Kripto Anjlok September: Analisis & Penyebab Penurunan Transaksi!

JAKARTA – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melaporkan adanya penurunan pada nilai transaksi aset kripto selama September 2025, sebuah fenomena yang mencerminkan dinamika pasar global yang terus bergejolak.

Hasan Fawzi, Kepala Eksekutif Pengawas Inovasi Teknologi Sektor Keuangan, Aset Keuangan Digital, dan Aset Kripto OJK, mengungkapkan bahwa per September 2025, terdapat 1.416 jenis aset kripto yang sah untuk diperdagangkan. Data juga menunjukkan pertumbuhan jumlah konsumen atau investor, yang mencapai 18,08 juta per Agustus 2025. Angka ini meningkat 9,57% dibandingkan bulan Juli 2025 yang mencatat 16,50 juta investor.

“Nilai transaksi aset kripto sepanjang September 2025 tercatat sebesar Rp 38,64 triliun, menunjukkan penurunan 14,53% dari bulan Agustus 2025 yang mencapai Rp 45,21 triliun,” jelas Hasan dalam konferensi pers RDKB OJK pada Kamis (9/10). Meskipun demikian, total nilai transaksi aset kripto dari Januari hingga September 2025 masih kokoh di angka Rp 360,30 triliun, sebuah indikasi kuat bahwa kepercayaan konsumen dan kondisi pasar aset kripto tetap terjaga dengan baik.

Menanggapi data OJK tersebut, CEO Tokocrypto, Calvin Kizana, mengonfirmasi tren serupa di platformnya. Calvin menyatakan bahwa nilai transaksi kripto di Tokocrypto juga mengalami sedikit penurunan, yaitu kurang dari 5% pada September dibandingkan Agustus. Penurunan ini selaras dengan data nasional yang dirilis OJK.

“Meski begitu, total transaksi di Tokocrypto pada bulan September masih berhasil melampaui Rp 12 triliun,” ujar Calvin kepada Kontan, Jumat (10/10). Ia menjelaskan bahwa penurunan ini merupakan cerminan dari dinamika pasar global yang kini memasuki fase konsolidasi, setelah periode volatilitas tinggi yang terjadi pada bulan sebelumnya.

Calvin merinci, pada Agustus 2025, Bitcoin sempat mencetak rekor harga tertinggi sepanjang masa (ATH) di atas US$124.000. Puncak ini memicu lonjakan aktivitas perdagangan dan euforia investor akibat sentimen FOMO (Fear of Missing Out) yang meningkat tajam. Namun, saat memasuki September, pasar mulai menunjukkan sinyal pendinginan. Volatilitas harga Bitcoin dan Ethereum menurun signifikan, sekitar 26% secara bulanan (MoM), menandakan berkurangnya pergerakan harga ekstrem yang biasanya menjadi pemicu utama volume transaksi yang tinggi.

Dalam kondisi pasar yang lebih tenang ini, banyak investor, terutama dari segmen ritel, memilih strategi wait and see. Mereka cenderung menunggu arah pasar yang lebih jelas sebelum kembali aktif bertransaksi. “Akibatnya, aktivitas perdagangan di berbagai bursa, baik global maupun domestik, mengalami penurunan, begitu pula dengan pendapatan jaringan blockchain,” terang Calvin.

Selain itu, rotasi aset juga turut memengaruhi kondisi pasar. Calvin menambahkan bahwa setelah reli besar di Agustus, minat terhadap altcoin menurun pada September, sebab investor lebih memilih untuk bertahan pada aset utama seperti Bitcoin. Faktor makroekonomi global, seperti inflasi AS yang cenderung stabil dan ekspektasi suku bunga yang belum berubah, juga berkontribusi pada pergerakan pasar kripto dalam kisaran harga yang lebih sempit.

“Kendati demikian, penurunan ini tidak mengindikasikan melemahnya minat terhadap aset kripto, melainkan merupakan fase jeda yang sehat sebelum potensi reli lanjutan,” jelas Calvin. Tanda-tanda pemulihan justru sudah mulai terlihat di awal Oktober, di mana Bitcoin kembali menembus ATH baru di sekitar US$126.000 dan volatilitas pasar kembali menunjukkan peningkatan.

Munculnya token-token baru seperti ASTER dan XPL, yang telah resmi terdaftar di sejumlah bursa termasuk Tokocrypto, juga diperkirakan akan membangkitkan kembali minat investor ritel dan meningkatkan aktivitas perdagangan dalam beberapa bulan ke depan. “Dengan kata lain, penurunan transaksi di September bersifat teknis dan sementara, bagian dari siklus alami pasar kripto yang sangat dipengaruhi oleh sentimen, momentum harga, dan pergerakan arus modal global,” pungkas Calvin.

Ringkasan

Nilai transaksi aset kripto di Indonesia mengalami penurunan pada bulan September 2025, tercatat sebesar Rp 38,64 triliun atau turun 14,53% dibandingkan Agustus. Meskipun demikian, total nilai transaksi dari Januari hingga September 2025 masih menunjukkan angka yang solid, yaitu Rp 360,30 triliun. Penurunan ini dikonfirmasi oleh CEO Tokocrypto yang menyatakan bahwa penurunan serupa juga terjadi di platformnya.

Penurunan transaksi ini disebabkan oleh beberapa faktor, termasuk fase konsolidasi pasar setelah volatilitas tinggi di bulan Agustus, di mana Bitcoin sempat mencetak rekor tertinggi. Investor cenderung memilih strategi *wait and see* dan terjadi rotasi aset, dengan minat terhadap *altcoin* menurun. Meski demikian, tanda-tanda pemulihan sudah terlihat di awal Oktober dan kemunculan token-token baru diharapkan dapat kembali meningkatkan minat investor.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *