JAKARTA – Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) kembali menghadapi tekanan serius akibat ancaman eskalasi perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China. Namun, para analis pasar optimistis bahwa gejolak ini hanya bersifat sementara, dengan potensi penguatan indeks yang masih terbuka lebar menjelang penutupan tahun.
Ketegangan antara dua kekuatan ekonomi terbesar di dunia ini memanas setelah Presiden AS Donald Trump secara mengejutkan mengumumkan rencana untuk menaikkan tarif impor produk asal China hingga 100%, yang akan berlaku efektif mulai 1 November 2025.
Pengumuman drastis tersebut disampaikan Trump melalui akun media sosial pribadinya, TruthSocial, pada Sabtu (11/10/2025). Kebijakan ini muncul sebagai respons langsung terhadap langkah China yang sebelumnya memperketat ekspor logam tanah jarang (rare earth metals) ke AS — sebuah komponen vital yang sangat dibutuhkan oleh industri teknologi dan energi hijau Amerika.
Tidak hanya itu, Trump juga mempertegas ancamannya dengan menyatakan kemungkinan pembatalan pertemuan puncak yang krusial dengan Presiden China Xi Jinping, yang sedianya dijadwalkan berlangsung di Seoul, Korea Selatan.
Eskalasi tensi dagang AS–China ini sontak memicu aksi jual di awal perdagangan hari ini, menyebabkan IHSG sempat tergelincir sekitar 1%. Namun, menurut analis NH Korindo Sekuritas, Steven Willie, penurunan ini tidak akan berdampak signifikan terhadap pergerakan indeks dalam jangka panjang.
Buktinya, hingga pukul 13.34 WIB, IHSG tercatat bergerak menguat tipis sebesar 0,019%, menunjukkan daya tahan pasar. Steven Willie menyoroti bahwa kondisi global saat ini mendorong investor asing untuk semakin berhati-hati dalam menentukan pilihan investasi mereka.
Steven memperkirakan bahwa kepanikan pasar tidak akan berlangsung lama. Optimisme ini muncul setelah Trump sendiri mengunggah kalimat “it will all be fine” di media sosialnya, sebuah indikasi kuat adanya sinyal negosiasi lanjutan antara kedua negara adidaya tersebut yang berpotensi meredakan tensi perang dagang.
Mengingat kembali peristiwa serupa pada April 2025, IHSG juga menunjukkan respons cepat. Kala itu, setelah Donald Trump mengumumkan tarif resiprokal, indeks segera rebound seiring dengan munculnya kemungkinan negosiasi.
Dengan stabilnya situasi global, Steven Willie mempertahankan proyeksi penguatan IHSG dengan target akhir tahun di kisaran 8.400–8.600. Optimisme ini diperkuat oleh daya tahan investor yang dinilai jauh lebih baik dalam menghadapi volatilitas jangka pendek dibandingkan periode sebelumnya.
Dari sisi sektoral, Steven merekomendasikan saham-saham konglomerasi seperti grup Prajogo Pangestu dan grup Happy Hapsoro yang tetap menarik untuk dicermati. Selain itu, saham emas juga berpotensi menguat di tengah ketidakpastian global yang berkelanjutan.
Sementara itu, saham-saham perbankan besar dengan valuasi yang relatif murah dinilai prospektif untuk investasi jangka panjang. Adapun pada penutupan Sesi I Senin (13/10), IHSG berhasil naik 0,02% ke level 8.259, dengan AMRT, AMMN, dan MEDC tercatat sebagai top gainers di antara saham-saham LQ45.
Ringkasan
IHSG mengalami tekanan akibat ancaman eskalasi perang dagang AS-China, dipicu oleh rencana kenaikan tarif impor dari AS dan pembatasan ekspor logam tanah jarang dari China. Aksi jual sempat membuat IHSG tergelincir, namun analis menilai gejolak ini sementara dan potensi penguatan indeks masih terbuka lebar.
Analis merekomendasikan saham-saham konglomerasi, emas, dan perbankan besar sebagai pilihan investasi yang menarik. Proyeksi penguatan IHSG tetap dipertahankan dengan target akhir tahun di kisaran 8.400–8.600, didukung oleh daya tahan investor yang dinilai lebih baik dalam menghadapi volatilitas jangka pendek.