Ritel Rumah Tangga & Bangunan Lesu: Laba Anjlok Semester I-2025

KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Semester I-2025 menjadi periode koreksi bagi kinerja laba emiten ritel peralatan rumah tangga dan bahan bangunan. Meskipun sebagian besar mencatatkan pertumbuhan penjualan, peningkatan beban operasional dan strategi promosi agresif menekan profitabilitas. Mari kita telusuri lebih dalam kinerja beberapa perusahaan kunci.

PT Aspirasi Hidup Indonesia Tbk (ACES), misalnya, membukukan laba bersih Rp 292 miliar, turun 19,92% year on year (yoy) dibandingkan Rp 365 miliar pada periode yang sama tahun lalu. Meskipun penjualan bersih naik 3,24% yoy menjadi Rp 4,26 triliun dari Rp 4,13 triliun, peningkatan ini tak cukup mengimbangi kenaikan biaya operasional.

Tren serupa terlihat pada PT Avia Avian Tbk (AVIA) yang mencatatkan penurunan laba 3,18% yoy menjadi Rp 782 miliar, meskipun penjualannya tumbuh 7,3% yoy mencapai Rp 3,88 triliun. PT Daya Intiguna Yasa Tbk (MDIY) juga mengalami penurunan laba 4,97% yoy menjadi Rp 505 miliar, namun pendapatannya meningkat signifikan sebesar 16,5% menjadi Rp 3,7 triliun. PT Caturkada Depo Bangunan Tbk (DEPO) menorehkan laba Rp 38,5 miliar, turun 3,75% yoy, dengan pendapatan Rp 1,36 triliun (naik 4,65%). Penurunan laba paling tajam dialami PT Catur Sentosa Adiprana Tbk (CSAP), yang anjlok 67,48% yoy menjadi Rp 26,14 miliar, diiringi koreksi tipis pendapatan sebesar 0,55% menjadi Rp 7,73 triliun.

Muhammad Wafi dari Korea Investment & Sekuritas Indonesia (KISI) menjelaskan, pertumbuhan penjualan emiten ritel sektor ini pada semester I-2025 tergolong moderat. Namun, tekanan pada laba bersih disebabkan oleh peningkatan beban operasional, strategi promosi yang intensif, pelemahan rupiah yang mendorong kenaikan biaya bahan baku impor, dan persaingan harga yang ketat. “Beberapa emiten juga menghadapi tekanan margin tambahan akibat persaingan harga yang semakin ketat,” ujar Wafi.

Melihat prospek ke depan, Wafi optimistis bahwa insentif PPN DTP 100% untuk sektor perumahan hingga akhir tahun akan mendongkrak permintaan. Dampaknya diperkirakan lebih terasa pada segmen bahan bangunan dan perlengkapan rumah, dibandingkan general hardware seperti ACES, karena permintaan umumnya meningkat saat renovasi atau furnishing awal. “PPN DTP 100% positif bagi sektor ini, terutama bagi emiten yang pasarnya langsung dengan pembelian rumah baru seperti MDIY, AVIA dan DEPO,” tambahnya. Momentum belanja akhir tahun dan pameran properti juga berpotensi meningkatkan penjualan, begitu pula pemulihan daya beli kelas menengah jika inflasi terkendali.

Namun, tantangan tetap ada, termasuk persaingan ritel yang semakin ketat, fluktuasi nilai tukar, dan risiko pelemahan sektor properti jika suku bunga tetap tinggi. Analis Indo Premier Sekuritas, Andrianto Saputra dan Nicholas Bryan, misalnya, menurunkan proyeksi Same Store Sales Growth (SSSG) ACES tahun 2025 dari 1% menjadi -2%, lebih rendah dari panduan perusahaan. Penurunan ini dipengaruhi oleh program rebranding dan kampanye promosi agresif yang berdampak pada margin.

Mereka juga memproyeksikan penurunan Gross Profit Margin (GPM) tahun 2025 sebesar 62 bps yoy menjadi 48,0%, di bawah konsensus 48,6%. Biaya pengiriman yang melonjak akibat peningkatan premi asuransi dan tarif pengiriman di tengah ketidakpastian geopolitik juga menjadi faktor penekan. Akibatnya, Indo Premier merevisi turun proyeksi laba ACES tahun 2025 sebesar 8% menjadi Rp 797 miliar, 11% di bawah estimasi konsensus. IPOT memberikan rekomendasi beli untuk saham ACES dengan target harga Rp 710 per saham, sedangkan Wafi merekomendasikan mencermati saham ACES Rp 600, AVIA Rp 500, MDIY Rp 1.100, DEPO Rp 220, dan CSAP Rp 300.

Ringkasan

Laba emiten ritel rumah tangga dan bahan bangunan anjlok di semester I-2025, meskipun penjualan sebagian besar meningkat. Peningkatan beban operasional, promosi agresif, dan persaingan ketat menekan profitabilitas. Contohnya, ACES mengalami penurunan laba bersih 19,92% yoy, AVIA turun 3,18% yoy, MDIY turun 4,97% yoy, DEPO turun 3,75% yoy, dan CSAP anjlok 67,48% yoy.

Pelemahan rupiah dan kenaikan biaya bahan baku impor juga menjadi faktor penyebab. Meskipun insentif PPN DTP 100% dan momentum belanja akhir tahun berpotensi meningkatkan permintaan, tantangan tetap ada seperti persaingan ketat, fluktuasi nilai tukar, dan risiko pelemahan sektor properti. Beberapa analis bahkan merevisi turun proyeksi laba beberapa emiten untuk tahun 2025.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *