Haji Isam dan Lahan Sawit di Hutan: Klarifikasi Emiten CPO!

JAKARTA – Dua emiten kelapa sawit milik konglomerat Haji Isam, PT Jhonlin Agro Raya Tbk (JARR) dan PT Pradiksi Gunatama Tbk (PGUN), baru-baru ini memberikan klarifikasi resmi terkait dugaan kepemilikan lahan perkebunan sawit di dalam kawasan hutan tanpa perizinan yang sah. Klarifikasi ini menjadi sorotan utama di kalangan investor dan penggiat industri.

PT Pradiksi Gunatama Tbk (PGUN), sebagai salah satu emiten kelapa sawit terkemuka, secara tegas menyatakan bahwa berdasarkan izin usaha yang mereka miliki, perseroan tidak menanam atau memiliki lahan kelapa sawit di dalam kawasan hutan. Namun, permasalahan muncul setelah adanya Undangan Klarifikasi Nomor B-296/PKH-2/03/2025 dari Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan (Satgas PKH) pada 14 Maret 2025, yang kemudian ditindaklanjuti dengan Notulensi Hasil Pertemuan pada 20 Maret 2025.

Dari pertemuan tersebut, terungkap bahwa sebagian luasan lahan dalam Hak Guna Usaha (HGU) Nomor 10/Kerang seluas 16.404,4059 hektare (ha) yang sebelumnya atas nama PT Senabangun Anekapertiwi, terindikasi berada dalam kawasan hutan. Perlu diketahui, PT Senabangun Anekapertiwi telah efektif bergabung ke dalam PGUN sejak 22 Desember 2022, berdasarkan SK Kemenkumham No. AHU-AH.01.09-0089710.

Direktur Utama PGUN, Khairuddin Simatupang, dalam keterbukaan informasi pada 13 Oktober 2025, menjelaskan bahwa lahan tersebut belum ditetapkan sebagai kawasan hutan saat HGU Nomor 10/Kerang diterbitkan pada 18 April 1998. Penetapan ini didukung oleh Lampiran Peta Gambar Situasi No.2/1998 tanggal 29 Januari 1998 dan Keputusan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN No. 8/HGU/BPN/98. Kategori lahan sebagai kawasan hutan baru ditetapkan melalui SK Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Nomor SK.6628/MENLHK-PKTL/KUH/PLA.2/10/2021 pada 27 Oktober 2021.

Dengan demikian, PGUN berargumen bahwa mereka telah memperoleh hak, menguasai, memanfaatkan, dan mengelola lahan tersebut berdasarkan izin usaha yang sah, sesuai peruntukannya, jauh sebelum lahan tersebut ditetapkan sebagai kawasan hutan. Saat ini, status legalitas lahan tersebut masih dalam proses penyelesaian penguasaan tanah dan pengeluaran lahan dari kawasan hutan, bekerja sama dengan instansi terkait.

Seluruh lahan yang menjadi objek permasalahan berlokasi di Provinsi Kalimantan Timur. Rinciannya meliputi 419,025 hektare berstatus cagar alam yang tidak dimanfaatkan atau ditanami sawit. Sementara itu, terdapat 298,071 hektare lahan hutan produksi, dengan 86,15 hektare dimanfaatkan oleh masyarakat untuk sawit, 67,92 hektare dimanfaatkan oleh perusahaan untuk sawit, dan 144,001 hektare sisanya berupa semak belukar.

Meskipun proses penyelesaian legalitas lahan sedang berjalan, Sekretaris Perusahaan PGUN, Muhammad Reza, menegaskan bahwa perseroan belum menerima tagihan denda apapun terkait perubahan ketentuan perizinan lahan ini. Ia juga menambahkan saat dikonfirmasi Kontan pada 14 Oktober 2025, bahwa proses ini tidak akan mengganggu kinerja operasional PGUN secara signifikan karena nilainya dianggap tidak material.

PGUN berkomitmen untuk terus memantau perkembangan proses penyelesaian penguasaan tanah dan pengeluaran lahan dari kawasan hutan. Perseroan juga akan senantiasa menyampaikan pengungkapan informasi secara transparan apabila terdapat perkembangan material di kemudian hari. PGUN menargetkan legalitas lahan dapat diselesaikan secara bertahap dan menyeluruh dalam kurun waktu 12 hingga 18 bulan, terhitung sejak dimulainya proses klarifikasi resmi dan pengajuan inventarisasi penguasaan tanah pada Oktober 2025.

Sementara itu, induk usaha PGUN, PT Jhonlin Agro Raya Tbk (JARR), juga memberikan klarifikasi terpisah. JARR menyatakan tidak memiliki lahan kelapa sawit yang berada di dalam kawasan hutan tanpa perizinan yang sah. Emiten CPO ini juga menegaskan bahwa mereka tidak menerima surat pemberitahuan, surat tagihan, atau sanksi administratif dari Satgas Penguatan Tata Kelola Hutan (PKH), KLHK, Kejaksaan Agung, atau instansi terkait lainnya.

Direktur Utama JARR, Indra Irawan, dalam keterbukaan informasi tanggal 10 Oktober 2025, menyampaikan bahwa perseroan akan mengevaluasi rencana mitigasi yang ada. Ini termasuk langkah hukum untuk melawan potensi denda atau rencana cadangan untuk memindahkan operasional jika penertiban tidak dapat dihindari. JARR tetap berpegang pada prinsip bahwa harga saham perseroan ditentukan oleh mekanisme pasar dan sentimen positif dari publik.

Terlepas dari isu legalitas lahan ini, kinerja saham kedua emiten terpantau positif. Melansir data RTI, saham JARR melonjak 318,67% dalam sebulan terakhir dan meroket 2.141,94% sejak awal tahun (year to date/YTD). Demikian pula, saham PGUN menunjukkan performa impresif dengan kenaikan 421,08% dalam sebulan dan terbang 6.167,69% YTD, menunjukkan kepercayaan pasar yang kuat terhadap prospek kedua perusahaan kelapa sawit ini.

Ringkasan

Emiten kelapa sawit PT Pradiksi Gunatama Tbk (PGUN) dan PT Jhonlin Agro Raya Tbk (JARR), milik Haji Isam, memberikan klarifikasi terkait dugaan lahan sawit di kawasan hutan tanpa izin. PGUN mengakui sebagian lahan HGU mereka terindikasi berada di kawasan hutan setelah adanya klarifikasi dari Satgas PKH. Namun, PGUN berargumen bahwa HGU diperoleh sebelum penetapan kawasan hutan dan sedang dalam proses penyelesaian legalitas dengan instansi terkait.

JARR, sebagai induk usaha PGUN, menyatakan tidak memiliki lahan kelapa sawit di kawasan hutan tanpa izin yang sah dan belum menerima surat tagihan atau sanksi. Meskipun ada isu legalitas lahan, saham JARR dan PGUN menunjukkan kinerja positif dengan kenaikan signifikan dalam sebulan terakhir dan sejak awal tahun, mencerminkan kepercayaan pasar yang kuat.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *