Bogor, Jawa Barat, pada Jumat (10/10). Ia menggarisbawahi peran dominan konsorsium Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Indonesia, di mana PT Kereta Api Indonesia (KAI) menjadi pemain kunci. “Ini murni B2B, jadi tidak ada utang pemerintah di sini karena dilakukan oleh badan usaha, konsorsium badan usaha Indonesia dan China, di mana konsorsium Indonesianya dimiliki oleh PT KAI,” tegas Suminto, menepis spekulasi yang mungkin timbul.
Suminto lebih lanjut memastikan bahwa seluruh komponen utang dalam proyek Kereta Cepat Whoosh ini berasal dari pinjaman antar badan usaha, bukan dari kas negara. “Jadi perbedaan Kereta Cepat Jakarta-Bandung yang ada porsi ekuitas dan ada porsi pinjamannya itu. Kesimpulannya adalah ekuitas dan pinjaman dari badan usaha, jadi tidak ada pinjaman pemerintahnya,” tambahnya, menjelaskan struktur pembiayaan yang independen dari APBN.
Dalam konteks kolaborasi ini, PT Kereta Api Indonesia (KAI) merupakan bagian integral dari Joint Venture PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI). Bersama tiga BUMN lainnya – PT Wijaya Karya (Persero), PT Jasa Marga (Persero) Tbk, dan PT Perkebunan Nusantara VIII – PSBI mewakili kepemilikan Indonesia sebesar 60 persen, sementara sisanya 40 persen dikuasai oleh pihak Tiongkok.
Total investasi proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung diketahui mencapai USD 7,27 miliar, termasuk pembengkakan biaya (cost overrun) sebesar USD 1,2 miliar. Struktur permodalannya mengandalkan 75 persen dari pinjaman Bank Pembangunan China (CDB) dengan tenor 40 tahun dan bunga 2 persen per tahun, sedangkan 25 persen sisanya dipenuhi dari modal bersama KCIC.
Meski demikian, keterlibatan PT KAI dalam proyek ini tidak tanpa tantangan finansial. Berdasarkan Laporan Keuangan Tengah Tahun KAI per 30 Juni 2025 (unaudited), tercatat kerugian bersih dari investasi pada entitas asosiasi dan ventura bersama di PT PSBI mencapai Rp 951,48 miliar. Sejak awal tahun 2025, PT KAI juga telah mengucurkan modal investasi ke PT PSBI senilai Rp 7,7 triliun, mengingat PT KAI sendiri memiliki saham sebesar 58,53 persen di PT PSBI.
Ringkasan
Kementerian Keuangan menegaskan bahwa proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (Whoosh) tidak melibatkan utang pemerintah. Pembiayaan proyek ini dilakukan melalui skema business to business (B2B) antara konsorsium badan usaha Indonesia dan Tiongkok, di mana PT Kereta Api Indonesia (KAI) memegang peran kunci. Seluruh utang dalam proyek berasal dari pinjaman antar badan usaha, bukan dari anggaran negara.
Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung memiliki total investasi sebesar USD 7,27 miliar, termasuk pembengkakan biaya. Pembiayaan berasal dari pinjaman Bank Pembangunan China (CDB) sebesar 75% dan modal bersama KCIC sebesar 25%. Meskipun demikian, PT KAI mencatat kerugian dari investasi di PT PSBI dan telah mengucurkan modal investasi yang signifikan ke PT PSBI.