Gelombang aksi pembelian kembali saham atau buyback tengah menguat di kalangan emiten Tanah Air. Strategi ini, yang kian gencar dilakukan, bukan sekadar respons pasar melainkan juga langkah proaktif untuk mengirimkan sinyal positif kepada investor sekaligus menjaga stabilitas harga saham di tengah dinamika pasar modal.
Teranyar, PT Indo Tambangraya Megah Tbk (ITMG) mencuri perhatian dengan rencana buyback fantastis senilai maksimal Rp 2,49 triliun, setara 10% dari total modal disetor perseroan. Tak hanya ITMG, raksasa energi lainnya, PT Medco Energi Internasional Tbk (MEDC), juga melanjutkan buyback tahap II dengan mengalokasikan dana US$ 50 juta atau sekitar Rp 815 miliar, mengacu kurs Rp 16.300 per dolar AS. Dari sektor infrastruktur menara, PT Dayamitra Telekomunikasi Tbk (MTEL) dan PT Sarana Menara Nusantara Tbk (TOWR) tak mau ketinggalan, masing-masing menyiapkan buyback senilai Rp 1 triliun dan Rp 200 miliar. Sementara itu, pemain utama sektor kesehatan, PT Kalbe Farma Tbk (KLBF), merencanakan buyback sebesar Rp 250 miliar, disusul oleh PT Cisadane Sawit Raya Tbk (CSRA) dari sektor perkebunan dengan nilai Rp 90 miliar. Diversitas sektor ini menunjukkan meluasnya tren strategi buyback di Bursa Efek Indonesia.
Imam Gunadi, seorang Equity Analyst dari PT Indo Premier Sekuritas (IPOT), menggarisbawahi bahwa aksi buyback saham secara umum diterima positif pasar modal. Menurutnya, pengurangan jumlah saham beredar berpotensi mengerek valuasi saham serta merefleksikan optimisme kuat manajemen terhadap prospek bisnis perusahaan. Imam menjelaskan kepada Kontan pada Kamis (18/9/2025), “Strategi ini lazim dilakukan saat harga saham terkoreksi, menjadikannya perisai penahan tekanan harga sekaligus kesempatan bagi perusahaan untuk mengakuisisi kembali sahamnya pada valuasi yang atraktif.” Meski demikian, Imam memberikan catatan penting bahwa mekanisme buyback bersifat pasif, sehingga efek langsungnya terhadap lonjakan harga saham terbilang terbatas. “Dampak primer justru muncul dari sentimen pasar terhadap aksi korporasi tersebut, bukan semata-mata dari volume pembelian yang diintensifkan perusahaan,” imbuhnya, menekankan perlunya investor mencermati batasan harga maksimum yang ditetapkan oleh perusahaan.
Senada, Sukarno Alatas, Senior Equity Research dari Kiwoom Sekuritas Indonesia, juga melihat aksi buyback sebagai indikator positif dari manajemen yang meyakini valuasi saham perseroan masih undervalued. Selain itu, potensi peningkatan laba per saham (EPS) juga menjadi daya tarik tersendiri. Namun, Sukarno menggarisbawahi bahwa di Bursa Efek Indonesia (BEI), efektivitas buyback lebih dominan sebagai peredam tekanan jual. “Secara historis, buyback oleh emiten kakap seperti TOWR, KLBF, dan MEDC, lebih banyak berperan menjaga stabilitas harga ketimbang memicu reli signifikan,” paparnya kepada Kontan pada Kamis (18/9/2025). Oleh karena itu, ia menyarankan investor agar mempertimbangkan proporsi buyback terhadap kapitalisasi pasar serta konsistensi eksekusi kebijakan tersebut.
Pandangan serupa turut disampaikan oleh Gani, Equity Research Analyst OCBC Sekuritas. Ia menegaskan bahwa buyback bukanlah jaminan otomatis untuk melambungkan harga saham. “Buyback memang dapat membantu menstabilkan harga saham,” jelas Gani kepada Kontan pada Kamis (18/9/2025), “Namun, tidak serta-merta setiap ada buyback, harga saham akan langsung melesat naik.”
Para analis saham juga berbagi rekomendasi terkait saham-saham yang menarik untuk dicermati pasca-aksi buyback ini. Sukarno dari Kiwoom Sekuritas secara spesifik merekomendasikan MTEL, TOWR, dan MEDC, dengan target harga masing-masing Rp 690, Rp 700, dan Rp 1.450 per saham. Ia melihat KLBF sebagai pilihan saham defensif dengan prospek cerah jangka panjang, sementara CSRA menawarkan potensi bagi investor berani dengan toleransi risiko tinggi. Sementara itu, Imam dari Indo Premier Sekuritas menjagokan TOWR yang dinilai layak dicermati, mengingat fundamentalnya yang kokoh, adanya aksi buyback, serta potensi pemangkasan suku bunga yang dapat menjadi katalis positif. Ia menyarankan area masuk (entry area) di Rp 560–Rp 585, dengan target harga Rp 630–Rp 680. Tidak ketinggalan, Gani dari OCBC Sekuritas menjatuhkan pilihannya pada KLBF dan MEDC dengan rekomendasi beli, menetapkan target harga Rp 1.560 untuk KLBF dan Rp 1.600 per saham untuk MEDC.