Emiten Prajogo Pangestu dan Grup Bakrie Siap Masuk Indeks MSCI? Ini Prediksinya

Shoesmart.co.id – Morgan Stanley Capital International (MSCI) kembali menjadi sorotan pasar dengan jadwal peninjauan indeks terbarunya. Hasil peninjauan ini akan dirilis pada 5 November 2025, dan implementasi efektifnya dijadwalkan pada 25 November 2025. Peristiwa ini selalu dinantikan investor karena dampaknya yang signifikan terhadap pergerakan saham.

Dalam rebalancing indeks global MSCI kali ini, sejumlah saham Indonesia disebut-sebut memiliki potensi besar untuk menembus atau bahkan naik level di indeks bergengsi tersebut. Spekulasi pasar berpusat pada beberapa emiten, mulai dari entitas bisnis milik konglomerat Prajogo Pangestu hingga saham-saham strategis dari grup Bakrie.

BREN Sebagai Kandidat Unggulan Masuk Indeks MSCI

Menurut analisis Prasetya Gunadi, Head of Research Samuel Sekuritas Indonesia, PT Barito Renewables Energy Tbk (BREN) muncul sebagai kandidat terkuat untuk menjadi penghuni baru indeks MSCI. Optimisme ini didasari oleh upaya proaktif manajemen BREN dalam meningkatkan free float saham, sebuah langkah krusial yang mendukung kriteria likuiditas MSCI.

Prasetya merinci, kapitalisasi pasar yang disesuaikan dengan free float (FFMC) BREN saat ini telah menyentuh angka US$ 3,5 miliar, melampaui batas minimum yang dipersyaratkan MSCI sebesar US$ 3,1 miliar. Lebih lanjut, rata-rata nilai transaksi harian selama 12 bulan (12M ADTV) emiten ini mencapai US$ 12,9 juta, jauh di atas ambang batas minimum US$ 2,5 juta. Tak hanya itu, rasio likuiditas BREN juga telah melampaui 15%, menegaskan posisinya yang sangat menjanjikan.

Peluang BRMS Beranjak ke MSCI Global Standard Index

Sementara itu, untuk PT Bumi Resources Minerals Tbk (BRMS), Prasetya Gunadi juga melihat adanya potensi kenaikan kelas yang signifikan. Ia berpendapat bahwa jika harga saham BRMS dapat dipertahankan di atas Rp 800 per saham, emiten ini berpeluang besar untuk beranjak dari MSCI Small Cap Index ke MSCI Global Standard Index yang lebih prestisius.

“Perlu dicatat, BRMS telah menunjukkan penguatan impresif dengan mencapai harga Rp 950 per saham, didukung oleh rata-rata nilai transaksi harian 12 bulan (12M ADTV) yang kokoh sebesar US$ 22,1 juta,” terang Prasetya dalam risetnya yang dirilis pada Selasa, 7 Oktober 2025. Data ini semakin memperkuat argumen untuk kenaikan statusnya.

Namun, tidak semua saham Indonesia menghadapi prospek yang cerah dalam peninjauan MSCI mendatang. PT Kalbe Farma Tbk (KLBF), misalnya, justru menghadapi ancaman serius untuk dikeluarkan dari MSCI Global Standard Index. Hal ini disebabkan nilai free float adjusted market cap (FFMC) KLBF yang tercatat telah merosot di bawah US$ 1,2 miliar per 7 Oktober 2025, menempatkannya di bawah ambang batas yang ditetapkan.

EMTK Memerlukan Dorongan Harga Signifikan

Menyajikan pandangan lain, Fath Aliansyah Budiman, Head of Investment Specialist Maybank Sekuritas, juga mengamini potensi BREN dan BRMS. Ia turut menyebut PT Elang Mahkota Teknologi Tbk (EMTK) memiliki peluang yang terbuka lebar untuk masuk dalam indeks pada periode November. Ini menunjukkan adanya konsensus di antara para analis terkait beberapa nama saham unggulan.

Menurut Fath, posisi harga BREN dan BRMS saat ini sudah sangat memenuhi kriteria free float market cap MSCI, dan keduanya juga telah menunjukkan likuiditas saham yang cukup mumpuni. Ini selaras dengan hasil analisis dari Prasetya Gunadi.

Kendati demikian, untuk PT Elang Mahkota Teknologi Tbk (EMTK), Fath menyoroti adanya tantangan harga. Agar EMTK dapat menjadi kandidat kuat dalam peninjauan MSCI, harga sahamnya perlu naik secara signifikan ke kisaran Rp 1.700–Rp 1.800 per saham.

“Jadi, EMTK masih memerlukan waktu dan katalis positif. Emiten ini memiliki potensi peningkatan likuiditas dan harga yang substansial, terutama jika salah satu portofolio utamanya, Superbank, merealisasikan rencana Penawaran Umum Perdana (IPO),” jelas Fath kepada Kontan pada Rabu, 8 Oktober 2025. Prospek IPO Superbank bisa menjadi pendorong utama bagi EMTK.

Lebih lanjut, Fath menyarankan agar investor mencermati pergerakan EMTK untuk mengejar potensi momentum positif dari rebalancing MSCI. Namun, ia juga mengingatkan untuk tetap waspada terhadap risiko koreksi jangka pendek apabila saham EMTK tidak berhasil masuk ke dalam indeks tersebut, menekankan pentingnya strategi investasi yang berhati-hati.

BREN Tetap Menjadi Primadona dalam Peninjauan MSCI

Penguatan posisi BREN sebagai kandidat utama juga diamini oleh Cindy Alicia Ramadhania, Retail Research Analyst Sinarmas Sekuritas. Ia menyoroti BREN sebagai saham yang paling berpotensi kuat untuk masuk ke indeks MSCI. Menurut Cindy, emiten energi milik Prajogo Pangestu ini konsisten menunjukkan upaya serius dalam meningkatkan free float-nya, sebuah sinyal positif bagi investor.

Dalam menghadapi momentum ini, Cindy mengingatkan para investor untuk selalu memperhatikan jadwal rebalancing MSCI dan menyusun strategi trading yang tepat. Berdasarkan pola historis, saham-saham yang memiliki potensi kuat untuk masuk indeks cenderung menunjukkan kenaikan harga bahkan sebelum pengumuman resmi, atau sering kali melonjak tajam pada hari pengumuman itu sendiri.

“Penting juga untuk memantau pergerakan transaksi asing, terutama apakah terdapat peningkatan signifikan dalam periode waktu tertentu, karena ini sering menjadi indikator awal ketertarikan institusi global,” terang Cindy kepada Kontan pada Rabu, 8 Oktober 2025.

Sebagai strategi investasi konkret, Cindy merekomendasikan pendekatan buy on weakness untuk saham BREN, dengan target harga yang diproyeksikan mencapai antara Rp 10.100 hingga Rp 10.650 per saham. Rekomendasi ini mencerminkan keyakinan kuat terhadap potensi pertumbuhan BREN menjelang dan setelah pengumuman MSCI.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *