Big Banks Loyo? Analis Ungkap Peluang & Rekomendasi Saham!

Shoesmart.co.id – JAKARTA. Empat saham perbankan kakap atau yang dikenal sebagai big banks terpantau kompak menunjukkan pelemahan harga secara berangsur-angsur dalam beberapa tahun terakhir. Kondisi ini kian memprihatinkan setelah tahun ini keempatnya bahkan menyentuh level harga saham terendah sejak periode 2023.

Menurut data dari Bloomberg, saham PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) mencatatkan penurunan tercepat hingga mencapai level terendah dalam dua tahun. Sebelumnya, harga saham BMRI sempat menyentuh puncaknya di Rp 6.859 pada Rabu, 19 September 2024. Namun, hanya dalam enam bulan, saham BMRI anjlok drastis menjadi Rp 3.861 per Senin, 24 Maret 2025, yang merupakan harga terendah dalam dua tahun terakhir. Pada penutupan perdagangan Senin, 13 Oktober 2025, saham BMRI ditutup di Rp 4.230, terkoreksi 0,47% dibandingkan perdagangan Jumat sebelumnya.

Tren serupa juga melanda saham PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) yang tercatat anjlok pada tahun 2025. Setelah sempat mencapai level tertinggi Rp 10.570 pada Selasa, 24 September 2024, harga saham BBCA merosot tajam. Tujuh bulan berselang, tepatnya Selasa, 8 April 2025, saham BBCA menyentuh harga terendah selama dua tahun terakhir, yakni Rp 7.275 per saham. Hari ini, saham BBCA ditutup melemah 1,01% pada harga Rp 7.325 per saham dibandingkan perdagangan Jumat lalu.

Tak hanya itu, saham PT Bank Rakyat Indonesia (BBRI) mengalami anjlok paling signifikan pada Jumat, 28 Februari 2025, dengan harga Rp 3.175. Padahal sebelumnya, saham BBRI sempat menyentuh level tertinggi dalam dua tahun terakhir, mencapai Rp 5.785 per Rabu, 27 Maret 2024. Saham BBRI juga terkoreksi 1,88% pada perdagangan hari ini, ditutup pada harga Rp 3.660.

PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) juga tak luput dari tren pelemahan harga saham di tahun 2025. Harga saham BBNI sempat mencapai puncaknya dalam dua tahun terakhir di Rp 5.483 per saham pada Rabu, 27 Maret 2024. Namun, pada awal tahun ini, Selasa, 8 April 2025, saham BBNI mencatat level terendah di Rp 3.313 per saham. Saham BBNI ditutup dengan harga Rp 3.900 pada perdagangan hari ini, melemah 1,76%.

IHSG Masih Digendong Saham Konglomerasi, Cermati Rekomendasi Analis

Menanggapi fenomena ini, Kepala Riset Korea Investment and Sekuritas Indonesia (KISI), Muhammad Wafi, menjelaskan bahwa penurunan harga saham bank besar yang terjadi secara kompak ini diakibatkan oleh rotasi sektor. Kondisi ini terlihat dari pergeseran dana investor asing yang mulai beralih, misalnya, ke sektor komoditas dan infrastruktur. Kedua segmen ini dinilai menawarkan potensi pertumbuhan yang lebih cepat di tengah tren penurunan suku bunga global.

Data penutupan perdagangan Jumat, 10 Oktober, yang dilansir dari RTI, menunjukkan saham BBRI menjadi yang paling banyak mencatatkan aksi jual oleh investor asing atau net foreign sell, dengan nilai sebesar Rp 265,23 miliar. Disusul kemudian saham BBCA yang dilepas asing senilai Rp 159,82 miliar.

Selanjutnya, saham BMRI mengalami aksi jual asing sebesar Rp 58,11 miliar, sementara saham BBNI mencatatkan net foreign sell sebesar Rp 29,97 miliar. Fenomena ini menunjukkan preferensi investor asing yang mulai berubah, menjauhi sektor perbankan.

Sejumlah Emiten Siap Tebar Dividen, Cek Saham yang Prospektif dan Rekomendasi Analis

Di sisi lain, Wafi juga mengemukakan bahwa valuasi saham bank besar sudah relatif mahal setelah sempat menunjukkan kinerja outperform selama tiga tahun terakhir. Oleh karena itu, saat ini saham perbankan besar cenderung berada dalam fase konsolidasi. “Jadi bukan berarti eranya selesai, tapi lebih ke fase konsolidasi. Sentimen tambahan yang membuat tekanan juga datang dari penurunan NIM (net interest margin) dan pertumbuhan kredit yang melandai, apalagi di segmen korporasi dan konsumsi,” terang Wafi kepada Kontan, Senin, 13 Oktober 2025.

Meskipun proyeksi kinerja fundamental sektor perbankan masih solid, ekspektasi pasar yang sudah tinggi seringkali membuat hasil yang “flat” dianggap kurang menarik. Akibatnya, pasar lebih banyak bereaksi netral hingga negatif. Kini, kinerja fundamental perbankan dinilai tidak lagi secara langsung mencerminkan arah pergerakan harga sahamnya. “Iya. Sekarang valuasi empat bank besar relatif murah atau undervalue,” tandasnya.

Pendapat serupa disampaikan oleh Research Analyst Kiwoom Sekuritas Indonesia, Miftahul Khaer. Menurut Mifta, tren pelepasan saham bank besar oleh investor asing mengindikasikan bahwa investor belum sepenuhnya yakin terhadap pemulihan fundamental sektor big banks. “Sehingga meskipun laba masih cenderung stabil, persepsi risiko dari katalis di atas masih menjadi pertimbangan untuk para pelaku pasar,” ujar Mifta. Salah satu sentimen besar yang masih menjadi beban adalah kekhawatiran investor terhadap likuiditas sektor, kenaikan cost of funds (CoF), dan prospek pertumbuhan kredit yang dianggap lemah, terutama jika dibandingkan dengan sektor lain yang menunjukkan kinerja lebih baik, seperti komoditas.

Sejumlah Emiten Siap Tebar Dividen, Simak Saham yang Prospektif & Rekomendasi Analis

Sementara itu, Jovent Muliadi dan Axel Azriel dalam riset bertajuk Bottoming Valuation Against Past Cycles with the Exception of BBCA, menyampaikan bahwa sektor perbankan Indonesia kini mulai mencapai titik terendah valuasi, meskipun belum sepenuhnya pulih dari tekanan yang ada. Menurut mereka, valuasi tiga bank pelat merah besar saat ini sudah berada pada level yang sebanding dengan siklus penurunan sebelumnya. Namun, kondisi tersebut belum berlaku bagi BBCA.

Tekanan terhadap saham-saham bank juga diperparah oleh aksi jual investor asing yang cukup agresif sepanjang tahun berjalan. Hingga September 2025, investor asing tercatat menjual saham bank senilai Rp 48,7 triliun, setara 1,8% dari kapitalisasi pasar per Desember 2024. Angka ini bahkan mencapai 104% dari total arus keluar asing di Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Nilai tersebut lebih tinggi dibandingkan arus keluar tahun sebelumnya 2023 yang mencapai Rp 38,1 triliun.

Riset tersebut juga mencatat bahwa saham keempat bank besar mengalami penurunan harga sebesar 19,2% secara year to date (YtD). “Ini menjadikannya salah satu penurunan valuasi terdalam sejak masa pandemi Covid-19,” terang mereka dalam riset. Kekhawatiran investor lebih banyak muncul dari potensi multiple de-rating, terutama akibat pergeseran portofolio kredit dari segmen korporasi ke ritel mikro yang memiliki imbal hasil lebih rendah.

Dalam membandingkan siklus penurunan valuasi saat ini dengan periode sebelumnya, Jovent dan Axel menemukan bahwa valuasi BBCA belum mencapai titik dasar seperti pada tahun 2007, 2012, dan 2015. Pada periode tersebut, valuasi BBCA sempat turun ke level 2,8 kali hingga 3,9 kali P/B, sementara kini masih berada di 3,4 kali. Sebaliknya, valuasi bank pelat merah seperti BBRI, BMRI, dan BBNI saat ini sudah mendekati level dasar seperti pada periode 2015 dan 2016, di mana masing-masing mencatat P/B terendah 1,8 kali, 1,3 kali, dan 0,9 kali. Saat ini, valuasi mereka berada di kisaran 1,8 kali, 1,2 kali, dan 0,8 kali. Dengan P/E yang kini di kisaran 9,9 kali hingga 7,2 kali, ruang penurunan dinilai semakin terbatas.

Dampak Stimulus Ekonomi Terhadap Pasar Modal & Saham Rekomendasi Analis di Sisa 2025

Rekomendasi Saham

Muhammad Wafi menyebut bahwa hingga akhir tahun, potensi saham big banks untuk rebound masih terbuka lebar, terutama melalui momentum window dressing dan rotasi dana kembali ke saham-saham defensif menjelang akhir tahun. Secara makro, penurunan inflasi dan peluang Bank Indonesia untuk lebih melonggarkan kebijakan moneter bisa menjadi katalis utama bagi pemulihan. Menurutnya, valuasi bank besar kini sudah mulai menarik lagi, dengan Price to Book Value (PBV) BBCA, BMRI, dan BBNI yang sudah berada di bawah rata-rata lima tahun terakhir. Wafi menyarankan investor untuk mulai melakukan akumulasi bertahap pada level harga saat ini. Dia merekomendasikan saham BBCA untuk Buy dengan target harga Rp 9.000, BMRI untuk Buy di target harga Rp 5.300, BBRI untuk Buy di target harga Rp 4.500, serta BBNI untuk Buy di harga Rp 5.000.

Sementara itu, Mifta memandang bahwa kinerja keuangan kuartal III akan menjadi momen penentu apakah fundamental big banks dapat menunjukkan pertumbuhan yang melebihi ekspektasi. Jika kredit tercatat tumbuh, rasio dana terkendali, dan ada perbaikan NIM, maka hal ini dapat menjadi katalis kuat untuk rebound. “Namun, bila hasilnya masih mengecewakan atau ada kejutan meningkatnya beban provisi atau NPL, pasar bisa memperpanjang persepsi negatifnya,” kata Mifta. Mifta merekomendasikan investor untuk mencermati saham BBRI untuk akumulasi dengan target harga Rp 4.720, dan saham BMRI untuk akumulasi dengan target harga Rp 6.300.

Dana Asing Masih Keluar dari Pasar Saham, Cermati Rekomendasi Analis

Pergerakan IHSG Ditopang Saham Emiten di Papan Pengembangan, Cek Rekomendasi Analis

Ringkasan

Empat saham perbankan besar (big banks) seperti BMRI, BBCA, BBRI, dan BBNI mengalami penurunan harga saham yang signifikan pada tahun 2025, bahkan menyentuh level terendah sejak 2023. Penurunan ini disebabkan oleh rotasi sektor, di mana investor asing beralih ke sektor komoditas dan infrastruktur yang dianggap memiliki potensi pertumbuhan lebih cepat, serta valuasi saham bank besar yang dinilai sudah relatif mahal.

Para analis berpendapat bahwa valuasi saham bank besar saat ini sudah mulai menarik dan merekomendasikan investor untuk melakukan akumulasi bertahap. Momentum window dressing dan potensi pelonggaran kebijakan moneter oleh Bank Indonesia diharapkan dapat menjadi katalis pemulihan. Rekomendasi saham yang diberikan antara lain Buy untuk BBCA, BMRI, BBRI, dan BBNI dengan target harga yang berbeda-beda, serta akumulasi untuk BBRI dan BMRI.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *