Bunga Turun, Utang Baru Bermunculan: Emiten Gencar Terbitkan Surat Utang

Pasar surat utang korporasi di Indonesia menunjukkan geliat yang signifikan dalam sebulan terakhir, menarik perhatian banyak emiten untuk mencari pendanaan. Fenomena ini, menurut para analis, tak lepas dari momentum strategis tren penurunan suku bunga acuan yang tengah dinikmati pasar.

Salah satu pelaku utama yang memanfaatkan peluang ini adalah PT Indah Kiat Pulp and Paper Tbk (INKP). Emiten kertas terkemuka ini telah mengumumkan rencana besar untuk menerbitkan tiga instrumen surat utang berbeda, dengan target perolehan dana fantastis mencapai Rp 5,26 triliun. Rincian penerbitan tersebut meliputi Obligasi Berkelanjutan V Tahap V Tahun 2025 senilai Rp 3,94 triliun, Sukuk Mudharabah Berkelanjutan IV Tahap V Tahun 2025 sebesar Rp 1,10 triliun, dan Obligasi USD Berkelanjutan II Tahap IV Tahun 2025 dengan jumlah pokok US$ 12,51 juta.

Dana yang terkumpul dari penerbitan obligasi rupiah, sekitar Rp 1,57 triliun, akan secara prioritas dialokasikan untuk melunasi sebagian utang dalam bentuk rupiah, mencakup baik angsuran pokok maupun bunga bank. Sisa dari dana tersebut akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan modal kerja perusahaan. Pola penggunaan dana serupa juga berlaku untuk penerbitan sukuk. Sementara itu, dari obligasi USD, sekitar US$ 7,51 juta akan dimanfaatkan untuk melunasi sebagian kewajiban dalam denominasi dolar AS, dengan sisanya juga diarahkan untuk menopang operasional dan modal kerja.

Kecenderungan positif ini tidak hanya dimanfaatkan oleh INKP. Sejumlah emiten lain dari berbagai sektor juga turut meramaikan gairah pasar obligasi korporasi, menunjukkan optimisme terhadap kondisi ekonomi. PT Sumber Global Energy Tbk (SGER), misalnya, melanjutkan program Obligasi Berkelanjutan I mereka dengan menerbitkan Obligasi Tahap II Tahun 2025 senilai hingga Rp 500 miliar, yang seluruh dananya akan digunakan untuk keperluan modal kerja, mulai dari pembelian batu bara, pembayaran pemasok, distribusi, gaji karyawan, hingga pajak. Dari sektor perbankan, PT Bank Jatim Tbk (BJTM) tak ketinggalan, menyiapkan Obligasi Berkelanjutan I Tahap I Tahun 2025 bernilai maksimal Rp 2 triliun, khusus untuk memperkuat basis pendanaan dan mendorong ekspansi bisnis mereka.

Selanjutnya, PT Bank Victoria International Tbk (BVIC) juga berencana menerbitkan Obligasi Berkelanjutan IV Tahap II Tahun 2025 senilai Rp 750 miliar, yang dana hasil penjualannya akan diarahkan untuk modal kerja serta pengembangan usaha, terutama dalam meningkatkan penyaluran kredit. Di ranah perusahaan sekuritas, PT Trimegah Sekuritas Indonesia Tbk (TRIM) menawarkan obligasi senilai Rp 500 miliar, sebagai bagian dari program Obligasi Berkelanjutan II yang memiliki target total Rp 2 triliun. Setelah dikurangi biaya emisi, dana ini akan digunakan sebagai modal kerja bagi perusahaan yang dimiliki oleh Boy Thohir tersebut.

Tren Positif Didorong Penurunan Suku Bunga

Kecenderungan positif di pasar obligasi korporasi ini bukan tanpa sebab. Angga Septianus, Community and Retail Equity Analyst Lead PT Indo Premier Sekuritas (IPOT), mengungkapkan bahwa tren penurunan suku bunga acuan telah menjadi katalis utama yang mendorong maraknya penerbitan obligasi. “Bank Indonesia tercatat sudah memangkas suku bunga acuan sebanyak lima kali tahun ini. Implikasinya, bunga yang harus dibayarkan kepada investor menjadi lebih rendah, yang berarti biaya pendanaan bagi perusahaan juga menjadi lebih murah,” papar Angga. Ia juga menekankan bahwa momentum ini sangat menguntungkan bagi perusahaan untuk melakukan refinancing, yaitu mengganti utang lama dengan bunga tinggi dengan utang baru yang menawarkan bunga lebih rendah, sehingga beban keuangan dapat ditekan.

Senada dengan pandangan tersebut, Maximilianus Nico Demus, Associate Director of Research and Investment Pilarmas Investindo Sekuritas, menilai bahwa imbal hasil yang ditawarkan oleh obligasi korporasi menjadikannya pilihan investasi yang lebih menarik dibandingkan obligasi pemerintah, meskipun dengan tingkat risiko yang juga lebih tinggi. Namun, ia tak lupa memberikan peringatan penting. “Jika Debt-to-Equity Ratio (DER) perusahaan terlalu tinggi, hal ini tentu dapat membahayakan stabilitas finansial perusahaan itu sendiri,” jelasnya, sebagaimana dikutip oleh Kontan pada 30 September.

Angga Septianus menambahkan bahwa obligasi pemerintah cenderung lebih aman karena dijamin oleh undang-undang, menawarkan tingkat keamanan yang tinggi bagi investor. Berbeda dengan itu, obligasi korporasi lebih rentan terhadap berbagai risiko seperti risiko bisnis, potensi gagal bayar, atau masalah likuiditas yang mungkin dihadapi perusahaan penerbit. Oleh karena itu, bagi para investor, kehati-hatian dan analisis mendalam sangat disarankan sebelum mengambil keputusan investasi di segmen surat utang korporasi.

Rekomendasi Saham Pilihan

Melihat dinamika pasar dan peluang yang ada, Angga Septianus dari Indo Premier Sekuritas merekomendasikan untuk mencermati saham INKP. Emiten penerbit surat utang ini memiliki area support di level Rp 7.200, dengan target harga yang diperkirakan mencapai Rp 7.800 per saham, menjadi prospek menarik bagi para investor yang ingin berpartisipasi dalam pertumbuhan ini.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *