Anggaran Aman? Kemenkeu Bantah Sisir Ulang, Fokus Efisiensi!

Shoesmart.co.id, JAKARTA — Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dengan tegas menyatakan tidak akan ada kebijakan penyisiran anggaran baru, baik untuk pemerintah pusat maupun daerah, di luar kerangka kebijakan efisiensi belanja yang telah ditetapkan. Klarifikasi ini muncul menyusul spekulasi terkait penerbitan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No.56/2025 tentang Tata Cara Pelaksanaan Efisiensi Belanja dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), yang digadang-gadang sebagai pedoman teknis untuk melanjutkan kebijakan efisiensi era Presiden Prabowo Subianto.

Kepala Biro Layanan Komunikasi dan Informasi Kemenkeu, Deni Surjantoro, menegaskan kepada Bisnis pada Kamis (7/8/2025) bahwa, “Sampai saat ini belum ada kebijakan penyisiran ulang efisiensi anggaran kecuali yang sudah tercantum dalam Instruksi Presiden alias Inpres No.1/2025.” Pernyataan ini sekaligus menepis kekhawatiran akan adanya pemotongan anggaran mendadak di luar rencana yang sudah ada.

Inpres No.1/2025 yang menjadi landasan utama efisiensi anggaran ini menetapkan sejumlah poin penting terkait pengelolaan APBN, termasuk target efisiensi belanja negara tahun 2025 yang mencapai Rp306,6 triliun. Angka tersebut terbagi atas Rp256,1 triliun untuk belanja pemerintah pusat dan Rp50,59 triliun dialokasikan dari transfer ke daerah.

Kendati demikian, dalam PMK No.56/2025, tidak semua pos anggaran yang tercantum dalam Surat Menteri Keuangan No: S-37/MK.02/2025 disebutkan secara eksplisit sebagai target efisiensi, mengakibatkan pengurangan daftar pos dari 16 menjadi 15. Merujuk pada beleid baru ini, sejumlah item belanja barang dan jasa yang menjadi sasaran utama efisiensi anggaran meliputi: alat tulis kantor, kegiatan seremonial, rapat, seminar, dan sejenisnya, kajian dan analisis, diklat dan bimtek, honor output kegiatan dan jasa profesi, percetakan dan souvenir, serta sewa gedung, kendaraan, dan peralatan.

Daftar tersebut juga mencakup lisensi aplikasi, jasa konsultan, bantuan pemerintah, pemeliharaan dan perawatan, perjalanan dinas, peralatan dan mesin, dan infrastruktur. Deni Surjantoro menjelaskan bahwa 15 item belanja yang tertera dalam PMK No.56/2025 ini secara spesifik termasuk dalam kategori belanja barang dan modal.

Adapun item belanja lain yang tercantum dalam S-37 tetap menjadi target identifikasi rencana efisiensi yang dilakukan oleh masing-masing kementerian/lembaga (K/L), sesuai dengan Pasal 3 ayat (3) dan ayat (5) dari ketentuan yang sama. “Di mana dibuka ruang untuk pemenuhan target efisiensi dari jenis belanja lain sesuai dengan arahan Presiden,” tambah Deni, menunjukkan fleksibilitas dalam mencapai target efisiensi yang telah ditetapkan.

Lebih lanjut, mengenai besaran efisiensi anggaran, Deni Surjantoro kembali menegaskan bahwa angka yang diatur dalam PMK No.56/2025 tetap mengacu pada Instruksi Presiden (Inpres) No.1/2025 yang telah diterbitkan Presiden Prabowo di awal tahun. Menurutnya, Inpres No.1/2025 secara eksplisit memberikan kewenangan kepada Menteri Keuangan untuk mengambil langkah-langkah yang diperlukan dalam melaksanakan kebijakan efisiensi.

“Dalam Inpres tersebut, Presiden secara tegas menginstruksikan kepada Menkeu untuk mengambil langkah-langkah yang diperlukan dalam pelaksanaan kebijakan efisiensi. PMK ini ditetapkan untuk memberikan pedoman teknis pelaksanaan kebijakan efisiensi berdasarkan arahan Presiden,” terang Deni, menekankan posisi PMK sebagai instrumen pelaksana dari arahan Presiden.

Sementara itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati tidak banyak memberikan komentar saat dimintai keterangan mengenai implementasi beleid baru ini. Bendahara Negara tersebut langsung bergegas menuju mobilnya karena jadwal padat dengan agenda lain. “Aku nanti ada rapat. Terima kasih, ya,” ujarnya singkat sebelum bertolak dari Kompleks Istana Kepresidenan pada Rabu (6/8/2025).

Hal serupa juga terlihat dari reaksi Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara yang merespons secara singkat. Ia enggan menjelaskan lebih terperinci mengenai kelanjutan efisiensi APBN di bawah pemerintahan Presiden Prabowo Subianto setelah implementasi awal tahun ini.

Meskipun demikian, Suahasil menjelaskan bahwa Kementerian Keuangan akan segera mengumumkan detail lebih lanjut mengenai implementasi PMK tersebut. Mantan Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) itu menegaskan bahwa upaya efisiensi akan terus berlanjut karena hal tersebut merupakan komitmen dan keinginan setiap lembaga untuk mengelola anggaran secara optimal. “Kalau efisiensi kan memang sudah menjadi keinginan kita setiap lembaga. Terus mencari efisiensi dalam anggaran. Jadi lanjut terus aja, dalam pelaksanaan, dalam perencanaan,” pungkasnya di Istana Kepresidenan, menekankan bahwa efisiensi adalah proses berkelanjutan.

Ringkasan

Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menegaskan tidak ada penyisiran anggaran baru selain efisiensi belanja yang diatur dalam Instruksi Presiden (Inpres) No.1/2025. Penegasan ini membantah spekulasi terkait PMK No.56/2025 yang dianggap sebagai pedoman teknis efisiensi anggaran era Presiden Prabowo. Inpres tersebut menetapkan target efisiensi belanja negara tahun 2025 sebesar Rp306,6 triliun, yang terbagi antara pemerintah pusat dan transfer ke daerah.

PMK No.56/2025 mengatur secara rinci item belanja barang dan jasa yang menjadi sasaran efisiensi, seperti alat tulis kantor, kegiatan seremonial, perjalanan dinas, dan lainnya. Meskipun daftar pos efisiensi berkurang, K/L tetap memiliki ruang untuk mengidentifikasi efisiensi dari jenis belanja lain sesuai arahan Presiden. Kemenkeu menekankan bahwa efisiensi anggaran merupakan komitmen berkelanjutan untuk pengelolaan anggaran yang optimal.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *