Shoesmart.co.id, JAKARTA – Bank Sentral Amerika Serikat, The Federal Reserve (The Fed), diprediksi akan mengambil langkah krusial pekan depan dengan memangkas suku bunga acuannya. Namun, di balik konsensus pemangkasan awal, para ekonom masih terpecah belah tajam mengenai arah kebijakan moneter The Fed hingga akhir tahun depan dan seterusnya.
Berdasarkan jajak pendapat terbaru Reuters yang melibatkan 117 ekonom, mayoritas mutlak — yakni 115 di antaranya — memproyeksikan The Fed akan menurunkan suku bunga sebesar 25 basis poin pada 29 Oktober 2025. Penurunan ini akan membawa suku bunga acuan ke kisaran 3,75%–4,00%. Selain itu, dua ekonom bahkan memperkirakan pemangkasan yang lebih agresif, dengan penurunan 25 bps bulan ini dan tambahan 50 bps pada Desember. Survei ini sendiri dilakukan antara 15 hingga 21 Oktober 2025, mencerminkan pandangan terkini para ahli. Meski demikian, proyeksi pemangkasan lanjutan pada Desember sedikit menyusut, dengan hanya 71% ekonom yang memperkirakan adanya penurunan lebih lanjut.
Pergeseran pandangan ini signifikan. Sebulan yang lalu, mayoritas ekonom hanya mengantisipasi satu kali pemangkasan tambahan tahun ini. Namun, sinyal-sinyal dari The Fed dalam beberapa pekan terakhir mengindikasikan potensi pelonggaran kebijakan moneter yang lebih besar. Di tengah tarik-menarik antara risiko inflasi yang masih tinggi — sebagian akibat tarif impor — dan pelemahan pasar tenaga kerja, The Fed kini tampak memprioritaskan pemulihan lapangan kerja. Keputusan ini datang setelah The Fed melakukan pemangkasan suku bunga pertamanya sejak Desember tahun lalu. Para pelaku pasar keuangan bahkan lebih optimistis, dengan ekspektasi dua kali pemangkasan suku bunga tambahan tahun ini sepenuhnya tercermin dalam kontrak berjangka suku bunga.
Fokus utama kebijakan moneter The Fed, seperti yang ditegaskan oleh sejumlah anggota Federal Open Market Committee (FOMC) termasuk Ketua The Fed Jerome Powell, tetap tertuju pada stabilitas pasar tenaga kerja. Namun, ketidakpastian ekonomi semakin diperparah oleh penutupan pemerintahan AS yang telah berlangsung selama tiga pekan. Situasi ini menghambat publikasi data resmi mengenai tenaga kerja dan inflasi, yang sangat krusial bagi The Fed dalam mengambil keputusan. Akibatnya, pandangan terhadap kondisi ekonomi menjadi semakin buram, mempersulit upaya penentuan arah kebijakan yang tepat.
Menyoroti kompleksitas situasi ini, Ekonom AS di HSBC, Ryan Wang, menjelaskan bahwa sekitar setengah dari anggota FOMC saat ini cenderung lebih fokus pada kondisi pasar tenaga kerja, sementara separuh lainnya lebih menyoroti risiko inflasi. “Kesulitannya bagi The Fed adalah menentukan apakah perlambatan pasar kerja disebabkan oleh lemahnya permintaan tenaga kerja atau berkurangnya pasokan tenaga kerja. Faktor ini sangat menentukan arah kebijakan moneter,” jelas Wang. Data sektor swasta terbaru menunjukkan indikasi pemutusan kerja dan perekrutan berlangsung moderat, mengisyaratkan bahwa tidak ada perubahan drastis di pasar tenaga kerja saat ini.
Melihat ke depan, median hasil survei memprediksi tingkat pengangguran akan bertahan stabil di sekitar 4,3% per tahun hingga 2027, tidak banyak berbeda dari proyeksi bulan lalu. Sementara itu, target inflasi The Fed sebesar 2% diperkirakan akan tetap berada di atas level tersebut hingga tahun 2027. Data resmi yang tertunda, yang dijadwalkan rilis pada 24 Oktober, diproyeksikan menunjukkan inflasi konsumen naik menjadi 3,1% pada September, dibandingkan 2,9% pada Agustus.
Ketidakpastian bukan hanya untuk jangka pendek. Para ekonom terbagi dalam tujuh pandangan berbeda terkait proyeksi suku bunga pada akhir 2026, dengan rentang yang sangat lebar antara 2,25%–2,50% hingga 3,75%–4,00%. Ketidakpastian ini sebagian besar dipicu oleh spekulasi mengenai siapa yang akan menggantikan Jerome Powell setelah masa jabatannya berakhir pada Mei tahun depan. Sebanyak 76% ekonom yang menjawab pertanyaan terpisah menyuarakan kekhawatiran bahwa risiko terbesar kebijakan The Fed adalah memangkas suku bunga terlalu dalam di akhir siklus penurunan.
Di tengah dinamika internal dan proyeksi ekonomi, tekanan eksternal juga tak terhindarkan. Presiden AS Donald Trump diketahui terus mendesak Powell agar melakukan pemangkasan suku bunga yang agresif dalam beberapa bulan terakhir. Brett Ryan, Ekonom Senior AS di Deutsche Bank, memperingatkan, “Risikonya, kita bisa melihat lebih banyak penurunan suku bunga tahun depan. Risiko hilangnya independensi The Fed kini lebih besar dibandingkan pemerintahan mana pun sebelumnya.” Pernyataan ini menggarisbawahi tantangan berat yang dihadapi The Fed dalam menavigasi kebijakan moneter di tengah lanskap politik yang penuh gejolak.