Cuitan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump yang menyulut kembali ketegangan dengan China sukses memicu kekhawatiran yang meluas di pasar saham Indonesia. Setelah sebelumnya hubungan dagang antara Beijing dan Washington sempat memanas dan diwarnai saling tuding, pernyataan terbaru ini ditengarai kembali menimbulkan gejolak antara dua raksasa ekonomi dunia tersebut. Dampaknya pun langsung terasa di bursa saham Tanah Air.
Pada penutupan perdagangan hari ini, Senin (13/10/2025), Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) tak mampu bertahan dan berakhir terkoreksi 0,37%, menempatkannya di level 8.227,20. Pelemahan ini turut menyeret saham-saham perbankan berkapitalisasi besar yang menjadi penopang utama indeks.
Saham PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI) ditutup pada harga Rp 4.230, menurun 0,47% dibandingkan perdagangan Jumat lalu. Sementara itu, PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) juga ditutup memerah 1,01%, dengan harga Rp 7.325 per saham. Tidak ketinggalan, saham PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI) mengalami koreksi paling dalam, turun 1,88% menjadi Rp 3.660, dan PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BBNI) melemah 1,76% ditutup pada harga Rp 3.900.
Fenomena ini diperparah dengan aksi jual masif oleh investor asing. Tercatat pada penutupan perdagangan Senin (13/10), dilansir dari RTI, saham BBRI menjadi yang paling banyak dilepas asing dengan nilai net foreign sell mencapai Rp 265,23 miliar. Disusul kemudian BBCA yang dicatat dijual asing sebesar Rp 159,82 miliar. Tekanan jual asing juga membayangi saham BMRI dengan nilai Rp 58,11 miliar, serta BBNI yang mencatatkan aksi jual investor asing sebesar Rp 29,97 miliar.
Investment Analyst Infovesta Kapital Advisori, Ekky Topan, mengemukakan bahwa gelombang aksi jual asing ini diperkirakan masih akan berlanjut, meskipun valuasi saham perbankan saat ini sudah tergolong atraktif. Meningkatnya kekhawatiran pasar pasca-komentar Trump terkait China di akhir pekan lalu mendorong investor asing untuk kembali melakukan rebalancing portofolio mereka. Mereka cenderung beralih ke aset yang dinilai lebih aman, terutama di tengah potensi peningkatan risiko geopolitik global dan tekanan yang berkelanjutan terhadap nilai tukar rupiah.
Ekky menjelaskan lebih lanjut, “Saham-saham berkapitalisasi besar seperti BMRI, BBRI, dan BBCA yang merupakan konstituen utama portofolio asing, terlihat terus mengalami tekanan seiring dengan arus keluar dana tersebut.” Secara umum, menurut Ekky, pergerakan saham di sektor perbankan masih cenderung melemah. Selain karena aliran dana asing yang keluar, pelemahan ini juga dipicu oleh ekspektasi perlambatan pertumbuhan kredit, yang belum pulih sesuai harapan meskipun Bank Indonesia telah mengambil langkah pemangkasan suku bunga.
Namun demikian, di tengah tekanan ini, ada secercah harapan. Dari sisi valuasi, saham-saham bank besar kini berada di level yang relatif murah jika dibandingkan dengan rata-rata historisnya. Kondisi ini justru membuka peluang strategis untuk akumulasi secara bertahap dalam jangka menengah, terutama bagi investor yang berorientasi pada dividend yield dan fundamental jangka panjang. Ekky berujar, bank-bank BUMN seperti BMRI dan BBRI masih memiliki profitabilitas yang stabil, permodalan yang kuat, serta prospek pembagian dividen yang menarik.
“Dengan demikian, strateginya adalah melakukan akumulasi bertahap pada saham-saham yang harganya tengah tertekan, sambil menunggu sentimen global mereda,” pungkas Ekky. Ia memproyeksikan bahwa dalam jangka panjang, valuasi yang rendah saat ini dan potensi rebound saham perbankan akan cukup besar. Terutama jika dana asing kembali mengalir masuk atau kebijakan stimulus pemerintah mulai berdampak positif pada pertumbuhan kredit sektor perbankan.