JAKARTA. Setiap individu memiliki kisah unik dalam merintis perjalanan investasi mereka. Ada yang terpicu setelah menerima bonus pertama dari pekerjaan, sementara yang lain memulai saat melihat adanya peluang menjanjikan. Namun, bagi Theodora V. N. Manik, atau akrab disapa Dora, Direktur Retail Mandiri Sekuritas, benih investasi justru telah ditanamkan sejak dini. Hal ini tak lepas dari latar belakang keluarganya yang memang sangat dekat dengan dunia keuangan.
Sang ayah bukan hanya mencari nafkah, tetapi juga menanamkan disiplin finansial kepada Dora sejak usia belia. Dari ayahnya, Dora kecil belajar untuk selalu menabung setiap kali menerima uang. Secara bertahap, ia kemudian diperkenalkan pada konsep investasi; bukan sekadar menyimpan uang, melainkan bagaimana uang dapat bekerja untuk menambah nilainya sendiri. Didikan sederhana ini ternyata meninggalkan kesan mendalam. Bagi Dora, investasi bukan sekadar deretan angka atau grafik di layar, melainkan sebuah kebiasaan yang telah terukir sejak dini. “Ayah mengajarkan saya untuk menabung dulu, lalu berinvestasi. Itu dasar yang sangat berharga karena membuat saya terbiasa berpikir panjang,” kenangnya.
Kebiasaan berinvestasi itu terus terbawa hingga Dora dewasa, membawanya bersententuhan langsung dengan beragam instrumen keuangan. Namun, fondasi kuat yang dipupuk sang ayah membuatnya selalu berhati-hati. Dora tidak terburu-buru menanamkan dana tanpa memahami risikonya secara menyeluruh. Prinsip inilah yang akhirnya terbukti menyelamatkannya dari banyak keputusan impulsif di tengah gejolak pasar.
Tidak Selalu Mulus
Namun, layaknya kehidupan, dunia investasi tidak selalu berjalan mulus. Ada kalanya investor dihadapkan pada tantangan besar akibat kondisi makro ekonomi, dan pengalaman yang paling membekas bagi Dora adalah saat pandemi Covid-19 melanda. Ketika pandemi menerjang, pasar modal Indonesia ikut bergejolak hebat, memicu kepanikan massal dan aksi jual (panic selling) dari banyak investor yang memilih menarik dananya.
Di tengah ketidakpastian yang pekat kala itu, Dora memilih jalur yang berbeda. Ia justru menahan diri dari kepanikan, berupaya melihat peluang di balik badai yang menerpa. Alih-alih menjual aset, Dora justru membeli saham-saham dengan fundamental bagus yang harganya sedang tertekan. “Saya tetap tenang, fokus pada perspektif jangka panjang, dan masuk ke saham yang memang punya prospek baik,” ungkapnya kepada KONTAN. Keputusan Dora memang tidak mudah, menuntut keberanian untuk melawan arus. Namun, hasilnya positif: ketika pasar mulai pulih, saham-saham yang ia beli menunjukkan kenaikan yang signifikan. Dari pengalaman ini, Dora memetik pelajaran penting bahwa disiplin, kesabaran, dan fokus pada rencana jangka panjang jauh lebih berharga dibandingkan reaksi spontan yang didorong rasa takut sesaat.
Meski berhasil melewati ketidakpastian pandemi, Dora juga tak menampik bahwa dirinya pernah terjebak dalam fenomena Fear of Missing Out (FOMO), alias ikut-ikutan tren semata. Ia menceritakan, di suatu waktu, ia membeli sebuah saham hanya karena tergoda oleh tren yang sedang ramai. Hasilnya, keputusan tanpa riset mendalam itu berujung pada kerugian, meski jumlahnya tidak besar. Pengalaman ini justru memberinya pelajaran berharga: jangan pernah berinvestasi hanya karena ikut-ikutan. Edukasi, riset mendalam, dan pemahaman terhadap saham maupun produk investasi yang dipilih adalah kunci utama keberhasilan. Dua pengalaman kontras ini—keberhasilan melawan kepanikan pandemi dan kerugian akibat FOMO—telah membentuk filosofi investasi yang Dora pegang teguh hingga kini. Investasi bukanlah jalan pintas, melainkan menuntut pemahaman mendalam, perencanaan matang, dan kesabaran ekstra. Filosofi sederhana ini, menurutnya, sangat relevan bagi setiap investor.
Diversifikasi
Namun, di atas semua itu, ada satu prinsip yang bagi Dora tidak bisa ditawar: diversifikasi. Baginya, menaruh seluruh dana pada satu instrumen saja memiliki risiko yang sangat tinggi. Pasar saham, perlu diingat, bisa naik turun kapan saja, bahkan dalam waktu yang singkat. Oleh karena itu, diversifikasi menjadi cara paling efektif untuk menjaga keseimbangan dan melindungi aset keuangan yang dimiliki investor. “Saya selalu membagi portofolio ke beberapa instrumen. Ada yang untuk jangka pendek, ada yang untuk jangka panjang. Itu membuat saya merasa lebih tenang,” jelas Dora.
Dora mengidentifikasi dirinya sebagai investor dengan tipe moderat. Ia membagi 50% dananya ke tabungan dan deposito, sementara sisanya tersebar di obligasi, reksadana, dan saham. Tak hanya itu, ia juga menekankan pentingnya memisahkan dana investasi dari kebutuhan hidup. Menurutnya, uang untuk investasi tidak boleh berasal dari dana darurat atau anggaran belanja sehari-hari. “Kalau menggunakan uang yang seharusnya untuk kebutuhan pokok, investasi justru akan menjadi beban. Padahal, seharusnya investasi memberi rasa aman, bukan tekanan,” tuturnya.
Sebagai seorang direksi di bidang ritel yang kerap bertemu dengan investor muda, Dora berpesan bagi generasi muda: investasi bukan tentang seberapa cepat mendapatkan keuntungan, tetapi seberapa konsisten menjaga langkah. “Fokuslah pada tujuan jangka panjang, pahami apa yang diinvestasikan, dan jangan mudah terpengaruh euforia pasar,” ujarnya. Ia percaya bahwa anak muda di Indonesia memiliki modal besar untuk memulai, mulai dari akses informasi hingga teknologi canggih. Tantangannya adalah bagaimana menggunakan kedua hal tersebut dengan bijak. Dora menyarankan generasi muda untuk memanfaatkan keunggulan teknologi mereka. Platform digital kini menyediakan banyak data, riset, dan informasi yang bisa diakses secara instan. “Gunakan teknologi bukan hanya untuk mengikuti tren, tetapi juga untuk memperkaya wawasan. Generasi muda punya keunggulan besar di sini,” tegasnya.
Pada akhirnya, ia percaya, kesabaran dan konsistensi akan menjadi pembeda. Generasi muda yang mampu menggabungkan semangat tinggi dengan disiplin, pengetahuan yang luas, dan pemanfaatan teknologi secara bijak, akan memiliki peluang besar untuk menikmati hasil investasi yang cemerlang di masa depan.