Kinerja Emiten Semen Mayoritas Lesu di Semester I-2025, Cermati Rekomendasi Berikut

Shoesmart.co.id JAKARTA. Semester I-2025 menjadi periode yang menantang bagi mayoritas emiten produsen semen. Kondisi pasar yang cenderung lesu dan tekanan permintaan domestik membuat kinerja mereka menghadapi hambatan signifikan.

Laporan keuangan menunjukkan, PT Semen Indonesia Tbk (SMGR) sebagai salah satu pemain kunci, mencatat penurunan pendapatan sebesar 4,88% secara tahunan (yoy) menjadi Rp 15,61 triliun pada semester pertama 2025. Penurunan ini berimbas drastis pada laba bersih perseroan, yang anjlok 92,03% yoy menjadi hanya Rp 39,38 miliar. Volume penjualan SMGR pun terpantau sebesar 17,30 juta ton selama periode tersebut.

Vita Mahreyni, Corporate Secretary Semen Indonesia, menjelaskan bahwa industri semen domestik belum menunjukkan tanda-tanda perbaikan, tercermin dari melemahnya permintaan sebesar 2,5% pada semester I-2025. Meski demikian, SMGR berhasil meraih kenaikan penjualan ekspor semen yang signifikan, mencapai 24,9% dalam periode yang sama. Guna memacu pertumbuhan di segmen retail dan curah, strategi SMGR ke depan akan difokuskan pada pengelolaan pasar dan harga yang lebih baik, sembari gencar mendorong pemanfaatan semen hijau serta produk turunannya. Langkah ini diharapkan dapat menyediakan solusi konstruksi yang inovatif, memungkinkan pembangunan rumah dan proyek nasional dengan material rendah emisi karbon dan durabilitas jangka panjang, demikian terang Vita dalam keterangan resminya, Jumat (1/8/2025).

Senada dengan SMGR, PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk (INTP) juga mencatat penurunan pendapatan bersih sebesar 1,1% yoy menjadi Rp 8,03 triliun pada paruh pertama 2025. Uniknya, di tengah tantangan tersebut, laba bersih yang diatribusikan kepada pemilik entitas induk INTP justru tumbuh 13,8% yoy mencapai Rp 494,8 miliar. Dari segi operasional, penjualan semen INTP menyusut 1,6% yoy menjadi 8,89 juta ton. Emiten lain, PT Cemindo Gemilang Tbk (CMNT), juga tak luput dari tekanan, dengan pendapatan melemah 2,16% yoy menjadi Rp 4,07 triliun. Meskipun demikian, kerugian bersih CMNT berhasil ditekan secara signifikan, berkurang 60,72% yoy menjadi Rp 168,23 miliar dibanding periode yang sama tahun sebelumnya.

Di sisi lain, PT Semen Baturaja Tbk (SMBR) tampil sebagai pengecualian yang mencolok di tengah lesunya pasar semen. Perseroan berhasil membukukan kenaikan pendapatan fantastis sebesar 29,76% yoy mencapai Rp 1,09 triliun pada semester I-2025. Kinerja laba bersihnya bahkan lebih impresif, melesat 987,70% yoy menjadi Rp 79,62 miliar.

Menurut Ekky Topan, Investment Analyst Infovesta Utama, tekanan kinerja mayoritas emiten semen ini disebabkan oleh kondisi pasar yang masih dilanda oversupply, atau kelebihan pasokan. Permasalahan ini kian diperparah oleh lesunya permintaan semen di pasar domestik serta lonjakan biaya energi dan logistik yang membebani operasional emiten. “Faktor-faktor ini secara langsung berdampak pada margin keuntungan dan laba bersih perusahaan,” jelasnya, Kamis (7/8/2025).

Muhammad Wafi, Analis Korea Investment and Sekuritas Indonesia (KISI), menyoroti bahwa lonjakan kinerja SMBR secara spesifik dipengaruhi oleh efisiensi operasional yang ketat dan karakteristik perusahaan dengan skala bisnis yang relatif lebih kecil. Memasuki semester II-2025, prospek perbaikan kinerja bagi emiten produsen semen memang terbuka, meskipun dengan potensi yang cenderung terbatas. Pendorong utamanya adalah peningkatan belanja pemerintah yang secara historis terjadi pada paruh kedua tahun, termasuk alokasi untuk proyek infrastruktur yang tentunya akan menggenjot permintaan semen domestik. Selain itu, potensi penurunan suku bunga acuan juga dapat memberikan efek domino positif, terutama bagi sektor properti yang pada gilirannya akan mendongkrak permintaan semen. “Meski demikian, dampak signifikan dari faktor-faktor ini mungkin baru akan terasa penuh pada semester kedua tahun depan,” tambah Wafi, Kamis (6/8/2025).

Lebih lanjut, Wafi menggarisbawahi bahwa emiten semen yang memiliki strategi efisiensi terstruktur, diversifikasi pasar ekspor, branding yang kokoh, dan rantai pasok yang andal, akan sangat berpeluang untuk mempertahankan atau bahkan meningkatkan kinerjanya di tengah gejolak pasar saat ini. Berdasarkan analisisnya, ia merekomendasikan saham SMGR, INTP, dan SMBR layak untuk dipertimbangkan investor, dengan target harga masing-masing Rp 3.200 per saham, Rp 6.800 per saham, dan Rp 300 per saham.

Namun, pandangan yang sedikit berbeda datang dari Analis Indo Premier Sekuritas, Jovent Muliadi dan Gabriella Alyssa, yang mempertahankan peringkat netral untuk sektor semen. Hal ini didasari oleh melemahnya kinerja industri pada kuartal II-2025 dan ancaman persaingan yang kian ketat. Indo Premier Sekuritas bahkan memproyeksikan volume penjualan semen nasional akan mengalami kontraksi di kisaran 2%-5% sepanjang 2025. Dalam riset mereka, disampaikan pula bahwa beberapa pemain semen berskala kecil terpaksa menawarkan diskon harga yang agresif akibat lemahnya permintaan, daya beli masyarakat, cuaca yang kurang mendukung, dan lambatnya realisasi belanja infrastruktur. “Kami tetap mempertahankan posisi netral karena kurangnya katalis pendorong signifikan di sektor ini, meskipun valuasinya saat ini berada di level yang tidak mahal, yaitu 4,8 kali,” terang Jovent dan Gabriella dalam riset yang dirilis pada 15 Juli 2025.

Ringkasan

Semester I-2025 menjadi periode yang menantang bagi sebagian besar emiten semen, dengan penurunan pendapatan dan laba bersih. PT Semen Indonesia Tbk (SMGR) mengalami penurunan pendapatan dan laba bersih yang signifikan, meskipun ekspor meningkat. Sementara itu, PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk (INTP) mencatatkan penurunan pendapatan namun laba bersih justru meningkat, dan PT Cemindo Gemilang Tbk (CMNT) mengalami penurunan pendapatan namun berhasil menekan kerugian.

Di tengah tren lesu ini, PT Semen Baturaja Tbk (SMBR) menjadi pengecualian dengan peningkatan pendapatan dan laba bersih yang fantastis. Analis merekomendasikan beberapa saham semen seperti SMGR, INTP, dan SMBR, sementara yang lain mempertahankan peringkat netral karena kekhawatiran atas melemahnya industri dan persaingan yang ketat, dengan proyeksi penurunan volume penjualan semen nasional.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *