JAKARTA – Pasar komoditas kembali menunjukkan dinamika menarik dengan harga timah yang berhasil menguat signifikan, kontras dengan tren pelemahan yang melanda mayoritas logam industri lainnya. Berdasarkan data Trading Economics, pada Minggu (12/10), harga timah tercatat melonjak 1,82% menjadi US$ 37.060 per ton, menarik perhatian para pelaku pasar.
Kenaikan harga timah ini berbanding terbalik dengan kinerja logam industri utama lainnya. Aluminium terkoreksi 1,31% ke level US$ 2.749,55 per ton, sementara nikel juga merosot 1,74% menjadi US$ 15.215 per ton. Kondisi serupa dialami paladium yang anjlok lebih dalam hingga 2,06% ke posisi US$ 1.429 per ons troi, menyoroti kekuatan timah di tengah gejolak pasar.
Girta Putra Yoga, Research and Development ICDX, menjelaskan bahwa penguatan harga timah saat ini dipicu oleh kekhawatiran akan pengetatan pasokan timah global. “Terutama, setelah kebijakan terbaru yang diambil pemerintah Indonesia untuk menutup 1.000 tambang timah ilegal di Kepulauan Bangka dan Belitung,” ungkapnya kepada Kontan, Jumat (10/10/2025). Langkah agresif ini secara langsung mengurangi volume produksi dari salah satu produsen utama dunia.
Lebih lanjut, Girta menambahkan, tekanan pada pasokan timah juga diperparsa oleh kondisi di wilayah produsen utama lainnya. Pengetatan pasokan bijih timah di Yunnan, serta beberapa smelter di Tiongkok yang memasuki masa pemeliharaan sepanjang bulan Oktober, semakin memperkuat sentimen pasar terkait kelangkaan pasokan.
Ke depan, ia menilai pasar akan memusatkan perhatian pada perkembangan situasi pasar timah Tanah Air pasca-penutupan tambang ilegal tersebut. Selain itu, pembukaan kembali Tambang Maw di Myanmar juga akan menjadi faktor penentu dinamika pasokan. “Dari sisi permintaan, yang menjadi fokus adalah perkembangan situasi di industri manufaktur global,” terang Girta, menekankan pentingnya indikator ekonomi makro.
Melihat pergerakan harga timah yang solid saat ini, Girta memprediksi tren bullish akan terus berlanjut dalam jangka panjang. Proyeksinya untuk akhir tahun menunjukkan harga timah berpotensi mencapai level resistansi US$ 40.000 per ton, dengan level dukungan (support) di kisaran US$ 34.000 per ton. Ini mengindikasikan prospek yang cerah bagi komoditas timah dalam beberapa waktu ke depan.
Kinerja Timah (TINS) Prospektif Usai Dapat 6 Smelter, Ini Rekomendasi Analis
PT Timah (TINS) Dapat Limpahan 6 Smelter Sitaan, Begini Prospek Kinerjanya
Ringkasan
Harga timah menunjukkan tren positif dengan kenaikan sebesar 1,82% menjadi US$ 37.060 per ton, berlawanan dengan pelemahan harga logam industri lainnya seperti aluminium dan nikel. Kenaikan ini didorong oleh kekhawatiran pengetatan pasokan global akibat penutupan tambang timah ilegal di Bangka Belitung oleh pemerintah Indonesia.
Selain penutupan tambang ilegal, kondisi di Yunnan dan pemeliharaan smelter di Tiongkok juga memperparah tekanan pasokan. Pasar akan mengamati perkembangan pasar timah Indonesia pasca penutupan tambang ilegal dan pembukaan kembali Tambang Maw di Myanmar, serta perkembangan industri manufaktur global. Proyeksi harga timah hingga akhir tahun menunjukkan potensi mencapai US$ 40.000 per ton.