JAKARTA. Harga emas, baik di pasar global maupun domestik, terus menunjukkan performa luar biasa dengan mendaki ke level tertinggi yang belum pernah tercapai sebelumnya. Dalam waktu singkat, rekor harga emas berulang kali dipecahkan, menarik perhatian para investor dan pengamat pasar.
Melansir data Bloomberg pada Jumat (17/10/2025), harga emas spot mencapai US$ 4.297,38 per ons troi, menandai kenaikan mingguan terbesar sejak tahun 2020 dan memperpanjang reli impresifnya sejak Agustus lalu. Di pasar domestik, harga pecahan satu gram emas Antam juga mencatat rekor baru di Rp 2.485.000. Kenaikan signifikan sebesar Rp 78.000 dari harga sehari sebelumnya, Rp 2.407.000 per gram, menjadi yang pertama dalam sejarah.
Fenomena kenaikan harga emas ini tidak hanya terjadi di Indonesia. Di India, menjelang festival Diwali, emas tengah menjadi primadona dengan mencatat rekor premi tertinggi dalam lebih dari satu dekade terakhir. Harga emas domestik di India melonjak hingga 131.699 rupee per 10 gram minggu ini. Demikian pula di Vietnam, di mana warga berbondong-bondong menyerbu toko emas pasca pencabutan hak monopoli pemerintah atas produksi emas batangan. Tak ketinggalan, sejumlah bank sentral dunia juga terpantau aktif menambah cadangan emas batangannya. Data World Gold Council per Oktober 2025 menunjukkan bahwa tujuh bank sentral telah melaporkan peningkatan cadangan emas mereka sebesar satu ton atau lebih selama Agustus 2025, dengan total mencapai 15 ton.
Menurut Wahyu Laksono, Founder Traderindo.com, reli tajam harga emas ini merupakan hasil kombinasi kompleks dari berbagai kondisi makroekonomi dan geopolitik baik di tingkat global maupun domestik. “Biang kerok” utamanya berasal dari perang tarif yang kembali menegang antara Amerika Serikat (AS) dengan China sejak April 2025. Situasi ini diperparah oleh penutupan pemerintahan (government shutdown) AS yang berlangsung sejak 1 Oktober 2025, menambah ketidakpastian ekonomi global.
Selain faktor-faktor tersebut, reli harga emas juga didorong oleh sentimen ekspektasi penurunan suku bunga oleh The Fed, inflasi AS yang persisten, serta dampak ketegangan antara Presiden AS Donald Trump dan Bos The Fed, Jerome Powell. Wahyu Laksono memprediksi, jika dinamika global seperti ketidakpastian geopolitik dan ekspektasi penurunan suku bunga AS terus berlanjut, tren kenaikan harga emas berpotensi berlanjut hingga akhir tahun, meskipun akan disertai volatilitas dan koreksi jangka pendek. Bukan tidak mungkin, harga emas spot bisa melampaui level US$ 4.400 atau bahkan mencapai kisaran US$ 4.700-5.000 per ons troi pada akhir tahun ini. Namun, jika terjadi koreksi signifikan akibat meredanya ketegangan atau perubahan kebijakan moneter, level support terkuat harga emas spot berada di rentang US$ 3.200-3.000 per ons troi.
Adapun untuk harga emas Antam, Wahyu memproyeksikan puncaknya bisa mencapai Rp 2.800.000-Rp 3.000.000 per gram. Ini bisa terjadi jika ada kombinasi kuat dari kenaikan harga emas global dan pelemahan rupiah. “Bahkan tahun depan bukan mustahil harga menguji Rp 3.500.000 – 4.000.000 per gram,” ujar Wahyu. Menariknya, Wahyu menyoroti bahwa emas Antam cenderung memiliki kinerja yang lebih baik dibandingkan emas global. Jika dolar AS melemah, emas Antam akan naik seiring kenaikan harga emas global. Sebaliknya, jika dolar AS menguat dan harga emas global melemah, emas Antam masih berpotensi naik karena pelemahan nilai tukar rupiah, menjadikan emas Antam sebagai pelindung (hedge) terhadap rupiah versus dolar AS. “Kecenderungannya emas Antam selalu naik tiap tahunnya bahkan biasa naik ke rekor baru per tahunnya,” terang Wahyu.
Di tengah reli harga emas yang menggoda, Melvin Mumpuni, Financial Planner sekaligus CEO dan Founder Finansialku, menyarankan investor untuk mempertimbangkan strategi yang tepat. Keputusan untuk menjual dapat dilakukan jika target keuntungan masing-masing investor sudah tercapai, namun strategi investasi harus tetap disesuaikan dengan kondisi pasar. Salah satu taktik yang bisa diterapkan adalah partial profit taking, yaitu mengambil sebagian keuntungan ketika harga sudah menyentuh target tertentu, baik dari sisi persentase kenaikan maupun level resistance teknikal. Selain itu, strategi averaging atau dollar-cost averaging (DCA) juga patut dipertimbangkan. Jika harga emas mengalami koreksi, investor dapat menambah posisi untuk menurunkan harga rata-rata pembelian. “Satu hal yang harus digarisbawahi adalah harga emas dunia masih ada kemungkinan naik. Hal ini disebabkan karena permintaan emas dunia, khususnya dari China,” ujarnya. Secara teknikal, pendekatan Fibonacci retracement yang dilihat Melvin menunjukkan level resistance terdekat berada di kisaran US$ 4.400–US$ 4.600 per ons troi. Dengan demikian, investor masih memiliki ruang untuk meraih peluang, namun tetap perlu disiplin dalam mengelola risiko dan menentukan waktu jual yang tepat.
Melvin juga mengingatkan investor emas untuk mewaspadai beberapa hal krusial saat ini. Pertama, volatilitas jangka pendek, terutama jika muncul kejutan dari kebijakan moneter global. Kedua, biaya transaksi dan spread, yang pada emas fisik seringkali cukup tinggi akibat selisih harga beli-jual, ongkos produksi, serta pajak. Ketiga, likuiditas dan kemudahan penjualan, karena emas fisik tidak selalu mudah dicairkan dan terkadang harus dijual ke pedagang lokal dengan harga diskon. Terakhir, risiko penyimpanan dan keamanan, sebab emas fisik membutuhkan perlindungan ekstra dan bisa menimbulkan biaya tambahan bila disimpan di safe deposit box atau brankas. Bagi mereka yang hendak trading emas, Melvin menyarankan investor untuk melirik derivatif XAU dan saham emas. “Kalau investasi emas boleh ke emas logam mulia atau emas digital,” tutupnya.
Ringkasan
Harga emas global dan domestik mencetak rekor tertinggi, dengan emas spot mencapai US$ 4.297,38 per ons troi dan emas Antam Rp 2.485.000 per gram. Kenaikan ini didorong oleh ketegangan geopolitik, ekspektasi penurunan suku bunga The Fed, dan inflasi AS, serta diikuti oleh bank sentral yang menambah cadangan emas.
Para ahli memprediksi harga emas berpotensi terus naik hingga akhir tahun, dengan target emas spot mencapai US$ 4.400-5.000 per ons troi dan emas Antam Rp 2.800.000-Rp 3.000.000 per gram. Investor disarankan untuk menerapkan strategi partial profit taking dan averaging, serta mewaspadai volatilitas, biaya transaksi, likuiditas, dan risiko penyimpanan.