Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengalami awal pekan yang sulit, anjlok tajam pada perdagangan Senin (27/10). Sesi pertama ditutup di level 8.028,33, merosot drastis 243,38 poin atau setara 2,94 persen, menjadikannya salah satu penurunan harian terdalam dalam dua bulan terakhir yang mencerminkan kekhawatiran pelaku pasar.
Pelemahan signifikan ini terjadi setelah IHSG sempat dibuka di angka 8.322,21 dan mencapai puncak harian 8.354,67, sebelum akhirnya tertekan kuat hingga menyentuh titik terendah 7.959,16. Volume transaksi yang masif mencapai 24,13 miliar saham dengan total nilai perdagangan sebesar Rp 17,79 triliun dengan jelas mengindikasikan dominasi tekanan jual di seluruh sektor bursa saham.
Koreksi pasar ini menyebar luas, tercermin dari 807 emiten yang diperdagangkan, di mana 550 saham melemah, hanya 150 saham yang berhasil menguat, dan 107 saham lainnya stagnan. Akibatnya, kapitalisasi pasar turut menyusut signifikan ke angka Rp14.696 triliun, mencerminkan hilangnya nilai pasar secara substansial dalam satu hari perdagangan.
Bank BUMN Ikut Terpukul
Bahkan, saham-saham perbankan pelat merah yang sering menjadi penopang utama indeks, kali ini justru turut menjadi pemberat. Saham Bank Rakyat Indonesia (BBRI) terkoreksi 1,56 persen menjadi Rp 3.790, sementara Bank Mandiri (BMRI) anjlok 1,76 persen ke level Rp 4.470. Keduanya mencatatkan nilai transaksi yang besar, masing-masing Rp 696,4 miliar dan Rp 667,8 miliar, sebuah indikasi kuat adanya aksi jual masif dari para investor institusi yang berdampak pada pasar modal.
Barito Pacific Ambruk Dua Digit
Di tengah gejolak pasar, saham Barito Pacific Tbk (BRPT) menjadi perhatian utama setelah terjun bebas hingga 12,36 persen, ditutup pada level Rp 3.190. Emiten energi milik Grup Prajogo Pangestu ini membukukan nilai transaksi mencapai Rp 774,8 miliar dengan volume perdagangan 231 juta saham. Penurunan tajam BRPT ini disinyalir kuat dipicu oleh sentimen negatif dari sektor energi global serta adanya aksi profit taking yang agresif pasca reli harga sebelumnya.
Jika menilik performa pasar dalam sebulan terakhir, IHSG menunjukkan tren yang cenderung sulit untuk bangkit. Indeks tercatat 10 kali ditutup di zona merah dan hanya 11 kali di zona hijau, dengan akumulasi penurunan sebesar 0,70 persen dalam 30 hari. Secara mingguan, indeks terkoreksi 0,75 persen, dan secara bulanan turun 1,17 persen, mengonfirmasi tekanan yang terus berlanjut di pasar saham domestik.
Meskipun demikian, dalam jangka menengah, performa IHSG masih menunjukkan tren positif yang solid, dengan kenaikan 6,61 persen dalam tiga bulan dan 28,20 persen dalam enam bulan. Kendati angka ini memberikan harapan, pelaku pasar berpendapat bahwa tekanan jual saat ini belum tentu menjadi sinyal pembalikan tren. Seorang analis pasar modal di Jakarta menyatakan, “Pasar sedang mencari keseimbangan baru. Investor masih menanti arah kebijakan The Fed dan data inflasi global,” menggarisbawahi ketidakpastian yang masih membayangi prospek ekonomi global.
Dengan volatilitas pasar yang meningkat dan ketidakpastian ekonomi global, investor diimbau untuk lebih selektif dalam memilih investasi, khususnya di sektor-sektor yang sangat sensitif terhadap fluktuasi suku bunga dan harga komoditas, demi meminimalkan risiko dan menjaga portofolio investasi mereka di tengah kondisi pasar yang menantang.
Ringkasan
IHSG mengalami penurunan signifikan pada awal pekan, merosot ke level 8.028,33 atau turun 2,94 persen. Penurunan ini didorong oleh tekanan jual yang kuat di berbagai sektor, terutama keuangan dan energi, dengan volume transaksi yang masif mencapai Rp 17,79 triliun. Sejumlah saham perbankan BUMN dan Barito Pacific (BRPT) juga mengalami penurunan tajam, memperberat laju indeks.
Meskipun kinerja jangka menengah IHSG masih menunjukkan tren positif, performa dalam sebulan terakhir cenderung sulit bangkit dengan dominasi penutupan di zona merah. Analis pasar menyatakan bahwa pasar sedang mencari keseimbangan baru, dan investor masih menanti arah kebijakan The Fed serta data inflasi global. Investor diimbau untuk lebih selektif dalam berinvestasi di tengah volatilitas pasar dan ketidakpastian ekonomi global.