Investor Asing Masuk, Saham Perbankan Tetap Tertekan

Shoesmart.co.id JAKARTA. Pergerakan investor asing di pasar saham Indonesia menunjukkan tren menarik, di mana mereka secara perlahan mulai melirik dan masuk kembali ke saham-saham perbankan, terutama pada segmen bank-bank bermodal jumbo atau big banks. Kendati demikian, para investor disarankan untuk tidak terlalu terburu-buru mengambil posisi. Tekanan dan sentimen negatif masih membayangi, sehingga prospek saham bank belum sepenuhnya bebas dari bayang-bayang ketidakpastian.

Pada perdagangan Selasa (19/8), saham-saham big banks serempak mengalami koreksi setelah libur panjang peringatan kemerdekaan RI. Menariknya, di tengah penurunan tersebut, dua dari bank kapitalisasi besar ini justru mencatatkan pembelian bersih oleh investor asing (net foreign buy) dalam periode perdagangan yang sama. Ini mengindikasikan adanya minat selektif dari investor luar negeri meskipun pasar domestik sedang melemah.

Sebagai contoh, PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) tercatat anjlok paling dalam, menutup perdagangan dengan penurunan 2,30% ke level Rp 8.500 per saham. Sepanjang jam perdagangan, BBCA sempat menyentuh harga terendah di Rp 8.450 per saham. Namun, di balik koreksi harga tersebut, bank swasta terbesar di tanah air ini justru mencatat net foreign buy fantastis senilai Rp 91,27 miliar pada hari itu saja. Bahkan, dalam sepekan terakhir, akumulasi pembelian bersih oleh investor asing untuk BBCA telah mencapai Rp 1,35 triliun.

IHSG Ditutup Melemah 0,45% pada 19 Agustus 2025, Saham Big Cap Bank Kompak Tertekan

Fenomena serupa juga terjadi pada PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI). Saham bank yang dikenal dekat dengan “wong cilik” ini menorehkan penurunan terbesar kedua di antara big banks lainnya, ditutup melemah sekitar 1,94% menjadi Rp 4.040 per saham. Seperti halnya BBCA, saham BBRI juga membukukan net foreign buy di awal pekan ini, tepatnya sebesar Rp 144,07 miliar. Capaian ini meneruskan tren positif dalam sepekan terakhir, di mana pembelian bersih asing untuk BBRI telah mencapai Rp 2,31 triliun.

Meskipun ada pembelian bersih oleh investor asing, Associate Director Pilarmas Investindo Sekuritas, Maximilianus Nicodemus, berpandangan bahwa tahun ini mungkin bukan periode terbaik bagi sektor perbankan. Menurutnya, potensi pemulihan saham perbankan ke performa puncaknya masih diragukan. Nico menyoroti keraguan yang masih menyelimuti investor terkait kebijakan-kebijakan pemerintah yang dapat memengaruhi sektor keuangan, khususnya pada bank milik negara. Ia merasa bahwa meskipun narasi yang disampaikan pemerintah sudah cukup baik, hal itu belum sepenuhnya mampu mengubah perspektif investor terhadap saham perbankan.

Nico juga mengaitkan pergerakan saham perbankan pada perdagangan terkini dengan pidato Presiden Prabowo Subianto mengenai RAPBN pada akhir pekan sebelumnya. Dalam pidato tersebut, pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi di tahun 2026 mencapai 5,4% yang akan didukung oleh berbagai kebijakan. “Tapi itu kan baru narasi ya, cuma hari ini aja mengalami koreksi artinya investor masih meraba-raba,” ungkap Nico, menunjukkan bahwa investor masih menunggu realisasi dari janji-janji tersebut.

Saham Perbankan BUMN Kompak Melemah Selasa (19/8), BBTN Catatkan Penurunan Terdalam

Selain itu, Maximilianus Nicodemus juga menyoroti sentimen-sentimen negatif spesifik yang dihadapi oleh masing-masing emiten. Sebagai contoh, BBCA kini dihadapkan pada isu mengenai pengambilalihan 51% saham oleh pemerintah terkait penelusuran kasus utang BLBI. Nico menegaskan bahwa isu-isu semacam ini, jika tidak ditanggapi secara serius dan transparan, berpotensi menjadi “isu liar” yang dapat memicu ketidakpastian di kalangan investor. “Jadi aku sih cuma berharap isu-isu yang kayak gitu sebetulnya nggak harus ada,” harap Nico, menekankan bahwa isu-isu ini menjadi pendorong utama koreksi BBCA pada hari itu.

Menyikapi kondisi pasar ini, Nico menyarankan bagi investor dengan profil investasi jangka pendek untuk sementara waktu menghindari saham-saham perbankan. Namun, bagi investor yang berorientasi jangka panjang, ia merekomendasikan BBCA dengan target harga optimis mencapai Rp 11.650 per saham.

Di sisi lain, Research Analyst Kiwoom Sekuritas Indonesia, Miftahul Khaer, menawarkan perspektif lain. Ia melihat bahwa investor asing saat ini masih berpotensi untuk keluar-masuk di saham-saham perbankan sejalan dengan sentimen global. Menurutnya, pergerakan ini memanfaatkan tingginya likuiditas yang tersedia pada saham bank. Meskipun demikian, Miftahul menegaskan bahwa fenomena ini bukan lantas mengindikasikan penurunan kepercayaan asing terhadap saham-saham big banks, terutama yang memiliki fundamental kuat. Ia berpendapat bahwa pergerakan ini lebih disebabkan oleh tingginya tingkat ketidakpastian secara global.

Mengenai sentimen domestik, Miftahul juga memperhatikan pidato Presiden Prabowo pada Hari Kemerdekaan serta nota keuangan, khususnya terkait arah kebijakan fiskal, subsidi, dan dorongan kredit produktif. Namun, ia menilai dampaknya lebih bersifat jangka menengah dan belum memicu pergerakan drastis dalam jangka pendek. Dalam pandangannya, saham PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BRIS) masih menjadi opsi yang menarik untuk akumulasi, dengan target harga mencapai Rp 3.200.

Sedikit berbeda, Head of Research RHB Sekuritas Indonesia, Andrey Wijaya, menjelaskan bahwa pekan lalu saham-saham bank sempat mengalami kenaikan signifikan karena adanya rebalancing dari indeks MSCI, di mana big banks termasuk di dalamnya. Untuk koreksi yang terjadi pasca libur panjang ini, Andrey lebih melihatnya sebagai aksi technical profit taking. Pidato Presiden Prabowo di akhir pekan lalu, menurutnya, tidak banyak berdampak karena sudah sesuai dengan ekspektasi pasar. “Saya melihat penurunan harga saham bank lebih karena technical take profit setelah reli tinggi di minggu lalu,” ujarnya singkat, menegaskan bahwa koreksi ini adalah reaksi alami pasar setelah kenaikan tajam.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *