Saham GIAA Terbang Terbawa Tangan Dingin Danantara Restrukturisasi Garuda Indonesia

JAKARTA — Emiten penerbangan nasional PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. (GIAA) tengah menjadi sorotan pasar. Dengan perombakan jajaran pengurus baru serta suntikan modal segar dari Danantara, mampukah manuver strategis ini mendorong kembali kinerja dan harga saham perseroan ke level yang lebih tinggi?

Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia (BEI), harga saham GIAA menunjukkan tren positif yang signifikan. Pada penutupan perdagangan Selasa (21/10/2025), saham ini menguat 5,56% menjadi Rp114 per lembar. Performa impresif juga terlihat dalam sebulan terakhir, di mana saham GIAA menanjak 52% dan kokoh di zona hijau, bahkan terbang dua kali lipat atau 107,27% sepanjang tahun berjalan (year to date/ytd).

Investment Analyst Infovesta Utama, Ekky Topan, menilai bahwa dalam jangka pendek, saham GIAA masih berpotensi melanjutkan kenaikan. Respons positif pasar, kata Ekky, didorong oleh dua sentimen utama: restrukturisasi manajemen dan rencana suntikan modal masif dari Danantara.

Pekan lalu, Garuda Indonesia menggelar Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) yang menghasilkan perombakan signifikan pada struktur kepengurusan. Para pemegang saham secara resmi menyetujui pengangkatan Glenny H. Kairupan sebagai Direktur Utama Garuda Indonesia yang baru, menggantikan Wamildan Tsani yang diberhentikan dengan hormat setelah menjabat sejak 15 November 2024.

RUPSLB juga menunjuk Thomas Sugiarto Oentoro sebagai Wakil Direktur Utama dan Frans Dicky Tamara sebagai Komisaris. Tak hanya itu, dua nama baru dengan rekam jejak internasional turut mengisi jajaran direksi. Balagopal Kunduvara, mantan petinggi Singapore Airlines yang menjabat sebagai Divisional Vice President Financial Services dari 2021 hingga tahun ini, ditunjuk sebagai Direktur Keuangan dan Manajemen Risiko. Sementara itu, Neil Raymond Mills, yang telah malang melintang di industri aviasi, didapuk sebagai Direktur Transformasi Garuda Indonesia.

“Perombakan jajaran pengurus biasanya menjadi sinyal perubahan arah strategis perusahaan, terutama untuk memperkuat tata kelola, meningkatkan efisiensi operasional, serta melanjutkan agenda restrukturisasi keuangan yang sudah berjalan,” jelas Ekky kepada Bisnis pada Selasa (21/10/2025).

Selain perombakan pengurus, GIAA memang tengah mempersiapkan langkah restrukturisasi permodalan melalui gelaran penambahan modal tanpa hak memesan efek terlebih dahulu (PMTHMETD) atau private placement. Aksi korporasi ini akan dijalankan oleh PT Danantara Asset Management (Persero) melalui dua skema.

Skema pertama adalah setoran modal dalam bentuk uang tunai, dan kedua adalah konversi pinjaman pemegang saham (shareholder loan/SHL) menjadi saham baru. Secara total, dana dari private placement ini mencapai US$1,84 miliar atau setara Rp30,31 triliun (dengan kurs Rp16.421 per dolar AS). Lebih rinci, Danantara akan menyetorkan modal tunai kepada GIAA sebanyak-banyaknya US$1,44 miliar (Rp23,66 triliun) dan mengkonversi SHL menjadi saham baru sebesar US$405 juta (Rp6,65 triliun).

“Suntikan dana dari Danantara juga menjadi katalis yang sangat penting bagi GIAA. Tambahan modal ini diharapkan dapat memperbaiki struktur permodalan, menurunkan beban bunga, dan memperkuat likuiditas, sehingga kemampuan perseroan dalam mengembangkan rute penerbangan, memperbarui armada, dan menjaga kualitas layanan dapat meningkat,” tambah Ekky.

Menurutnya, kucuran dana dari Danantara juga mampu memperbesar peluang bagi GIAA untuk kembali mencatatkan kinerja laba positif secara berkelanjutan. Meskipun demikian, GIAA masih membukukan rugi bersih yang diatribusikan kepada pemilik entitas induk sebesar US$143,7 juta atau Rp2,33 triliun (kurs Jisdor Rp16.231 per dolar AS per 30 Juni 2025) pada semester I/2025. Angka kerugian ini membengkak 41,36% secara tahunan (year on year/yoy) dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.

Namun, kelanjutan prospek saham GIAA, menurut Ekky, tetap bergantung pada realisasi restrukturisasi dan efektivitas implementasi efisiensi biaya. “Jika perbaikan fundamental berjalan sesuai harapan, maka penguatan harga saham dapat berlanjut. Jadi tidak hanya karena momentum berita, tetapi juga dukungan dari kinerja keuangan yang membaik,” ujarnya.

Saat ini, GIAA masih berada dalam fase pemulihan, sehingga investor dapat memanfaatkan momentum untuk trading jangka pendek. Namun, investor tetap perlu berhati-hati sambil menunggu kepastian realisasi injeksi modal dan laporan keuangan berikutnya sebagai dasar keputusan investasi jangka panjang.

Senada dengan pandangan tersebut, Analis Sinarmas Sekuritas Isfhan Helmy dalam risetnya meyakini harga saham GIAA masih berpeluang terbang tinggi, didorong oleh injeksi dana jumbo dari Danantara. “Berdasarkan perkiraan kami, dengan asumsi operasi bisnis seperti biasa, Garuda Indonesia seharusnya dapat membangun penyangga kas yang cukup besar. Dengan suntikan modal penuh yang telah selesai tahun ini, kami memproyeksikan tingkat kas akhir tahun 2025 akan melebihi US$1 miliar,” tulis Isfhan dalam riset terbarunya.

Saldo kas GIAA diperkirakan akan meningkat setelah injeksi Danantara melalui private placement, membuka jalan bagi perseroan menuju profitabilitas. Sinarmas Sekuritas memproyeksikan laba bersih GIAA mampu diraih pada tahun 2027. Seiring sentimen positif suntikan dana dari Danantara terhadap saham GIAA, Isfhan memberikan rating buy untuk GIAA dengan target harga saham di level Rp180 per lembar.

Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *