IHSG Rekor! Saham Batu Bara BUMI, AADI, HRUM Terbang Tinggi

JAKARTA — Di tengah euforia pencapaian rekor tertinggi sepanjang masa (all-time high/ATH) Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), sektor saham batu bara Indonesia justru menunjukkan geliat yang signifikan. Emiten-emiten seperti AADI, HRUM, dan BUMI berhasil memikat perhatian investor dengan kenaikan harga yang mencolok, menantang kondisi pasar global yang sebenarnya sedang tidak menentu.

Pencapaian bersejarah ini diraih IHSG pada Selasa (23/9/2025) pukul 14:30 WIB, ketika indeks perkasa ini melesat ke posisi 8.085. Angka ini memecahkan rekor sebelumnya yang baru saja tercipta pada akhir pekan ketiga September 2025, tepatnya Jumat (19/9/2025), di level 8.051. Momentum positif ini menggarisbawahi kepercayaan pasar terhadap perekonomian, sekaligus membuka peluang bagi berbagai sektor untuk bersinar.

Kenaikan IHSG ini sontak memicu penguatan di berbagai saham, termasuk jajaran emiten batu bara Indonesia yang tampil perkasa. Saham PT Bumi Resources Tbk. (BUMI), entitas di bawah Grup Bakrie dan Grup Salim, menjadi salah satu bintang dengan lonjakan 14,88%, mengakhiri perdagangan di level Rp139. Tak hanya BUMI, PT Adaro Andalan Indonesia Tbk. (AADI) juga menunjukkan kinerja positif dengan kenaikan 2,12% menjadi Rp7.225. Demikian pula, PT Harum Energy Tbk. (HRUM) tidak mau ketinggalan, membukukan kenaikan sebesar 6,16%, menempatkan harganya di Rp1.120.

Namun, di balik kegairahan pasar saham ini, industri batu bara sebenarnya menghadapi tantangan serius. Asosiasi Pertambangan Batu Bara Indonesia (APBI) telah memproyeksikan penurunan signifikan pada produksi batu bara Indonesia untuk tahun 2025. Angka proyeksi menunjukkan produksi hanya akan mencapai 740 juta ton, merosot tajam 11,5% dibandingkan realisasi tahun 2024 yang mencapai 836 juta ton. Kontras antara kinerja saham dan proyeksi industri ini menarik untuk dicermati.

Sekretaris Jenderal APBI, Haryanto Damanik, mengungkapkan bahwa penurunan produksi tersebut tidak terlepas dari volatilitas dan ketidakpastian pasar global. Kondisi ini secara langsung berdampak pada harga emas hitam yang cenderung melemah. “Jika kita melihat proyeksi produksi batu bara year-to-date, saya kira akan berkurang 90 juta hingga 100 juta ton sehingga akan menjadi sekitar 740 juta ton tahun ini. Jadi ini cukup signifikan,” jelas Haryanto dalam forum CT Asia 2025 di Jimbaran, Bali, pada Senin (22/9/2025).

Haryanto menambahkan, dinamika pasar yang fluktuatif telah membuat harga batu bara sempat anjlok di bawah US$100 per ton pada tahun 2025. Angka ini jauh di bawah rata-rata harga pada tahun 2024 yang mampu menyentuh US$130 per ton. Oleh karena itu, dalam menghadapi situasi ini, APBI menekankan pentingnya kolaborasi erat antara pemerintah dan pelaku usaha. Tujuannya adalah untuk merumuskan kebijakan yang pro-pasar, termasuk deregulasi yang mendukung keberlangsungan dan perkembangan industri pertambangan di Indonesia.

Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.

Ringkasan

IHSG mencetak rekor tertinggi sepanjang masa (ATH) di 8.085, memicu kenaikan pada saham-saham, termasuk sektor batu bara. Saham BUMI melonjak 14,88%, sementara AADI dan HRUM juga mencatatkan kenaikan signifikan masing-masing sebesar 2,12% dan 6,16%.

Namun, di tengah euforia pasar saham, produksi batu bara Indonesia diproyeksikan turun 11,5% menjadi 740 juta ton pada 2025 akibat volatilitas pasar global dan penurunan harga batu bara. APBI menekankan pentingnya kolaborasi pemerintah dan pelaku usaha untuk menciptakan kebijakan pro-pasar.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *