Mengapa Teknologi Pertanian Jepang-Korsel Sulit Diterapkan di Indonesia?

Petani di Jepang dan Korea Selatan telah mengadopsi smart agriculture untuk meningkatkan efisiensi. Namun, pandangan ini tidak dapat serta merta ditiru oleh Indonesia, demikian ungkap Profesor Lilik Sutiarso dari Departemen Teknik Pertanian dan Biosistem Universitas Gadjah Mada (UGM). Menurut Lilik, perbandingan antara pertanian Indonesia dengan kedua negara tersebut, bahkan juga dengan Thailand, bukanlah perbandingan yang setara atau “apple to apple.”

Alasan utama di balik perbedaan ini terletak pada geografi dan ekologi Indonesia yang sangat beragam. Indonesia, dengan ribuan pulaunya, memiliki struktur tanah dan agro-sistem yang jauh lebih kompleks. Berbeda dengan Thailand, Jepang, atau Korea Selatan yang hanya memiliki kurang dari sepuluh jenis agro-ekosistem, Indonesia menghadapi tantangan unik dalam pengembangan teknologi pertanian. Kondisi inilah yang menuntut kehati-hatian dan pendekatan yang lebih spesifik.

Maka dari itu, kontribusi akademisi di Indonesia menjadi krusial dalam menciptakan teknologi pertanian yang benar-benar sesuai dengan kebutuhan lokal. Salah satu pilar penting dalam transformasi digital adalah sistem traceability pangan yang mutlak diperlukan. Sistem ini memungkinkan konsumen mengetahui asal-usul hingga kualitas produk yang mereka konsumsi, sejalan dengan tuntutan masyarakat modern yang menginginkan transparansi penuh “dari lahan ke meja makan,” melampaui sekadar informasi harga dan tanggal kedaluwarsa.

Kondisi produktivitas petani di Indonesia juga menjadi sorotan. Kulaku Indonesia, sebuah usaha di sektor perdagangan kelapa, menyoroti krisis pada tahun 2024 yang memperlihatkan rendahnya hasil panen kelapa. Banyak petani hanya mampu memanen 100 hingga 200 kelapa per hektare, jauh di bawah potensi maksimal 1.000 kelapa. Rendahnya akses terhadap mekanisasi dan pengetahuan menjadi penyebab utama dari permasalahan krusial ini.

Sebagai respons terhadap tantangan tersebut, Kulaku Indonesia kini mengoperasikan pusat dukungan petani yang dilengkapi dengan ekskavator, menawarkan skema pembiayaan yang fleksibel, serta menyelenggarakan pelatihan guna meningkatkan produktivitas kelapa. Inisiatif ini merupakan langkah konkret untuk mengatasi kendala yang selama ini menghambat potensi sektor pertanian kelapa di Indonesia.

Di sisi lain, startup KORA yang fokus pada produksi jagung, menyoroti pentingnya inovasi pertanian khususnya teknologi pascapanen untuk meminimalkan kerugian. Dengan fasilitas pengeringan yang terintegrasi sensor dan AI, KORA mampu membeli jagung dari petani dengan harga yang lebih tinggi, sekaligus memastikan kualitas produk yang memenuhi kebutuhan industri pakan. CEO KORA, Dian Prayogi, menjelaskan bahwa pendekatan ini tidak hanya meningkatkan margin petani dan perantara hingga 24% tetapi juga menjamin industri mendapatkan pasokan jagung berkualitas prima.

Pentingnya kolaborasi antara petani, industri, akademisi, dan pemerintah menjadi tema sentral dalam ImpactX 2025 Conference. Konferensi ini menegaskan bahwa visi ekonomi hijau di sektor pertanian hanya dapat terwujud melalui sinergi multidisiplin. Adaptasi teknologi, pembiayaan inovatif, dan perlindungan nilai sosial budaya diidentifikasi sebagai pilar utama untuk memastikan pertanian Indonesia tidak hanya produktif, tetapi juga berkelanjutan di masa depan.

Ringkasan

Penerapan teknologi pertanian dari Jepang dan Korea Selatan di Indonesia tidak bisa serta merta dilakukan karena perbedaan kondisi geografis dan agro-ekosistem yang kompleks. Indonesia memiliki ribuan pulau dengan struktur tanah yang beragam, berbeda dengan kedua negara tersebut yang memiliki jenis agro-ekosistem lebih sedikit. Hal ini menuntut pengembangan teknologi pertanian yang lebih spesifik dan sesuai dengan kebutuhan lokal, serta sistem traceability pangan yang mutlak diperlukan.

Rendahnya produktivitas petani di Indonesia juga menjadi masalah, seperti yang terlihat pada hasil panen kelapa yang jauh di bawah potensi maksimal. Inisiatif seperti pusat dukungan petani oleh Kulaku Indonesia dan inovasi teknologi pascapanen oleh KORA hadir untuk mengatasi masalah ini. Kolaborasi antara petani, industri, akademisi, dan pemerintah menjadi kunci untuk mewujudkan pertanian yang produktif dan berkelanjutan di Indonesia.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *