DPR bersama pemerintah diketahui tengah merancang perubahan substansial pada Undang-undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU PPSK). Amandemen UU PPSK ini secara khusus akan memperkuat peran DPR dalam fungsi pengawasan terhadap tiga pilar utama sektor keuangan Indonesia: Bank Indonesia (BI), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).
Salah satu poin krusial dalam draf perubahan beleid ini adalah penambahan alasan pemberhentian anggota Dewan Gubernur BI. Sebelumnya, Dewan Gubernur BI dapat diberhentikan karena pengunduran diri, berhalangan tetap, melakukan kejahatan, atau ketidakhadiran fisik. Kini, draf amandemen tersebut menambahkan “hasil evaluasi DPR dalam rangka tindak lanjut pelaksanaan fungsi pengawasan terhadap Dewan Gubernur” sebagai pertimbangan presiden untuk memberhentikan Gubernur BI, deputi senior, maupun para deputi lainnya. Perubahan ini mengindikasikan peningkatan signifikansi pengawasan legislatif terhadap bank sentral.
Tidak hanya di lingkungan BI, penguatan peran DPR juga terlihat jelas dalam mekanisme pemberhentian anggota Dewan Komisioner LPS. Pasal 69, yang sebelumnya memuat tujuh alasan pemberhentian, kini dilengkapi dengan poin baru. Pertimbangan presiden untuk memberhentikan anggota Dewan Komisioner LPS dapat berasal dari “hasil evaluasi DPR dalam rangka tindak lanjut pelaksanaan fungsi pengawasan terhadap dewan komisioner,” sebagaimana tertuang dalam pasal 69 ayat 1 huruf h. Ini mencerminkan langkah konsisten dalam meningkatkan akuntabilitas lembaga penjaga simpanan tersebut kepada parlemen.
Selain itu, amandemen ini juga mengubah proses persetujuan rencana kerja dan anggaran LPS. Pasal 86 dalam beleid yang baru mengatur bahwa Ketua Dewan Komisioner LPS tidak lagi menyampaikan rencana kerja dan anggaran ke Menteri Keuangan, melainkan langsung ke DPR. DPR nantinya akan memberikan persetujuan paling lambat pada 30 November tahun berjalan. Lebih lanjut, Pasal 97 juga menegaskan kewajiban Ketua Dewan Komisioner LPS untuk menyampaikan rencana kerja dan anggaran ke presiden dan DPR secara bersamaan, bukan hanya kepada Menteri Keuangan.
Penegasan terhadap fungsi pengawasan DPR semakin kuat dengan adanya klausul yang menyatakan bahwa DPR berhak melakukan evaluasi berkala terhadap Dewan Komisioner LPS, Dewan Komisioner OJK, dan Dewan Gubernur BI. Hasil rekomendasi dari evaluasi tersebut bahkan bersifat mengikat, memberikan DPR kekuasaan yang lebih besar dalam menjaga stabilitas dan integritas sektor keuangan nasional. Meskipun demikian, Wakil Ketua Komisi XI, Fauzi Amro, memastikan bahwa proses pembahasan amandemen UU ini masih terus berjalan dan belum mencapai finalisasi.
Ringkasan
DPR dan pemerintah sedang membahas perubahan UU PPSK yang memperkuat peran DPR dalam pengawasan terhadap Bank Indonesia (BI), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Perubahan ini mencakup penambahan alasan pemberhentian anggota Dewan Gubernur BI, di mana hasil evaluasi DPR dapat menjadi pertimbangan presiden untuk memberhentikan Gubernur BI atau deputi lainnya.
Penguatan peran DPR juga terlihat pada mekanisme pemberhentian anggota Dewan Komisioner LPS, yang kini mempertimbangkan hasil evaluasi DPR. Selain itu, DPR akan menyetujui rencana kerja dan anggaran LPS, menggantikan peran Menteri Keuangan. DPR juga berhak melakukan evaluasi berkala terhadap Dewan Komisioner LPS, OJK, dan Dewan Gubernur BI dengan rekomendasi yang bersifat mengikat.