Populer: Purbaya Ungkap Harga Pertalite; Freeport Sepakat Lepas 12% Saham

Dua kabar krusial menarik perhatian publik dan menjadi berita terpopuler kumparanBisnis pada Selasa (30/9) silam. Pertama, mengenai harga riil komoditas bersubsidi seperti Pertalite dan LPG 3 kilogram (kg) yang jauh lebih tinggi dari yang dibayarkan masyarakat. Kedua, terkait kesepakatan divestasi 12 persen saham Freeport oleh induk perusahaan di Amerika Serikat kepada pemerintah Indonesia, yang akan meningkatkan kepemilikan negara di salah satu perusahaan tambang terbesar itu.

Sorotan terhadap perbedaan harga komoditas energi ini datang langsung dari Kementerian Keuangan. Menteri Keuangan, Purbaya Yudhi Sadewa, secara gamblang membeberkan besaran selisih harga barang-barang subsidi yang selama ini ditanggung oleh pemerintah. Kebijakan ini merupakan wujud nyata keberpihakan fiskal untuk memastikan masyarakat dapat menikmati harga energi yang lebih terjangkau.

Purbaya Ungkap Harga Pertalite Seharusnya Rp 11.700/L dan LPG 3 Kg Rp 42.750

Purbaya menjelaskan bahwa harga keekonomian Pertalite sebenarnya mencapai Rp 11.700 per liter. Namun, berkat kebijakan subsidi, masyarakat hanya perlu membayar Rp 10.000 per liter. Ini berarti Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) menanggung Rp 1.700 per liter atau sekitar 15 persen dari harga Pertalite melalui skema kompensasi, yang pada tahun anggaran 2024 terealisasi sebesar Rp 56,1 triliun dan dinikmati oleh lebih dari 157,4 juta kendaraan.

Subsidi pemerintah terlihat lebih signifikan pada Solar. Dari harga keekonomian Rp 11.950 per liter, masyarakat hanya dibebankan Rp 6.800 per liter. Selisih sebesar Rp 5.150 atau 43 persen ditanggung APBN, dengan realisasi Rp 89,7 triliun pada tahun 2024 yang menguntungkan lebih dari 4 juta kendaraan. Sementara itu, untuk minyak tanah, harga keekonomian adalah Rp 11.150 per liter, namun masyarakat hanya membayar Rp 2.500 per liter. Subsidi yang ditanggung APBN mencapai Rp 8.650 atau 78 persen, dengan total realisasi Rp 4,5 triliun pada 2024 dan menjangkau 1,8 juta rumah tangga.

Pemerintah Tanggung 70 Persen Harga LPG dan Listrik Subsidi

Dalam sektor LPG 3 kg, porsi subsidi bahkan lebih besar, mencapai 70 persen dari harga keekonomian. Dengan harga seharusnya Rp 42.750 per tabung, masyarakat hanya membayar Rp 12.750. Ini berarti APBN menanggung Rp 30.000 per tabung, dengan realisasi subsidi pada tahun 2024 mencapai Rp 80,2 triliun untuk 41,5 juta pelanggan. Purbaya menegaskan, “Untuk LPG 3 kg, subsidi mencapai 70 persen dari harga keekonomian. Pola serupa terjadi pada listrik, solar, dan minyak tanah,” menyoroti komitmen pemerintah dalam menjaga keterjangkauan energi.

Di sektor kelistrikan, rumah tangga 900 VA bersubsidi hanya membayar Rp 600/kWh dari harga keekonomian Rp 1.800/kWh. Selisih Rp 1.200 atau 67 persen ditanggung melalui subsidi, dengan realisasi Rp 156,4 triliun pada 2024 dan 40,3 juta pelanggan. Bahkan untuk listrik rumah tangga 900 VA non-subsidi, pemerintah masih memberikan keringanan. Masyarakat membayar Rp 1.400/kWh dari harga keekonomian Rp 1.800/kWh, dengan selisih Rp 400 atau 22 persen ditanggung melalui kompensasi, yang terealisasi Rp 47,4 triliun pada 2024 dan dinikmati oleh 50,6 juta pelanggan.

Rosan Sebut Induk Freeport di AS Sepakat Lepas 12 Persen Saham ke RI

Kabar gembira lain datang dari sektor investasi. Menteri Investasi dan Hilirisasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Rosan Roeslani, mengumumkan bahwa induk Freeport-McMoRan Copper & Gold Inc di Amerika Serikat telah menyetujui pelepasan 12 persen saham kepada Indonesia. Kesepakatan ini dicapai setelah Rosan mengadakan pertemuan langsung dengan CEO Freeport-McMoRan Richard C. Adkerson dan pemilik perusahaan Kathleen L. Quirk dalam kunjungannya ke Amerika Serikat.

“Mereka sudah menyetujui untuk 12 persen. Kemarin saya juga di Amerika Serikat bertemu langsung dengan CEO dan pemiliknya, dan mereka sudah menyetujui untuk memberikan saham 12 persen secara free of charge,” tegas Rosan di Kantor Kementerian Investasi dan Hilirisasi/BKPM, Jakarta, Selasa (30/9). Rosan menambahkan, target awal Indonesia adalah divestasi Freeport sebesar 10 persen, namun melalui negosiasi yang alot, Indonesia berhasil mendapatkan tambahan 2 persen menjadi 12 persen. “Awalnya 10 persen, tapi Alhamdulillah kini jadi 12 persen,” jelasnya.

Lebih dari sekadar peningkatan kepemilikan saham, Freeport-McMoRan juga berkomitmen untuk membangun fasilitas pendidikan dan kesehatan yang signifikan di Papua, berupa dua universitas dan dua rumah sakit. “Tujuannya untuk meningkatkan layanan tenaga medis dan pendidikan di Papua,” kata Rosan, menunjukkan dampak positif investasi ini bagi masyarakat lokal. Divestasi ini merupakan salah satu syarat krusial bagi Freeport Indonesia untuk memperpanjang Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) Operasi Produksi hingga tahun 2041. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mengonfirmasi bahwa hasil divestasi ini akan dialokasikan sebagian kepada Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Papua, semakin memperkuat manfaat bagi daerah. Dengan langkah strategis ini, kepemilikan pemerintah di PT Freeport Indonesia akan meningkat secara signifikan dari 51 persen menjadi 63 persen pada tahun 2041.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *