Ini Proyeksi Rupiah pada Perdagangan Jumat (22/8), Naik atau Turun?

Shoesmart.co.id – JAKARTA. Nilai tukar rupiah menunjukkan pergerakan yang bergejolak pada perdagangan Kamis (21/8), menghadapi tekanan di pasar spot namun sedikit menguat berdasarkan kurs referensi Bank Indonesia. Rupiah di pasar spot dilaporkan melemah tipis 0,10% hingga mencapai level Rp 16.288 per dolar Amerika Serikat (AS). Namun, kontras dengan kondisi tersebut, kurs rupiah berdasarkan Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) Bank Indonesia justru mencatat penguatan 0,05% menjadi Rp 16.283 per dolar AS, setelah sehari sebelumnya berada di posisi Rp 16.291 per dolar AS.

Menyikapi fluktuasi ini, Kepala Ekonom Bank Permata, Josua Pardede, menjelaskan bahwa pergerakan nilai tukar rupiah pada Kamis (21/8) secara keseluruhan cenderung bergerak sideways. Mata uang Garuda bergerak dalam rentang Rp 16.241 hingga Rp 16.290 per dolar AS sebelum akhirnya ditutup dengan pelemahan tipis di level Rp 16.288 per dolar AS.

Menurut Josua, dinamika pergerakan rupiah banyak dipengaruhi oleh rilis data Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) kuartal II – 2025 oleh Bank Indonesia (BI). Data tersebut menunjukkan defisit signifikan sebesar US$ 6,74 miliar, melonjak tajam dibandingkan defisit US$ 0,79 miliar pada kuartal sebelumnya. Pelebaran defisit NPI ini didorong oleh memburuknya neraca transaksi berjalan dan neraca transaksi finansial, yang utamanya dipicu oleh meningkatnya ketidakpastian global seperti eskalasi ‘Trade War 2.0’ serta ketegangan geopolitik.

Josua merinci lebih lanjut, defisit transaksi berjalan melebar menjadi US$ 3,01 miliar atau -0,84% dari PDB pada kuartal II – 2025. Angka ini jauh lebih besar dibandingkan defisit US$ 0,23 miliar atau -0,07% dari PDB pada kuartal I – 2025. Pemburukan ini terjadi karena surplus perdagangan barang yang mengecil dan peningkatan musiman pada defisit pendapatan primer. Di sisi lain, transaksi finansial juga mencatat defisit signifikan sebesar US$ 5,17 miliar (-1,44% dari PDB) di kuartal II – 2025, memburuk dari defisit US$ 0,44 miliar (-0,13% dari PDB) pada kuartal sebelumnya. Pelebaran defisit ini utamanya disebabkan oleh pergeseran investasi portofolio dari surplus menjadi defisit, menandakan adanya arus keluar modal seiring meningkatnya sentimen ‘risk-off’ di pasar global.

Selain faktor NPI, Josua turut menyoroti dampak keputusan Bank Indonesia yang memangkas suku bunga acuannya sebesar 25 basis poin pada Rabu kemarin. Langkah ini dianggap turut menekan rupiah karena mempersempit selisih positif antara suku bunga kebijakan BI dan Federal Reserve (the Fed), mengurangi daya tarik aset berbasis rupiah bagi investor. Tekanan terhadap rupiah semakin bertambah dari sentimen global, terutama menjelang simposium tahunan Jackson Hole yang diselenggarakan oleh the Fed. Acara ini dinantikan pasar karena berpotensi memberikan kejelasan mengenai arah kebijakan suku bunga the Fed di masa mendatang.

Dengan mempertimbangkan berbagai dinamika tersebut, Josua memperkirakan bahwa pergerakan rupiah pada perdagangan Jumat (22/8) akan berada dalam kisaran yang cukup lebar, yakni antara Rp 16.225 hingga Rp 16.375 per dolar AS. Prediksi ini disampaikan Josua kepada Kontan pada Kamis (21/8), memberikan gambaran proyeksi bagi pelaku pasar.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *