Beda Data Lifting Migas antara Kementerian ESDM dan Kemenkeu, Mana Paling Akurat?

Shoesmart.co.id JAKARTA. Pencapaian lifting minyak dan gas bumi (migas) siap jual sepanjang tahun ini menunjukkan adanya jarak signifikan dari target APBN 2025. Perbedaan data yang disampaikan oleh dua kementerian kunci memicu sorotan terhadap realisasi sektor energi nasional.

Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa pada konferensi pers APBN KiTa, Selasa (14/10/2025), mengonfirmasi bahwa realisasi lifting migas per September 2025 masih jauh di bawah ekspektasi APBN. Menurut data Kementerian Keuangan, lifting minyak tercatat sebesar 580,3 ribu barel per hari (bph), sementara lifting gas mencapai 974 ribu barel setara minyak per hari (boepd). Angka ini kontras dengan target ambisius dalam APBN 2025, yakni 605 ribu bph untuk minyak dan 1,005 juta boepd untuk gas.

Purbaya juga menyoroti peran harga minyak mentah dunia yang lebih rendah dari asumsi APBN sebagai salah satu faktor. Sejak awal tahun, harga minyak mentah berada di kisaran US$69,01 per barel, jauh di bawah asumsi APBN sebesar US$82 per barel. “Asumsi APBN 2025 US$82 per barel, ini memberi ruang fiskal terhadap beban subsidi energi,” ujarnya, mengisyaratkan dampak positif dari harga rendah terhadap anggaran negara.

Namun, gambaran yang disajikan Kementerian Keuangan ini berseberangan dengan pernyataan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia. Dalam kesempatan terpisah, Bahlil justru mengklaim bahwa lifting minyak per September 2025 melampaui target APBN. “Laporan dari Kepala SKK Migas ke saya, per kemarin di bulan September itu bisa sampai dengan 619 ribu barel per hari,” kata Bahlil dengan optimisme.

Lebih lanjut, Bahlil menyebut bahwa rata-rata kumulatif realisasi lifting minyak dari Januari hingga 5 Oktober 2025 berada di kisaran 605–607 ribu barel per hari. Dengan capaian tersebut, ia meyakini target lifting dalam APBN 2025 akan tercapai, bahkan berpotensi lebih tinggi. “APBN di 2025 insyaallah akan tercapai, bahkan lebih dari target lifting. Ini juga dihitung oleh Badan Pusat Statistik (BPS),” tambahnya, memperkuat argumentasinya.

Menanggapi perbedaan data tersebut, Praktisi migas Hadi Ismoyo memberikan pandangannya. Menurut Hadi, data yang disampaikan Kementerian Keuangan melalui Pak Purbaya cenderung lebih akurat. Hal ini disebabkan karena data tersebut bersumber dari laporan working level SKK Migas yang diperbarui secara rutin dan dihadiri oleh sekitar 30 kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) besar maupun kecil, menjadikannya cukup tepercaya.

Hadi menjelaskan bahwa disparitas data mungkin muncul karena adanya praktik di level pimpinan SKK Migas yang memasukkan produksi LPG (Liquefied Petroleum Gas) yang dikonversi ke setara minyak. Padahal, sesuai nomenklatur dalam Undang-Undang APBN, lifting hanya mencakup minyak dan kondensat, bukan LPG. “Biasanya LPG itu masuk dalam perhitungan produksi gas, bukan lifting minyak,” tegasnya, mengklarifikasi perbedaan kategori ini.

Lebih jauh, Hadi mengemukakan bahwa penurunan lifting migas pada tahun 2025 didasari oleh kondisi lapangan migas nasional yang mayoritas sudah menua. Sekitar 70% wilayah kerja (WK) migas Indonesia tergolong mature, ditandai dengan karakteristik high gas-oil ratio (GOR), high water cut, dan mengalami penurunan alami (natural decline) yang signifikan. Meskipun demikian, ia melihat capaian produksi migas tahun 2025 sekitar 580 ribu barel per hari sebagai sesuatu yang cukup baik, mengingat tingkat penurunannya hampir nol dibandingkan tahun sebelumnya.

Hadi menambahkan, keberhasilan menjaga tingkat produksi migas ini tidak terlepas dari upaya gigih SKK Migas dan KKKS. Mereka telah menggenjot program well work, infill drilling, serta percepatan plan of development (POD), plan of production (POP), dan open production line (OPL). “Perlu kita apresiasi kerja keras SKK dan KKKS, walau belum mencapai target sepenuhnya,” pungkasnya, menggarisbawahi dedikasi dalam menghadapi tantangan sektor hulu migas.

Ringkasan

Terdapat perbedaan data lifting minyak dan gas bumi (migas) antara Kementerian ESDM dan Kementerian Keuangan terkait realisasi sepanjang tahun 2025. Kementerian Keuangan mencatat lifting minyak sebesar 580,3 ribu barel per hari (bph) dan lifting gas 974 ribu barel setara minyak per hari (boepd), di bawah target APBN 2025. Sementara itu, Kementerian ESDM mengklaim lifting minyak melampaui target APBN, mencapai 619 ribu bph pada September 2025.

Perbedaan data ini kemungkinan disebabkan oleh praktik di SKK Migas yang memasukkan produksi LPG yang dikonversi ke setara minyak, padahal seharusnya hanya minyak dan kondensat yang masuk kategori lifting minyak. Penurunan lifting migas juga disebabkan oleh kondisi lapangan migas yang mayoritas sudah menua, meskipun upaya SKK Migas dan KKKS menjaga produksi tetap diapresiasi.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *