Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa baru membeberkan alasan Presiden Prabowo Subianto mengangkatnya menjadi Menteri Keuangan
Shoesmart.co.id – Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa akhirnya membeberkan alasan di balik keputusan Presiden Prabowo Subianto menunjuk dirinya sebagai “bendahara negara” menggantikan Sri Mulyani Indrawati.
Ternyata, sebelum penunjukan itu terjadi, Purbaya sempat “menakut-nakuti” Prabowo dengan prediksi bahwa pada Februari 2026, situasi ekonomi bisa memicu gejolak besar yang berpotensi mengguncang stabilitas pemerintahan.
Menurut Purbaya, kekhawatiran itu ia sampaikan karena melihat adanya perlambatan ekonomi yang jika tidak segera ditangani, bisa berujung pada demonstrasi besar-besaran.
Ia mencontohkan kejadian demo nasional yang berlangsung pada 25–30 Agustus 2025, sebagai bukti nyata keresahan masyarakat akibat tekanan ekonomi.
“Tapi waktu ekonominya diperlambat, rakyat susah, turunlah demo besar-besaran.
Demo yang terjadi sebulan lalu, itu karena dampak dari ekonomi yang melambat secara signifikan,” ujarnya dalam acara Investor Daily Summit 2025 di Jakarta Convention Centre (JCC), Kamis (9/10/2025), dikutip dari YouTube Investor Daily.
Purbaya menegaskan, bila kondisi ekonomi terus dibiarkan melambat, maka kepercayaan publik terhadap pemerintahan Prabowo akan menurun drastis.
Ia bahkan menyebut, dalam skenario terburuk, gelombang demonstrasi akan terus meningkat setiap minggu.
“Kalau kita tidak merubah arah kebijakan ekonomi sekarang, kita akan terus mengalami demo dari minggu ke minggu dan semakin parah.
Dan hitungan saya sebagai ekonom dan setengah dukun, Februari tahun depan akan terjadi pergantian kekuasaan yang cost-nya buat masyarakat mahal,” katanya.
Prediksi tajam itu ternyata membuat Prabowo berpikir serius. Purbaya bercerita bahwa setelah menyampaikan analisisnya, ia dipanggil Presiden selama tiga hari berturut-turut menjelang pelantikannya pada 8 September 2025.
Pertemuan pertama berlangsung di kediaman Prabowo di Hambalang, Bogor, di mana ia hanya duduk mendengarkan sang presiden berdiskusi tanpa ditanya apapun.
“Cara Pak Prabowo menilai orang itu hari Jumat. ‘Pur, dipanggil ke Hambalang’, datang saya ke situ.
Duduk tiga jam dengerin dia presentasi sama orang lain, dengerin. Besoknya datang lagi, dengerin. Dia ngelihat saya saja,” kenang Purbaya.
Kemudian, pada 7 September 2025, sehari sebelum pelantikannya, Purbaya kembali bertemu Prabowo. Di pertemuan itulah ia secara terus terang menyampaikan peringatannya tentang risiko ekonomi yang bisa membuat presiden jatuh pada Februari 2026.
“Saya ceritain, Pak keadaan begini-begini. Nah seperti yang saya bilang tadi, saya takut-takutin.
‘Pak Februari pak (Prabowo lengser)’, (jawab Prabowo) ‘oh gitu ya?’. Itu secret of my success,” ungkapnya sambil tersenyum.
Menurut Purbaya, analisisnya bukan sekadar prediksi tanpa dasar, tetapi disertai data dan kajian sejarah ekonomi nasional. Ia bahkan membandingkan kondisi saat ini dengan dinamika ekonomi di masa pemerintahan sebelumnya.
“Memang ancamannya serius. Saya beberkan data-data yang panjang dan clear. Jaman Pak Soeharto kenapa dia jatuh, jaman Gus Dur kenapa beliau jatuh, jaman SBY kenapa dia hampir jatuh tapi tidak jadi, jaman Pak Jokowi aslinya juga sama,” ujar Purbaya.
Lebih jauh, ia menjelaskan bahwa ekonomi Indonesia memiliki pola siklus tujuh tahunan, di mana setiap periode pertumbuhan diikuti oleh fase perlambatan atau krisis. Namun, pada era Presiden Joko Widodo, siklus itu sempat bergeser.
“Kita rata-rata tujuh tahun ekspansi, tujuh tahun resesi. Dalam masa down-turn itu masa-masa krisis. Kalau pengambil kebijakan salah, yang terjadi (seperti) jaman Pak Harto, salah lagi jamannya Gus Dur.
Jamannya Pak SBY, 2008 diamankan, lalu 2015 saat Pak Jokowi mengambil kekuasaan, itu guncang sekali, dia hampir jatuh itu 2016,” paparnya.
Menariknya, Purbaya mengklaim perannya cukup berpengaruh dalam menjaga stabilitas ekonomi saat masa kepemimpinan Jokowi.
“Saya cerita begini karena orang bilang Purbaya nggak tahu ekonomi, nggak ada pengalaman fiskal dan moneter. Saya kasih masukan dari jaman SBY dan Pak Jokowi juga, tapi nggak dibayar, gratis,” pungkasnya.
Dengan gaya bicara lugas dan analisis yang berani, Purbaya seolah ingin menegaskan bahwa penunjukannya sebagai Menkeu bukan semata faktor politik, melainkan karena ia diyakini mampu menjadi penyeimbang di tengah tekanan ekonomi yang kian menantang.
(TribunTrends.com/Tribunnews.com/Yohanes Liestyo Poerwoto/Disempurnakan dengan bantuan AI)