Saham Big Banks Rontok! Analisis & Rekomendasi

Shoesmart.co.id JAKARTA. Pergerakan harga saham empat bank besar (big banks) mayoritas menunjukkan tren pelemahan pada awal pekan ini. Kondisi ini disinyalir merupakan kelanjutan dari gelombang aksi jual bersih (net sell) oleh investor asing, ditambah minimnya katalis fundamental yang mampu mendorong kenaikan.

Mengutip data Stockbit, pada penutupan perdagangan Selasa, 23 September 2025, mayoritas saham bank besar memang ditutup dengan koreksi. Saham PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI), PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI), dan PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) konsisten bergerak melemah sejak pembukaan hingga akhir sesi perdagangan. Di tengah tekanan tersebut, hanya saham PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) yang tampil perkasa dan masih tercatat menguat stabil.

Secara spesifik, saham BBNI tergelincir 0,24% dan ditutup di level Rp 4.200 per saham. Harga penutupan ini sedikit lebih rendah dibandingkan dengan harga pembukaannya di pagi hari yang berada di level Rp 4.210 per saham. Menyusul, BMRI juga mengakhiri perdagangan dengan koreksi tipis 0,23% di level Rp 4.410 per saham, setelah dibuka pada level Rp 4.390 per saham. Koreksi paling dalam di antara ketiganya tercatat pada saham BBRI, yang melemah sekitar 0,48% ke level Rp 4.140 per saham. Meskipun demikian, harga penutupan saham BBRI ini masih sedikit lebih tinggi dari harga pembukaannya di level Rp 4.120 per saham.

Berbanding terbalik, saham BBCA, bank Grup Djarum, berhasil melaju menguat sepanjang perdagangan hingga penutupan. Dibuka di level Rp 7.750, saham ini menguat 1,94% dan ditutup di level Rp 7.875 per saham, bahkan sempat mencapai level tertinggi di Rp 7.900 per saham.

Menurut Ekky Topan, seorang Investment Analyst dari Infovesta Kapital Advisori, meskipun sejumlah sentimen positif seperti pemangkasan BI Rate menjadi 4,75% dan rencana penempatan dana pemerintah sebesar Rp 200 triliun telah bergulir, pasar tampaknya belum melihat dampak langsung yang signifikan terhadap kinerja perbankan. Ia menjelaskan, “Pertumbuhan kredit masih cenderung lambat dan permintaan dari sektor riil belum sepenuhnya pulih,” pada Selasa, 23 September 2025.

Kondisi tersebut membuat ekspansi bank masih terbatas. Pasar pun mulai mengantisipasi bahwa tekanan terhadap Margin Bunga Bersih (NIM) berpotensi tetap tinggi dalam jangka pendek, terutama karena tren suku bunga telah lebih dulu menurun sebelum pemulihan permintaan kredit benar-benar terjadi. Keadaan ini juga terefleksi dari arus dana asing yang masih keluar dari saham-saham bank besar seperti BMRI dan BBNI, mengindikasikan bahwa kepercayaan jangka panjang investor asing terhadap sektor keuangan Indonesia belum sepenuhnya pulih. “Bisa dibilang, saham bank belum menguat karena pasar masih mencari ‘bukti konsep’ (proof of concept), yakni pembuktian bahwa tambahan likuiditas dan kebijakan baru benar-benar mampu mendorong pertumbuhan kredit dan memperbaiki profitabilitas sektor ini di paruh kedua tahun ini,” imbuh Ekky.

Di sisi lain, Analis Korea Investment & Sekuritas Indonesia (KISI) Muhammad Wafi menyoroti beberapa sentimen lain yang menjadi pemicu pelemahan saham bank mayoritas di awal pekan ini. Ia menyebutkan fenomena aksi ambil untung (profit taking) setelah reli panjang pasca pemangkasan suku bunga oleh Bank Indonesia dan The Fed, kekhawatiran investor terhadap revisi target pertumbuhan kredit dan NIM beberapa bank besar, serta terjadi rotasi sektor ke saham-saham yang lebih defensif dan komoditas tertentu.

Melihat ke depan, Wafi memperkirakan sektor perbankan masih akan berada dalam fase konsolidasi dengan potensi rebound yang terbatas. Pasar akan mencermati data makroekonomi seperti PMI, inflasi, dan arus modal asing, serta arah pergerakan nilai tukar rupiah. Selama rupiah stabil dan yield obligasi turun, sektor bank tetap menjadi magnet bagi investor asing. “Jadi kemungkinan pekan depan ada peluang teknikal rebound, terutama di bank BUMN,” kata Wafi pada 23 September 2025.

Wafi menambahkan bahwa harga saham bank BUMN relatif lebih menarik dibandingkan bank swasta. Valuasi sahamnya, yang tercermin dari Price to Book Value (PBV) dan Price to Earning (PE), masih di bawah rata-rata regional dengan Return of Equity (ROE) yang cukup kompetitif, sehingga level saat ini mulai menggoda untuk akumulasi bertahap bagi investor jangka menengah hingga panjang. Secara spesifik, BBRI dan BMRI bisa menjadi pilihan utama karena mendapat dukungan sentimen penurunan suku bunga serta potensi pertumbuhan kredit UMKM dan korporasi. Sementara itu, BBNI cocok untuk investor yang lebih agresif karena karakteristiknya yang lebih high beta. Adapun BBCA tetap masuk kategori premium dan ideal untuk investor konservatif jangka panjang.

Tidak hanya itu, Wafi juga melihat saham PT Bank Pembangunan Jawa Barat dan Banten Tbk (BJBR) serta PT Bank Tabungan Negara Tbk (BBTN) menarik karena memiliki valuasi yang masih diskon dan sensitivitasnya terhadap tren suku bunga. Sedangkan bagi investor yang melirik peluang di segmen bank digital, ia merekomendasikan saham PT Bank Jago Tbk (ARTO).

Berbeda dengan pandangan Wafi yang melihat potensi rebound, Ekky memperkirakan bahwa untuk pekan depan, kecenderungan pergerakan saham sektor perbankan masih akan bersifat fluktuatif. Oleh karena itu, ia menyarankan agar investor mengambil sikap “wait and see” terlebih dahulu hingga muncul sinyal teknikal atau sentimen fundamental baru yang lebih kuat dan mampu mendorong penguatan sektor ini secara konsisten. Namun demikian, dari perspektif jangka panjang, sektor perbankan tetap menarik untuk diakumulasi secara bertahap. Meskipun dalam jangka pendek belum ada katalis signifikan yang mendukung kenaikan harga saham, valuasi sejumlah bank besar sudah mulai berada di area menarik dan prospeknya tetap menjanjikan seiring berjalannya pemulihan ekonomi. Momen ini justru dapat menjadi peluang strategis untuk membangun posisi investasi secara bertahap, terutama di bank-bank besar dan bank lapis kedua (second liner) yang memiliki fundamental kuat.

Ringkasan

Pada awal pekan ini, mayoritas saham bank besar mengalami pelemahan akibat aksi jual bersih investor asing dan minimnya katalis fundamental. Hanya saham BBCA yang menunjukkan penguatan, sementara BBNI, BBRI, dan BMRI mengalami koreksi. Pasar belum melihat dampak signifikan dari pemangkasan BI Rate dan rencana penempatan dana pemerintah terhadap kinerja perbankan.

Analis memiliki pandangan yang berbeda mengenai prospek perbankan. Beberapa memprediksi konsolidasi dengan potensi rebound terbatas, sementara yang lain merekomendasikan sikap “wait and see” karena pergerakan fluktuatif. BBRI dan BMRI dianggap menarik karena dukungan sentimen penurunan suku bunga, sedangkan BBNI cocok untuk investor agresif. Secara jangka panjang, sektor perbankan tetap menarik untuk diakumulasi bertahap.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *