PT MRT Jakarta menghadapi dampak finansial signifikan akibat aksi vandalisme yang terjadi pada demonstrasi akhir Agustus lalu. Proyeksi kerugian yang ditanggung operator moda transportasi cepat tersebut ditaksir mencapai Rp 5 miliar. Meski demikian, manajemen menargetkan seluruh proses perbaikan fasilitas rusak pasca-unjuk rasa ini dapat rampung pada penghujung tahun.
Direktur Operasi MRT Jakarta, Mega Indahwati Natangsa, mengungkapkan bahwa lima stasiun MRT menjadi target utama aksi vandalisme tersebut. Kelima stasiun yang dimaksud adalah Stasiun MRT ASEAN, Stasiun MRT Senayan, Stasiun MRT Istora, Stasiun MRT Bendungan Hilir, dan Stasiun MRT Setiabudi. Dari seluruh kerusakan, dua elevator di Stasiun MRT Istora membutuhkan masa perbaikan terlama, menandakan tingkat kerusakan yang cukup parah.
Mega menjelaskan detail kerusakan yang menimpa fasilitas vital ini. “Kedua lift tersebut dibuka paksa lalu dibakar menggunakan bom molotov,” ujarnya dalam keterangan di kantornya, Rabu (8/10). Ia menambahkan bahwa pihaknya masih terus berkoordinasi intensif dengan vendor untuk mendapatkan komponen yang diperlukan agar kedua elevator tersebut dapat segera berfungsi kembali.
Selain elevator, bagian lain yang paling banyak terdampak secara volume adalah kaca di pintu masuk kelima stasiun MRT. Berbeda dengan kerusakan elevator, Mega menyatakan bahwa seluruh penggantian kaca ini diproyeksikan selesai dalam waktu dekat, yaitu pada pekan depan, mempercepat pemulihan fungsi estetika dan keamanan stasiun.
Hingga saat ini, total anggaran perbaikan yang telah dialokasikan dan dikeluarkan untuk memulihkan kelima stasiun MRT tersebut mencapai Rp 3,8 miliar. Namun, jumlah ini belum mencakup estimasi biaya perbaikan dua elevator krusial di Stasiun MRT Istora, yang diperkirakan akan menambah beban finansial signifikan.
Dalam konteks yang lebih luas, Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung sebelumnya telah menyampaikan gambaran menyeluruh mengenai total kerugian infrastruktur yang diakibatkan oleh serangkaian kerusuhan di berbagai wilayah ibu kota. Ia menyebutkan, akumulasi kerugian mencapai angka fantastis Rp 55 miliar, dengan beban terbesar ditanggung oleh dua Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) vital, yaitu PT Transjakarta dan PT MRT Jakarta.
Secara rinci, kerusakan pada infrastruktur PT MRT Jakarta berdasarkan data Gubernur mencapai Rp 3,3 miliar. Angka ini jauh lebih kecil dibandingkan kerugian yang dialami PT Transjakarta, yang mencapai Rp 41,6 miliar, menjadikannya sektor dengan dampak paling parah. Di luar itu, kerusakan pada CCTV dan infrastruktur lainnya diperkirakan menelan biaya Rp 5,5 miliar, menambah total kerugian yang harus ditanggung pemerintah daerah.
“Total kerusakan mencapai Rp 55 miliar,” tegas Pramono Anung saat memberikan pernyataan di Balai Kota Jakarta, Senin (1/9), menegaskan besarnya kerugian yang harus diatasi. Pernyataan ini sekaligus menjadi penekanan terhadap pentingnya menjaga fasilitas publik.
Lebih lanjut, Pramono memerinci bahwa 22 halte Transjakarta mengalami kerusakan akibat unjuk rasa pada pekan sebelumnya. Enam di antaranya bahkan hancur terbakar dan dijarah, sementara 16 halte lainnya menderita kerusakan bervariasi dari ringan hingga berat akibat aksi vandalisme. Selain halte Transjakarta, satu pintu tol juga tidak luput dari kerusakan, menambah daftar panjang fasilitas publik yang menjadi korban kerusuhan.
Ringkasan
PT MRT Jakarta diperkirakan mengalami kerugian hingga Rp 5 miliar akibat aksi vandalisme saat demonstrasi bulan Agustus. Kerusakan terparah terjadi pada lima stasiun MRT, terutama Stasiun MRT Istora dimana dua elevator dibakar, sehingga memerlukan perbaikan yang lebih lama. Secara keseluruhan, perbaikan ditargetkan selesai pada akhir tahun.
Hingga saat ini, anggaran yang telah dialokasikan untuk perbaikan mencapai Rp 3,8 miliar, belum termasuk biaya perbaikan elevator. Total kerugian infrastruktur di Jakarta akibat kerusuhan mencapai Rp 55 miliar, dimana PT MRT Jakarta mengalami kerugian Rp 3,3 miliar dan PT Transjakarta menanggung kerugian terbesar, yaitu Rp 41,6 miliar.